Pengelolaan Tambang agar Perhatikan Kelestarian Alam
Pengabaian kewajiban pemulihan lingkungan terjadi karena minim pengawasan dan penegakan hukum yang lemah. Sementara dampak buruk justru dirasakan oleh warga yang tinggal di sekitar.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
ARSIP DINAS ESDM ACEH
Salah satu titik tambang emas ilegal di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Tambang emas ilegal berpotensi merusak hutan dan daerah aliran sungai.
BANDA ACEH, KOMPAS— Potensi kerusakan lingkungan karena aktivitas pertambangan harus diminimalisasi agar tidak menimbulkan bencana bagi warga sekitar. Selain itu pengawasan dan sanksi terhadap yang melanggar perlu diterapkan dengan tegas.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik ”Tambang dan Tumbang, Lingkungan dan Lengkungan Kemanusiaan” di Banda Aceh, Sabtu (18/3/2023). Diskusi yang digelar oleh Ikatan Mahasiswa Pelajar Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan itu membahas aktivitas pertambangan di Aceh baik tambang berizin dan tambang ilegal.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin mengatakan tidak semua perusahaan tambang melakukan tanggung jawabnya sesuai aturan. Dia menemukan ada perusahaan setelah masa izin berakhir tidak melakukan reklamasi.
”Lubang tambang dibiarkan begitu saja. Seharusnya mereka dijatuhi sanksi atau mereka telah menyetor dana reklamasi, tetapi ke mana larinya,” ujar Ahmad.
Pekan lalu, puluhan ton batubara tumpah di laut Kabupaten Aceh Barat milik sebuah perusahaan tambang batubara. Pemerintah setempat sedang mengkaji dampak kerusakan laut akibat batubara.
Ahmad mengatakan meski batubara tersebut telah dipungut kembali, tetapi tanggung jawab untuk memulihkan perairan dan kompensasi kepada warga terdampak tidak boleh diabaikan. Pengabaian kewajiban pemulihan lingkungan terjadi karena karena minim pengawasan dan penegakan hukum yang lemah. Sementara dampak buruk justru dirasakan oleh warga yang tinggal di sekitar, seperti terganggunya persediaan air tanah, pencemaran udara, hingga pencemaran pantai.
”Izin tambang mudah dikeluarkan, tetapi pengawasan lemah, yang terjadi justru pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan,” ujar Ahmad.
Dosen dan peneliti isu HAM dari Universitas UIN Ar Raniry Banda Aceh Iping Rahmat Saputra menuturkan warga memiliki hak asasi untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, udara bersih, hingga ketersediaan yang cukup. Ketika aktivitas pertambangan mengganggu pemenuhan hak dasar warga, keberadaan tambang di kawasan itu perlu dikaji kembali.
”Negara harus memastikan hak fundamental warganya terpenuhi. Aktivitas tambang jangan merusak hutan dan jangan merampas hak warga,” kata Iping.
Iping mengatakan, belakangan aktivitas pertambangan banyak bermunculan, baik skala kecil maupun besar. Tambang kecil yang oleh sebagian orang dianggap tidak berdampak justru berkontribusi terhadap kerusakan alam. Galian C yang berada di kawasan sungai, misalnya, membuat aliran sungai berubah dan memicu abrasi.
Aktivitas tambang jangan merusak hutan dan jangan merampas hak warga. (Iping Rahmat Saputra)
Adapun tambang emas ilegal di daerah aliran sungai memicu terjadinya banjir yang dapat merugikan petani. Menurut Iping, seharusnya tambang untuk peningkatan taraf hidup warga, bukan justru menghadirkan kesengsaraan bagi warga.
DOK FORUM JURNALIS LINGKUNGAN ACEH
Batubara mengotori pantai di Kecamatan Meuruboe, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Selasa (14/3/2023). Batubara tersebut tumpah dari kapal pengangkut milik perusahaan.
Sebelumnya dalam diskusi ”Membongkar Mafia Tambang”, pada 9 Maret 2023, Kepada Dinas Energi Sumber Daya Mineral Aceh Mahdinur mengatakan, negara memberikan ruang bagi investasi pertambangan, tetapi dengan cara yang legal. Selama perusahaan yang mengusulkan izin mampu memenuhi kewajiban, pemerintah wajib mengeluarkan izin. Sektor pertambangan menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
Mahdinur mengatakan, terkait dengan pengawasan, selama ini pemerintah telah menjalankan dengan baik. Beberapa perusahaan dicabut izin usaha pertambangan karena tidak menjalankan kewajiban. ”Sedangkan aktivitas pertambangan ilegal penegakan hukum berada pada aparat keamanan,” ujar Mahdinur.
Dalam rentang waktu 26 Februari 2021 hingga 30 Agustus 2022 Pemprov Aceh telah menerbitkan izin usaha pertambangan sebanyak 343 izin untuk usaha tambang batuan, batubara, logam, dan nonlogam.