Tanggulangi Banjir, Lahan Kritis di Sumsel Akan Diidentifikasi
Pemerintah akan mengidentifikasi lahan kritis di kawasan hulu di Sumatera Selatan sebagai upaya mitigasi bencana banjir dan longsor. Di kawasan hulu masih ditemukan pemanfaatan lahan yang tidak pada tempatnya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Yantiara (35) sedang memetik kopi arabika buah merah di salah satu demplot di Dusun IV, Desa Cahaya Alam, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumsel, Selasa (19/7/2022). Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan di dusun tersebut.
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah akan mengidentifikasi lahan kritis di kawasan hulu di Sumatera Selatan sebagai upaya mitigasi bencana banjir dan longsor. Di kawasan hulu masih ditemukan pemanfaatan lahan yang tidak pada tempatnya. Kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan agar daerah aliran sungai dapat dipulihkan segera.
Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sumatera Selatan Makmur A Siboro, Jumat (17/3/2023), mengatakan, pihaknya bersama dengan pihak terkait akan mengidentifikasi kawasan kritis dan rawan guna mendeteksi risiko bencana banjir dan longsor.
”Selain curah hujan yang tinggi, banjir juga disebabkan adanya pemanfaatan lahan yang salah,” ujar Makmur.
Dalam hal pembangunan rumah, misalnya, masih banyak warga yang mendirikan tempat tinggalnya di lereng bukit yang sangat rentan dengan longsor. Atau, rumah yang dibangun di bantaran sungai. Padahal, dalam aturan, di sempadan sungai sejauh 50 meter tidak boleh didirikan bangunan. ”Kenekatan inilah yang bisa membahayakan pemilik rumah ataupun orang lain,” ucapnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Sejumlah pengunjung tengah berada di Tugu Rimau yang berada di kaki Gunung Dempo, Pagar Alam, dengan ketinggian 1.820 meter di atas permukaan laut, Jumat (15/12). Kawasan ini menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk melihat keindahan Kota Pagar Alam dari ketinggian.
Belum lagi adanya penanaman tanaman perkebunan di lereng bukit yang cenderung curam. Seharusnya di lahan tersebut ditanam tanaman hutan yang juga berfungsi sebagai penahan air kala hujan turun. Ia mencontohkan di kawasan Semendo, Muara Enim, masih banyak perkebunan kopi atau sayur yang ditanam di lahan yang curam. Kegiatan itu bisa saja memicu bencana karena kopi tidak bisa menahan laju air atau tanah.
Karena itu, ujar Makmur, dalam waktu dekat pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk memetakan lahan kritis yang ada di daerahnya. BPN pun berkomitmen untuk tidak melegalkan pembangunan yang tidak pada tempatnya.
”Kami terus memperingatkan masyarakat untuk tidak tinggal atau menanam di lahan rawan, tetapi tetap saja saja dilanggar. Karena itu, dibutuhkan kerja sama semua pihak,” ujar Makmur.
Dia menjelaskan, dalam segala bentuk pemanfaatan lahan, pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, seperti akademisi, pemerintah daerah, dan tokoh masyarakat untuk memastikan apakah kawasan tersebut layak atau tidak untuk dimanfaatkan. ”Jika memang sudah kritis, tentu harus dipulihkan dengan cara yang benar," ujar Makmur.
Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Panji Tjahjanto menuturkan, dari 3,4 juta lahan hutan di Sumsel, sebanyak 700.000 hektar di antaranya kritis dengan berbagai tingkatan.
Upaya penanaman kembali terus dilakukan baik dengan melibatkan korporasi maupun masyarakat. Namun, di lapangan memang masih ditemui kendala, misalnya upaya reklamasi yang kurang optimal sehingga tidak terjadi revegetasi yang baik atau masih adanya alih fungsi lahan di kawasan hutan.
RHAMA PURNA JATI
Kawasan Hutan Lindung Semidang Alas yang berada di Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, Kamis (19/12/2019). Perambahan masih terjadi di kawasan hutan lindung. Banyak petani yang mengalihfungsikan lahan hutan menjadi perkebunan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumsel Edward Candra mengatakan, pengelolaan tata ruang yang benar menjadi hal yang krusial untuk mengatasi permasalahan banjir. Jangan sampai pembangunan atau aktivitas yang dapat merusak lingkungan terus dibiarkan.
Karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mulai membenahi kawasan hulu. Misanya, terkait pengelolaan lahan pascatambang. ”Pengawasan terhadap upaya reklamasi sampai pada revegetasi lahan kritis akan terus diperketat,” ucapnya.
Upaya itu tidak hanya melibatkan Pemerintah Provinsi Sumsel, tetapi juga daerah tetangga yang di wilayahnya dialiri alur sungai yang sama. Visinya adalah untuk memperluas kawasan tutupan lahan di daerah aliran sungai.
Tidak hanya di hulu, edukasi kepada masyarakat di hilir juga harus ditingkatkan guna menumbuhkan rasa kepedulian lingkungan. Kesadaran itu juga harus terus dipupuk. Misalnya, dengan terus mengajak warga agar tidak membuang sampah sembarangan karena bisa memicu sedimentasi sungai.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel Ansori menuturkan, musibah banjir yang terjadi di beberapa wilayah di Sumsel menimpa kawasan yang hampir sama, yakni di kawasan bantaran sungai.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang warga sedang mengangkat rumput di Kampung Empat, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagar Alam, Sumatera selatan, Jumat (20/12/2019). Kawasan ini berbatasan langsung dengan Hutan Lindung Bukit Dingin yang berada dekat dengan kawasan hutan lindung.
Upaya relokasi di kawasan rawan bencana sudah pernah dilakukan, tetapi penawaran itu kerap kali mendapatkan penolakan dari masyarakat. Alasannya, itu merupakan rumah yang sudah lama ditinggali. Masyarakat pun seakan sudah terbiasa menghadapi musibah ini karena sudah menjadi musibah tahunan. Beberapa dari mereka mengantisipasi bencana dengan membangun rumah dengan konsep rumah panggung.
”Meski masih ada juga yang menggunakan rumah tapak,” ucapnya.
Pemerhati lingkungan dari Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Yenrizal, berharap musibah ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk mulai menghargai lingkungan. Menghentikan segala aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan dan mulai melakukan pemulihan vegetasi di kawasan hulu.
HUMAS BPBD SUMSEL
Banjir merendam sejumlah kecamatan di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, Kamis (9/3/2023). Akibatnya, satu orang tewas dan ratusan rumah terendam.
Masyarakat juga perlu diedukasi untuk mulai menanam tanaman yang ramah lingkungan. ”Tanaman alternatif yang ramah lingkungan juga perlu disosialisasikan. Di sinilah perlu inovasi dari para akademisi,” ucapnya.