Polisi Ungkap Tiga Luka Lebam di Jenazah Dokter Mawarti
Penyidik Polres Nabire mengakui terdapat tanda kekerasan di tubuh dokter spesialis paru di RSUD Nabire, Mawarti Susanti. Terdapat lebam di wajah, leher, dan perut korban.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Polisi mengungkap adanya tiga luka lebam di jenazah dokter Mawarti Susanti. Mawarti merupakan satu-satunya dokter spesialis paru di Kabupaten Nabire, Papua Tengah. Ia ditemukan meninggal di rumahnya pada 9 Maret 2023.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Nabire Ajun Komisaris Akhmad Alfian, dalam siaran pers yang diterima Kompas pada Jumat (17/3/2023), menyebutkan, dari hasil visum yang dilakukan petugas medis, ditemukan tiga luka lebam. Tiga luka lebam ini ditemukan di wajah, leher, dan perut.
Ia menyatakan, ketiga lebam itu tidaklah wajar. Sebab, korban tidak memiliki riwayat gangguan kesehatan yang serius.
Sebelumnya, jenazah Mawarti ditemukan oleh tiga orang, yakni seorang sopir dan dua perawat, di rumah Mawarti di Kelurahan Siriwini, pada 9 Maret 2023 sekitar pukul 19.00. Dari mulut korban tampak mengeluarkan busa.
Para saksi pun memanggil seorang dokter yang sedang bertugas di ruang layanan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Nabire. Dari hasil pemeriksaan oleh dokter tersebut, pada pukul 19.33 WIT Mawarti dinyatakan telah meninggal.
”Kami masih menanti informasi penyebab kematian korban dari ahli forensik di Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar. Akan tetapi, terdapat tanda-tanda kekerasan dan kami masih menyelidiki pelaku dalam kasus ini berdasarkan bukti dan hasil olah tempat kejadian perkara,” kata Akhmad.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo meminta masyarakat bersabar dengan hasil penyelidikan kasus meninggalnya Mawarti. Ia mengimbau masyarakat agar tidak menyebarkan isu yang berpotensi mengganggu keamanan di Nabire.
Ia mengatakan, pemeriksaan forensik terhadap jenazah Mawarti dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar sebelum dimakamkan pada Senin (13/3). Tahapan tersebut memakan waktu satu hingga dua minggu.
”Kami telah memeriksa 28 saksi dan melakukan hingga enam kali olah tempat kejadian perkara. Kami akan mengungkap kasus ini secara profesional dan menyampaikan ke media massa,” ujar Benny.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Papua Donald Aronggear menyatakan, kepergian Mawarti merupakan kehilangan besar bagi pelayanan kesehatan di Tanah Papua. Sebab, jumlah dokter di Papua masih sangat minim.
Almarhumah merupakan satu-satunya dokter spesialis paru di wilayah Papua Tengah.
Ia memaparkan, hanya sekitar 50 persen dari total 422 puskesmas di Papua yang terisi tenaga dokter umum. Adapun jumlah dokter spesialis paru di seluruh wilayah Papua hanya tujuh orang.
”Almarhumah merupakan satu-satunya dokter spesialis paru di wilayah Papua Tengah. Berpulangnya dokter Mawarti akan berimbas besar bagi pelayanan untuk masyarakat, khususnya kesehatan paru-paru. Sebab, kasus tuberkulosis di Papua cukup tinggi,” papar Donald.
Ia berharap polisi dapat mengungkap penyebab meninggalnya Mawarti. ”Kami berharap adanya jaminan perlindungan, fasilitas, dan kesejahteraan bagi tenaga dokter yang bertugas di wilayah Papua,” ucap Donald.
Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi, melalui siaran pers yang diterima Kompas,menyampaikan dukacita yang mendalam bagi keluarga almarhumah. Ia pun berharap kejadian yang menimpa Mawarti tidak terulang lagi.
Adib mengungkapkan, berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia hingga tahun 2023, jumlah dokter spesialis paru untuk kawasan timur Indonesia hanya lebih kurang 50 dokter. Padahal, kebutuhan dokter spesialis paru sangat dibutuhkan, terutama untuk daerah-daerah seperti Nabire.