Menjaga Nyaring Suara Gitar dari Bandung hingga Berbagai Penjuru Dunia
Gitar Genta buatan Bandung, Jawa Barat, belum berhenti membanjiri pasar Asia, Eropa, hingga Amerika. Kemudahan ekspor-impor ikut membantu gema suaranya terdengar di mana-mana.
Dari Bandung, Jawa Barat, gitar buatan anak negeri nyaring terdengar hingga ke berbagai penjuru dunia. Kemudahan aktivitas ekspor-impor bahan baku produksinya ikut berperan mewujudkannya.
Jari-jari Maman Abdurahman (50) kembali menari di pembuatan gitar PT Genta Trikarya di kawasan Ujungberung, Kota Bandung, Jawa Barat, awal Maret 2023. Berteman belasan gitar siap kirim di ruangan berhawa sejuk, tangan kanan Maman memetik senar-senar gitar akustik.
Sementara tangan kiri memutar tuner mencari nada yang diinginkan hati dan telinganya. Demi akurasi, tuner digital ikut dipasang di ujung gagang gitar berkelir cokelat susu itu.
”Suara gitar tidak cacat. Jernih, bulat, dan tidak sumbang,” kata Maman.
Maman adalah satu dari lebih kurang 100 tenaga kerja pembuat gitar di Genta Trikarya. Tahun ini, perusahaan pembuat gitar genap berusia 64 tahun.
Menjadi petugas kontrol kualitas, Maman adalah ujung tombak terakhir sebelum gitar bertemu konsumen. Pengalamannya selama 25 tahun menjadi modal terbesarnya menjaga kualitas produk.
Akan tetapi, Maman enggan jumawa. Meski sudah sangat berpengalaman, dia menyebut tidak ingin lengah.
Dibuat oleh tangan manusia, ketidaksempurnaan gitar pasti ada. Beberapa catatan di dinding dekat meja kerjanya memperlihatkan ketelitian ”rasa” sebelum karya sampai ke tangan konsumen.
”Ada puluhan orang yang bekerja saatmenghasilkan satu gitar. Jika belum ideal, terus diperbaiki bersama,” kata Maman.
Baca juga : Gitar Akustik Buatan Manto
Pasar ekspor
Sejauh ini, kerja bersama itu tidak ingkar janji. Dalam setahun, Genta bisa memproduksi 8.000 gitar. Uniknya, dibuat di dalam negeri, nama besarnya justru melanglang buana ke mancanegara. Lebih dari 80 pesen gitar ditujukan untuk pasar ekspor. Negara di Eropa dan Amerika menjadi peminat utamanya.
Buatan anak negeri ini juga jauh dari kata murahan. Kualitas menjadi penawaran bagi konsumen. Satu unit gitar pada suplier bisa dibanderol 105-450 dollar AS atau setara Rp 1,6 juta-Rp 6,9 juta. Nominalnya potensial 3-4 kali lipat lebih mahal apabila sampai konsumen.
Akan tetapi, pengalaman saja tidak cukup. Bahan baku terbaik, menurut Maman, juga dibutuhkan untuk membuat konsumen tertarik menggunakannya. Genta, misalnya, memilih kayu spruce untuk bahan pembuatan gitar.
Spruce sejauh ini dikenal sebagai bahan terbaik pembuatan gitar. Tempatnya istimewa, di bagian atas tubuh gitar atau bagian paling vital menghasilkan suara.
Akan tetapi, spruce tidak tidak tumbuh Indonesia. Keberadaannya hanya ada di kawasan Eropa bagian utara. Impor adalah satu satunya jalan mendatangkannya ke Indonesia.
General Manager PT Genta Trikarya Awan Nasution mengatakan, untuk lebih kurang 150 gitar biasanya dibutuhkan 1 kubik kayu. Bila menargetkan 8.000 gitar per tahun, dibutuhkan sedikitnya 54 kubik kayu. Jumlahnya bisa kurang atau lebih bergantung dari serat kayu dan teknik pemotongan kayu.
”Pemotongan tidak boleh sembarangan untuk mencegah kayunya melenting,” katanya.
Pemilihan dawai juga tidak sembarangan. Demi mencari bahan yang tidak berkarat, untuk sementara kebutuhannya masih harus didatangkan dari luar negeri.
”Banyak senar logam sudah dibuat di Indonesia. Namun, butuh biaya tinggi untuk menghasilkan produk berkualitas yang setara. Di sini, biayanya menjadi sangat tinggi karena tidak semua produsen gitar atau konsumen memilihnya,” katanya.
Pilihan mengimpor bahan baku, kata Direktur PT Genta Trikarya Agung Nasution, sempat membuat Genta harus menguras banyak energi. Prosesnya kerap tidak sederhana. Biaya tinggi dan makan waktu yang rawan mengganggu produksi.
Hingga akhirnya dia menemukan solusi lewat Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) bagi Industri Kecil Menengah (IKM) dari Kementerian Keuangan lewat Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Program ini memberi fasilitas pembebasan PPN dan PPN Impor yang diberikan untuk IKM dan UKM yang melakukan pengolahan, perakitan, dan pemasangan bahan baku untuk tujuan ekspor. Ada pula klinik ekspor untuk memberi edukasi dan literasi ekspor bagi pelaku usaha kecil. Semua dilakukan untuk memicu aktivitas ekspor para pelaku usaha lokal.
Selain PT Genta Trikarya, peserta KITE IKM asal Bandung juga ada PT Global Kriya Nusantara, perusahaan pembuat kotak parfum dari emas dan diekspor ke Uni Emirat Arab serta PT Soo Indah Jaya,pembuat sulam atau bordir yang ekspor ke Korea Selatan.
Selain itu, ada juga CV Golden Mulia, perusahaan furnitur yang memproduksi reclining seat untuk pasar Amerika Serikat serta PT Sinar Baru Rajawali, produsen kabel optik.
Berdasarkan data hingga Agustus 2022, semua perusahaan menyerap 612 tenaga kerja. Perusahaan mencatatkan penerimaan investasi Rp 29,28 miliar dan devisa ekspor senilai Rp 36,397 miliar (Kompas.id, 12 Agustus 2022).
”Ke depan, kami akan terus bekerja sama dengan berbagai UMKM untuk memudahkan iklim usaha menjadi jauh lebih baik,” kata Kepala Kantor Bea Cukai Bandung Budi Santoso.
Agung mengatakan merasakan keuntungan ikut KITE. Dari waktu kedatangan barang, apabila sebelumnya membutuhkan waktu pengurusan bahan baku hingga lima hari, kini pihaknya bisa mendapatkannya dalam 1-2 hari tanpa ribet.
Biaya yang harus dikeluarkan perusahaanjuga lebih rendah hingga 20 persen dari sebelumnya. Hal itu membuat harga jua gitar bisa semakin kompetitif. Gitar yang dulu dijual 210 dollar AS, misalnya, sekarang bisa dibanderol 205 dollar AS.
”Dengan kemudahan ini, sekarang kami bisa semakin fokus mengembangkan inovasi dan membuat bisnis tetap terjaga,” kata Agung.
Baca juga : Kawasan Berikat dan KITE Diharapkan Sumbang 40 Persen Ekspor Nonmigas
Inovasi
Musisi Muhammad Suar Nasution bangga memperlihatkan gitar berkelir coklat. Di bagian atas, corak serat kayu besar menjadi aksen yang mendominasi.
”Kayunya pakai pohon mangga. Meski belum sebanyak spruce, peminatnya terus tumbuh, baik di dalam atau luar negeri,” kata Suar, yang kini mengepalai bagian riset dan penelitian di PT Genta Trikarya.
Ide kayu mangga ini muncul enam tahun lalu. Inspirasinya datang setelah melihat pembuatan kerajinan lokal di Filipina.
Saat diterapkan pada gitar di Indonesia, hasilnya jelas tidak mengecewakan. Menggunakan pohon yang tidak produktif lagi, gitar-gitar berbahan pohon mangga kini melanglang buana. Lebih dari sekadar produk lokal, penggunaan pohon mangga dan dukungan penanamannya kembali, sedikit banyak memicu kelestarian alam hingga peningkatan kesejahteraan warga.
Gitarnya tidak hanya merdu tapi ikut memberikan kehidupan bagi warga, mulai dari biaya sekolah hingga hidup sehari-hari. (Haris)
Pohon mangga tidak langka. Keberadaannya melimpah. Banyak warga membudidayakannya. Salah satu sentra mangga yang menjadi mitra Genta ada di Kabupaten Indramayu, Jabar.
Kesejahteraan warga juga potensial terdongkrak. Agung mengatakan, membeli pohon mangga yang sudah tidak produktif. Bila sebelumnya hanya laku untuk kayu bakar, ketika dijadikan bahan pembuatan gitar harganya bisa jauh lebih tinggi. Untuk 1 kubik kayu yang didapatkan dari 3 pohon mangga biasanya dijual Rp 2 juta.
Haris, pengepul kayu mangga asal Indramayu, mengatakan, penggunaan kayu mangga memberikan kesejahteraan bagi warga. Bila sebelumnya pohon tidak produktif berakhir sebagai kayu bakar, kini jauh lebih berharga setelah dijadikan bahan pembuatan gitar.
”Gitarnya tidak hanya merdu, tapi juga ikut memberikan kehidupan bagi warga, mulai dari biaya sekolah hingga hidup sehari-hari,” katanya.
Siapa saja bisa berkarya dan berkontribusi untuk negara. Saat semuanya terus dirintis, berkah tidak terduga muncul ikut mensejahterakan manusia di sekitarnya.
Baca juga : ”Raksasa Laut” Indramayu Tersandera Solar