Kompas Kunjungi Berbagai Kampus di Surabaya Kampanyekan Jurnalisme Berkualitas
Dalam era banjir informasi seperti saat ini, peran media penting karena bisa memberikan informasi yang akurat, terpercaya dan mencerahkan. Salah satu hal yang dilakukan Kompas adalah mengirim wartawan di lapangan.
Oleh
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS-Harian Kompas dan Kompas.id berkeliling ke kampus-kampus di Surabaya untuk mengampanyekan jurnalisme mencerahkan. Dalam kesempatan itu Harian Kompas mengungkap isi dapur redaksi dalam memilih dan menentukan berita.
Roadshow Kompas itu dilakukan tiga hari mulai Rabu (15/3/2023) hingga Jumat (17/3/2023). Hari pertama, Kompas mengunjungi Universitas Surabaya dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Hari kedua Universitas Islam Negeri Sunan Ampel serta Universitas Kristen Petra. Adapun hari ketiga Universitas Airlangga dan Universitas Katolik Widya Mandala, di Surabaya.
Redaktur Pelaksana Harian Kompas dan Kompas.id Adi Prinantyo mengatakan dalam era banjir informasi seperti saat ini, peran media penting karena bisa memberikan informasi yang akurat, terpercaya dan mencerahkan. Salah satu hal yang dilakukan Kompas adalah mengirim wartawan di lapangan, salah satunya adalah mengirim dua wartawan ke medan perang Rusia-Ukraina.
Walau berisiko tinggi dan berbiaya mahal namun hal tersebut tetap dilakukan untuk memenuhi tuntutan akurat, terpercaya dan mencerahkan. "Ketika itu kami lakukan ternyata kami bisa mendapatkan wawancara eksklusif dengan Presiden RI Joko Widodo, saat beliau berkunjung ke Ukraina," kata Adi.
Jurnalisme data juga mendapatkan perhatian dari Kompas. Salah satu konten jurnalisme data yang mendapatkan penghargaan adalah Mau Cepat Impas Pilih Kuliah Keguruan atau Kedokteran? yang memperoleh penghargaan Adinegoro. Selain itu banyak pula liputan berbasis data lainnya di antaranya
Kepala Unit Komunikasi Publik ITS Rahmatsyam mendukung kampanye jurnalisme mencerahkan yang dilakukan Kompas. Saat menyambut tim Kompas di Auditorium Pascasarjana di ITS, Rahmatsyam berharap jurnalisme mencerahkan bisa memberi dampak positif bagi mahasiswa dan masyarakat luas.
Wartawan Kompas Ambrosius Harto Manumoyoso pun berbagi cerita dalam sesi diskusi bertema di balik berita pendakian Elbrus setinggi 5.642 meter di atas permukaan laut. Ambro panggilan akrab Ambrosius menceritakan kisahnya mendaki mahkota Eropa di Rusia 13 tahun yang lalu.
Saat awal mendaki Ambro bersemangat karena ia sangat menyukai kegiatan petualangan. apalagi saat kuliah dia hobi mendaki. Namun saat mendaki ia mulai merasa berat. Walaupun ia berusaha namun tantangan yang ia hadapi besar.
"Saya wartawan, tugas saya membuat cerita saat pendakian. Saat di Elbrus saya menyadari tak ada berita seharga nyawa. Jika kemudian saya cidera saya tak bisa membuat laporan jurnalistik. Jadi saya harus memendam ambisi pribadi," kata Ambro.
Diskusi tentang di balik berita ini banyak direspon oleh mahasiswa. Di Universitas Surabaya Brian, mahasiswa teknik, tertarik dengan cara menyusun berita yang cepat namun tetap akurat.
Saat di ITS pertanyaan yang sama juga ditanyakan oleh para mahasiswa. Adi Prinantyo mengatakan hal itu sangat bisa terjadi karena wartawan sebelum ke lapangan sudah bisa melakukan riset, saat berada di lapangan mereka bisa mendapatkan data lebih lengkap. Proses penulisan pun bisa lebih cepat dilakukan dengan persiapan-persiapan tersebut.