Wilayah Lereng Merapi di Sleman Terkena Hujan Abu Tipis
Gunung Merapi, yang berada di wilayah perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, kembali mengeluarkan awan panas, Selasa (14/3/2023). Hal tersebut memicu terjadinya hujan abu tipis di Sleman.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS – Gunung Merapi, yang berada di wilayah perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, kembali mengeluarkan awan panas, Selasa (14/3/2023). Hal tersebut memicu terjadinya hujan abu tipis di sebagian kawasan lereng gunung, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski demikian, aktivitas warga tidak terpengaruh dengan adanya kejadian itu.
Berdasarkan laporan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), dalam kurun waktu 00.00 hingga 06.00, awan panas meluncur sebanyak dua kali dengan jarak luncur 1.600 meter hingga 2.000 meter ke arah barat daya. Adapun awan panas terakhir terjadi pada pukul 05.59 dengan jarak luncur 1.600 meter yang mengarah ke Kali Krasak, atau barat daya dari gunung tersebut. Saat itu, angin bertiup ke arah tenggara.
Peristiwa itu disusul dengan laporan hujan abu tipis di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hujan abu tipis terjadi sekitar pukul 07.00. Durasinya disebut kurang dari satu jam.
“Itu hujan abunya tipis saja. Warga masih beraktivitas seperti biasa. Entah itu mencari rumput atau pergi ke pasar, mereka bepergian sebagaimana mestinya. Sejauh ini kondisi masih normal-normal saja,” kata Ketua Komunitas Siaga Merapi Glagaharjo Rambat Wahyudi, saat dihubungi, Selasa pagi.
Rambat mengungkapkan, segenap masyarakat desa senantiasa menjaga kewaspadaan seiring dengan peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Merapi. Para sukarelawan juga terus menggiatkan ronda malam untuk memantau aktivitas gunung tersebut. Rencana kontingensi bencana pun telah dimiliki sehingga siap dijalankan sewaktu-waktu.
“Memang, sejauh ini, ancamannya kan berada di arah barat daya. Tetapi, tidak ada salahnya juga kami yang berada di arah tenggara ini tetap waspada. Barak-barak sudah dibersihkan dan bisa digunakan kapan saja ketika terjadi kedaruratan,” kata Rambat.
Lebih lanjut, Rambat menyebut, stok masker milik komunitas sukarelawan mulai menipis. Pihaknya mengaku sudah mengajukan permintaan ke jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman agar mendapatkan tambahan stok. Menurutnya, masker menjadi salah satu barang penting menghadapi ancaman erupsi mengingat wilayahnya berpotensi terdampak hujan abu.
“Harapannya segera memperoleh dropping masker. Kemarin sudah diajukan sesuai dengan jumlah warga. Khawatirnya, kalau nanti banyak warga yang minta, tetapi jumlah masker kami tinggal sedikit. Tidak bisa mencukupi begitu,” kata Rambat.
Menurut analisa BPPTKG, potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas. Khususnya di wilayah sungai yang menjadi jalur luncuran keduanya tersebut. Di sektor selatan hingga barat daya, ancaman luncuran terdapat pada Sungai Boyong sejauh maksimal 5 Km, lalu Sungai Bedog, Sungai Krasak, dan Sungai Bebeng sejauh maksimal 7 Km. Untuk sektor tenggara, ancamannya meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 Km dan Sungai Gendol sejauh 5 Km.
Ancaman lain berupa lontaran material vulkanik berpotensi menjangkau radius 3 Km dari puncak. Namun, it u hanya terjadi jika letusan nanti berjenis eksplosif.
Sebelumnya, Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso menyampaikan, jumlah awan panas guguran mulai menunjukkan tren menurun setelah sempat meningkat beberapa waktu lalu. Akan tetapi, masyarakat diminta terus waspada atas potensi peningkatan aktivitas gunung tersebut. Pasalnya, potensi awan panas guguran juga masih ada. Status Gunung Merapi juga belum berubah, masih bertahan pada Siaga III.
Kondisi tersebut, jelas Agus, didasari oleh masih berlangsungnya suplai magma dari dalam tubuh Merapi. Itu bisa dibuktikan lewat pemantauan aktivitas seismik dan deformasi, atau perubahan tubuh gunung api. Dengan demikian, potensi terjadinya awan panas juga masih ada.
“Dari data pemantauan menunjukkan ada suplai magma, baik dari (wilayah) dalam maupun dangkal. Hal ini menunjukkan masih ada kemungkinan akan terjadi rentetan awan panas berikutnya,” kata Agus.
Di sisi lain, Agus juga meminta warga untuk mewaspadai terjadinya hujan di wilayah puncak Merapi. Hujan disebut memicu terjadinya banjir lahar hujan di sungai-sungai yang berhulu ke Merapi. Ancaman lainnya, hujan berpotensi mengakibatkan ketidakstabilan kubah lava yang bisa saja memunculkan awan panas.