Banjir Merendam Musi Rawas, Terparah dalam Lima Tahun Terakhir
Banjir hingga setinggi 2 meter masih merendam ribuan rumah di tiga kecamatan di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, Selasa (14/3/2023).
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
HUMAS BPBD SUMSEL
Banjir setinggi lebih dari 2 meter merendam rumah di Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, Selasa (14/3/2023).
MUARA KELINGI, KOMPAS — Banjir hingga setinggi dua meter masih merendam ribuan rumah di tiga kecamatan di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, Selasa (14/3/2023). Akibat banjir tersebut, ribuan orang terpaksa mengungsi ke tempat aman. Ini menjadi banjir terparah sejak lima tahun terakhir.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori, Selasa, menuturkan, banjir masih merendam 18 desa di tiga kecamatan di Musi Rawas. Ketiga kecamatan itu adalah Batukuning Lakitan Ulu Cecar, Muara Kelingi, dan Sukakarya.
Berdasarkan laporan, jumlah orang yang terdampak banjir di Musi Rawas lebih dari 8.500 jiwa. Adapun kecamatan yang paling parah terdampak adalah Muara Kelingi dengan 10 desa terendam dan 7.000 warga terdampak.
Sampai saat ini ketinggian banjir masih mencapai 2 meter, terutama yang berada di bantaran Sungai Kelingi. Warga yang rumahnya terdampak banjir sudah dievakuasi ke tempat yang lebih tinggi. ”Tidak ada yang tinggal di tempat pengungsian. Kebanyakan warga memilih tinggal di rumah sanak keluarga terdekat yang tidak terkena banjir,” ujar Ansori.
HUMAS BPBD SUMSEL
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Selatan mengantarkan bantuan paket sembako bagi warga terdampak banjir di Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, Sumsel, Selasa (14/3/2023).
Banjir di Musi Rawas ini merupakan lanjutan dari banjir di Lahat dan Muara Enim beberapa waktu lalu. ”Ketiga kabupaten ini dialiri alur sungai yang sama. Khusus di Kabupaten Musi Rawas, ini adalah banjir yang terparah sejak lima tahun terakhir. Banjir separah ini terakhir terjadi pada 2012 lalu,” ujar Ansori.
Khusus Kecamatan Muara Kelingi bahkan dilanda banjir hampir setiap tahun. ”Memang siklus yang terjadi, air sungai akan meluap dan akan diperparah dengan pasang air laut sehingga banjir akan lebih lama surut,” ungkapnya.
Melihat kawasan yang selalu banjir setiap tahun itu, pemerintah pernah mengusulkan adanya relokasi, tetapi warga menolak dan sudah siap menerima konsekuensi tersebut. ”Itulah sebabnya, sebagian besar rumah yang ada di bantaran Sungai Kelingi berbentuk rumah panggung,” ujar Ansori.
Saat ini bantuan berupa paket sembako sudah bisa diberikan karena akses jalan yang menghubungkan Kecamatan Muara Kelingi dan Sekayu telah bisa dilewati. Khusus bantuan beras, 15 ton sudah dikirim ke kawasan terdampak.
Ansori pun mengingatkan warga untuk tetap waspada karena curah hujan di wilayah tersebut masih tinggi. BMKG memprediksi musim hujan baru akan berakhir pada akhir April. ”Saat ini memang merupakan puncak musim hujan,” katanya.
Kepala Kantor SAR Palembang Hary Marantika menuturkan, 21 personel SAR dari tiga wilayah, yakni Lubuk Linggau, Pagar Alam, dan Ogan Komering Ulu Timur, dikerahkan untuk membantu proses evakuasi korban. ”Untuk banjir di Musi Rawas, tidak ada korban jiwa karena memang warga sudah lebih dulu diungsikan,” ujarnya.
Dibutuhkan komitmen bersama untuk menyelamatkan warga yang terancam banjir.
Proses evakuasi dilakukan tim SAR gabungan yang terdiri dari personel Basarnas, TNI-Polri, dan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaannya, tim terkendala cuaca buruk yang terus mendera serta banyaknya kayu yang membuat perahu karet terhambat atau bocor.
Hary berharap sinergi antar-instansi terus berlangsung untuk menanggulangi bencana di kawasan tersebut. ”Dibutuhkan komitmen bersama untuk menyelamatkan warga yang terancam banjir,” katanya.
BPBD SUMSEL
Banjir merendam areal persawahan di Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kabupaten Empat Lawang, Sumsel, pada 25 Januari 2020.
Gubernur Sumsel Herman Deru berharap kejadian banjir di beberapa daerah menjadi peringatan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola kawasan hulu agar kondisi alamnya tidak rusak. ”Ada dua hal yang menjadi penyebab banjir, yakni gundulnya hutan dan sedimentasi sungai,” ungkapnya.
Karena itu, perlu ada edukasi kepada masyarakat, termasuk korporasi pemilik konsesi, untuk benar-benar merawat alam agar kejadian banjir besar tidak kembali terulang. ”Perlu ada penghargaan bagi yang berhasil merawat lingkungan, tetapi juga sanksi tegas bagi mereka yang gagal atau lalai menjaga lingkungan sekitarnya,” ucap Herman.