Ratusan Warga Tuntut Ranca Upas Bebas dari Perusakan Lingkungan
Prosedur serta izin aktivitas pengunjung di kawasan Ranca Upas bakal dievaluasi setelah aktivitas berkendara luar ruangan di kawasan tersebut yang merusak lingkungan viral di media sosial.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kerusakan lingkungan yang viral di media sosial di kawasan Ranca Upas, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, memicu reaksi masyarakat. Rehabilitasi kawasan hingga aturan yang ketat terkait aktivitas di hutan menjadi perhatian dan perlu dievaluasi demi kelestarian alam.
Kecaman terhadap kerusakan di Ranca Upas diungkapkan melalui aksi unjuk rasa Aliansi Pencinta Alam Jawa Barat di kantor Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Divisi Regional Jabar dan Banten, Kota Bandung, Senin (13/3/2023). Sekitar 200 orang yang terdiri atas berbagai elemen masyarakat berkumpul dan meminta Perhutani bertanggung jawab.
Reaksi muncul saat aktivitas kendaraan lintas medan di Ranca Upas, Minggu (5/3/2023), viral di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Tidak hanya ribuan sepeda motor yang tampak menjejaki area hijau dan rawa, aktivitas ini juga menyebabkan sejumlah area vegetasi, salah satunya bunga rawa, menjadi rusak.
”Kami mendesak Perhutani untuk melarang seluruh aktivitas offroad di hutan lindung di Jabar. Kami juga menuntut pertanggungjawaban dari panitia, pengelola, dan para pihak terkait agar segera melakukan rehabilitasi,” ujar Penanggung jawab Aliansi Pencinta Alam Jabar Dedi Kurniawan.
Unjuk rasa yang digelar di depan kantor tersebut diisi dengan pertunjukan teatrikal dan orasi dari sejumlah peserta. Sempat terjadi ketegangan antara massa aksi dan petugas keamanan serta kepolisian sehingga menyebabkan pintu pagar kantor roboh.
Namun, situasi berhasil diredam saat pihak Perhutani bersedia melakukan audiensi. Kepala Perhutani Divisi Regional Jabar dan Banten Asep Dedi Mulyadi merespons positif massa aksi karena menunjukkan kepedulian publik terhadap lingkungan.
Terkait penghentian kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan, Asep menyatakan, pihaknya tengah mengevaluasi prosedur izin berkegiatan di alam bebas dari berbagai destinasi yang dikelola Perhutani. Secara garis besar, dia mendukung larangan aktivitas yang berdampak buruk terhadap lingkungan.
”Dari pernyataan sikap agar menghentikan semua kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan seperti offroad kemarin, kami juga akan hentikan. Kami akan evaluasi, terutama prosedur dan standar yang ada dari kami,” ujarnya.
Evaluasi ini, lanjut Asep, dilakukan untuk membenahi lingkungan dan memastikan kelestarian alam di kawasan hutan lindung yang dikelola Perhutani. Bahkan, mereka memastikan untuk menutup Ranca Upas sementara waktu untuk pembenahan lokasi serta menyusun prosedur kegiatan yang sesuai dengan lingkungan.
”Kami juga sudah membuat edaran ke sejumlah administrator untuk menghentikan semua acara. Ke depan, kami juga akan mempertegas batas lokasi dari kegiatan pengunjung, seperti perkemahan dan lainnya,” ujar Asep.
Direktur Utama PT Perhutani Alam Wisata sebagai pengelola Ranca Upas, Lucy Mardiana, menambahkan, pihaknya langsung merespons terkait kejadian yang viral di media sosial tersebut. Berbagai kegiatan operasional pun ditutup selama proses pemulihan agar tidak terganggu dengan kedatangan pengunjung.
”Kami menutup Ranca Upas untuk sementara dari berbagai kegiatan operasional agar proses pemulihan bisa berjalan cepat. Saat viral, pasti banyak pengunjung yang ingin melihat langsung area kerusakan,” kata Lucy.