Viral, Keluarga Pasien Radang Otak di Banyumas Curhat Layanan RS di Medsos
Keluarga Geta (18), pasien radang otak, curhat di media sosial terkait layanan di rumah sakit. Menanggapi viralnya kasus itu, kepala dinas kesehatan setempat menyebutkan, pasien sudah ditangani dengan baik.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Cuitan akun Twitter @meysetiawati tentang kisah adiknya, Geta Ramdhani (18), yang didiagnosis mengidap radang otak viral di dunia maya. Mei mempertanyakan layanan rumah sakit umum daerah setempat yang memulangkan sang adik meski kondisinya oleh keluarga dinilai belum memungkinkan untuk pulang. Dinas Kesehatan Banyumas menyebutkan pasien sudah tertangani dengan baik.
Cuitan yang diunggah pada 8 Maret 2023 itu hingga Jumat (10/3/2023) malam telah menghasilkan 1,6 juta tayangan, 4.783 retweet, 485 kutipan, dan 20.000 suka. Saat dikonfirmasi, Nizar Zulmi (31), suami dari Mei Setiawati, membenarkan kisah yang disampaikan sang istri melalui Twitter tersebut.
”Iya, itu seperti yang ditulis di status istri saya Mas,” kata Nizar, warga Ajibarang, saat dihubungi pada Jumat petang.
Mei di Twitter menyebutkan, pada tanggal 10 Februari 2023, sang adik mengeluh sakit sepulang dari Purwokerto. Dia kemudian diantarkan berobat oleh Nizar ke dokter umum di faskes 1. Geta mengeluh demam, kurang selera makan, lemas, dan mudah lelah. Setelah tiga hari berobat, kondisinya memburuk. Pada 16 Februari, air liur terus keluar dan tenggorokannya susah menelan.
Keesokan harinya, Geta diantar ke rumah sakit umum daerah setempat. Dengan layanan fasilitas BPJS kelas III, Geta dirawat di sana. Kemudian, pada 18 Februari, kesadarannya makin menurun dan Geta dirawat di ICU. Geta koma di ICU dan didiagnosis menderita encephalitis (radang otak). Setelah 10 hari di ICU, Geta dinyatakan membaik dan dipindahkan ke Ruang Cendrawasih dengan kondisi selang oksigen masih menempel serta selang infus, kateter, dan selang nasogastrik (NGT) untuk makan terpasang.
Pada hari kelima di Ruang Cendrawasih, perawat mengatakan bahwa esok Geta sudah bisa pulang ke rumah. ”Itu bukanlah berita bagus seperti pasien lain ketika dinyatakan baik dan bisa pulang. Bagi keluargaku, waktu itu adalah kebimbangan dan ragu yang luar biasa,” tulis Mei.
Mei juga menyebutkan, pihaknya menanyakan langsung kepada dokter saraf yang menangani Geta terkait isu kepulangan adiknya. Dokter saraf menjawab, kesehatannya mulai stabil, tinggal menunggu dokter paru. Pada hari keenam, dokter paru didampingi perawat datang ke Ruang Cendrawasih dan mengecek keadaan Geta.
Mei menuliskan: ”Pasien ini mau pulang, Dok,” kata perawat kepada dokter paru sambil membuang muka ke belakang dokter paru tersebut. Si dokter bilang, ”Oh, ya (seperti belum tahu tentang rencana Geta yang diminta pulang)”. Mei melanjutkan, seketika dokter langsung mengajarkan perawatan untuk di rumah nanti.
”Aku jadi penuh tanya: ’Siapa sih yang menginginkan Geta pulang dari RSUD A? Dokter atau rumah sakit?’ Sedangkan keluarga masih ragu untuk membawanya pulang dengan keadaan begitu,” tulis Mei.
Kemudian pada 3 Maret, Geta dinyatakan harus pulang. Hanya selang NGT yang masih terpasang, kateter dan selang infus dilepas. Lagi-lagi hanya matanya yang bergerak. Pihak keluarga mendesak RSUD A untuk membuat rujukan ke RS Margono (faskes III). Disebutkan Mei, RSUD A menolak dengan alasan nanti di RS Margono juga belum tentu diterima karena belum tentu ada ruang IGD dan ICU.
Sambil menunggu obat, lanjut Mei, keluarga mencoba menghubungi ambulans dari komunitas sosial untuk membawa Geta keluar dari RSUD A. Lalu keluarga berinisiatif membawa Geta langsung ke RS ”H”. Di rumah sakit tersebut, Geta bertemu dengan dokter yang sama seperti di RSUD A.
”Yang lebih mengecewakan, RS H menolak dengan dalih ICU di tempatnya penuh. Setelah lama beradu argumen, RS H menyatakan bisa menerima bila pembiayaan tidak ditangguhkan pada BPJS. Kami keluarga dengan rasa kecewa membawa Geta pulang,” tulis Mei.
Di rumah, lanjut Mei, keluarga berjuang untuk merawat Geta dengan menyiapkan susu, vitamin otak, oksigen, popok, dan lain-lain. Keluarga mencoba menghubungi dinas sosial setempat dan juga puskesmas terkait kondisi Geta di rumah. Puskesmas menyampaikan tidak punya wewenang dan meminta mereka kembali ke RSUD A.
Kemudian, tulis Mei, komunitas sosial akan membantu adiknya untuk bisa dirawat di RS Margono. Pada 6 Maret 2023, diagendakan ambulans akan menjemput pukul 10.00, tetapi pukul 08.30 ada ambulans dari RSUD A dengan dua dokter dan satu petugas datang mengunjungi Geta di rumah.
Mei menuliskan, mereka mau melihat keadaan Geta. Suami Mei menanyakan mengapa datang tiba-tiba dan tidak berkabar terlebih dahulu. Mereka hanya menjawab ini perintah dari RSUD A. Kemudian, setelah ambulans dari komunitas sosial tiba, keluarga langsung bergegas membawa Geta ke RS Margono. Di RS Margono, Geta langsung ditangani di IGD dan setelah maghrib, Geta baru dipindahkan ke HCU RS Geriarti Margono, Purwokerto.
”Satu hari di HCU, Geta dipindahkan ke rawat inap Anyelir lantai 4 dan belum tahu sampai kapan (?),” tutup Mei.
Tanggapan Dinkes Banyumas
Menanggapi kabar yang beredar di media sosial mengenai kasus Geta, pasien dengan radang selaput otak yang sempat dirawat di salah satu RSUD di Banyumas, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Widyana Grehastuti dalam keterangan tertulisnya, Jumat malam, menyampaikan bahwa prosedur oleh RSUD tempat awal Geta dirawat sudah dilakukan dengan baik selama 15 hari.
”Sepuluh hari di ICU dan lima hari di ruang rawat inap. Kondisi pasien yang sudah membaik dan memang bisa dirawat di rumah, maka dokter yang merawatnya menyarankan untuk pulang untuk dilanjutkan perawatan di rumah. Diberikan obat dan dijadwalkan kontrol ulang, serta sudah diberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai tata cara merawat,” tutur Widyana.
Terkait dengan pasien yang sekarang dirawat di Rumah Sakit Margono, Widyana mengatakan, saat ini pasien dirawat di ruang rawat inap, bukan di ruang intensif, yang artinya pasien dalam keadaan membaik sebagaimana pada perawatan di rumah sakit pertama dirawat.
”Memang pasien sekarang dirawat di Rumah Sakit Margono di ruang rawat biasa, yang artinya bahwa pasien dalam keadaan stabil sebagaimana saat dirawat di rumah sakit pertama, tapi tetap kami monitor untuk perkembangannya,” katanya.