Berjibaku Mengangkut Rezeki di Pelabuhan Tanjung Perak
Ratusan kuli angkut barang beristirahat di area parkir kendaraan Terminal Penumpang Gapura Surya Nusantara, Surabaya, Rabu (8/3/2023). Mereka duduk santai menikmati embusan angin segar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
RUNIK SRI ASTUTI
Seorang kuli angkut di Gapura Surya Tanjung Perak, Surabaya, membantu membawa barang milik penumpang Kapal Motor Labobar, Rabu (8/3/2023). Mereka menerima upah Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per penumpang
Ratusan kuli angkut barang beristirahat di area parkir kendaraan Terminal Penumpang Gapura Surya Nusantara, Surabaya, Rabu (8/3/2023). Mereka duduk santai menikmati embusan angin segar. Peluh yang membasahi tubuh pun berangsur kering.
”Alhamdulillah hari ini ada KM Labobar yang bersandar, jadi dapat kerjaan. Kemarin tidak ada kapal jadi kami sama sekali enggak ada pemasukan,” ujar Maru, berusia sekitar 70 tahun.
Maru merupakan salah satu kuli angkut barang penumpang di Terminal Gapura Surya Nusantara Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Lelaki yang menekuni pekerjaannya sejak tahun 1990-an ini menghidupi istri, sembilan anak, dan orangtuanya.
Bersama ratusan kuli angkut lainnya, Maru mengais rezeki di pelabuhan setiap hari. Dia menawarkan tenaganya kepada penumpang kapal yang membawa barang saat bepergian. Kuli angkut biasanya tak mematok tarif, tetapi didasarkan hasil tawar-menawar dengan penumpang.
Selama puluhan tahun bekerja di pelabuhan, Maru mengaku mengalami pasang surut penghasilan yang mewarnai kehidupannya. Saat menjelang Lebaran, misalnya, tenaga Maru laku keras karena banyak kapal sandar. Namun, saat cuaca buruk, pendapatannya pun ikut terpuruk.
RUNIK SRI ASTUTI
Beberapa kuli angkut di Gapura Surya Tanjung Perak, Surabaya, bersiap menyambut kedatangan penumpang Kapal Motor Labobar, Rabu (8/3/2023). Terdapat 360 kuli angkut yang beroperasi setiap hari. Mereka menawarkan jasa layanan angkut barang dengan upah Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per penumpang
”Kalau dirata-rata penghasilan kuli sekitar Rp 50.000 setiap hari karena kadang kerja kadang tidak. Beberapa hari belakangan ini tidak ada kapal sandar,” kata Maru.
Kuli angkut lainnya, Mohamad Badri, berusia sekitar 45 tahun, menambahkan, total terdapat 360 porter atau kuli yang bekerja di terminal Gapura Surya. Mereka masuk setiap hari karena tidak ada sistem pengaturan kerja atau sif.
Saat ada kapal penumpang yang bersandar, ratusan buruh angkut itu akan berhamburan menyerbu ke dalam buritan. Mereka merangsek hingga ke dalam bilik-bilik penumpang untuk menawarkan jasa angkutan barang bawaan dari atas kapal hingga ke dalam kendaraan yang menjemput penumpang.
”Soal harga, kami tawar-menawar dengan penumpang, tidak ada pemaksaan. Jumlah barang bawaan juga jadi penentu tarif,” ucap Badri yang sudah bekerja selama 18 tahun.
Menurut Badri, bekerja sebagai kuli angkut menjadi pilihan karena tak memerlukan pendidikan yang tinggi. Cukup bermodal tenaga dan ketekunan mencari penumpang yang mau menggunakan jasanya. Meski demikian, tidak mudah mendaftar jadi kuli pelabuhan karena jumlahnya dianggap sudah banyak sehingga tidak boleh ada penambahan.
RUNIK SRI ASTUTI
Seorang kuli angkut di Gapura Surya Tanjung Perak, Surabaya, membantu membawa barang milik penumpang Kapal Motor Labobar, Rabu (8/3/2023). Mereka menerima upah Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per penumpang
Dia berharap situasi ekonomi semakin membaik sehingga lebih banyak kapal yang sandar di Dermaga Jamrud, Tanjung Perak. Badri bercerita saat pandemi Covid-19 lalu, jumlah penumpang kapal sangat sedikit. Bahkan, banyak kapal yang tidak berlayar karena pembatasan mobilitas masyarakat.
Badri mengatakan, suatu ketika pernah tidak ada kapal penumpang yang bersandar di Tanjung Perak selama beberapa hari sehingga para buruh angkut kesulitan mencari pekerjaan. Mereka berupaya mencari pekerjaan di tempat lain, tetapi tak berhasil sehingga kembali ke pelabuhan.
Para penyedia jasa angkut yang mayoritas berasal dari Pulau Madura ini berharap aktivitas pelayaran semakin ramai sehingga lapangan pekerjaan kembali terbuka lebar. Mereka pun rela menginap di pelabuhan dan tidur dengan alas seadanya demi mengais rupiah dari para penumpang yang memerlukan jasanya.
Sementara itu, salah satu penumpang KM Labobar, Mei (45), mengaku terbantu dengan keberadaan kuli angkut pelabuhan. Dia bepergian dari Makassar ke Surabaya bersama dua anaknya dengan membawa dua koper besar, satu koper kecil, dan tiga tas kecil.
”Saya dan anak-anak tadi membawa tas yang kecil-kecil. Tiga koper dibawa sama porter dari atas kapal sampai ke tempat parkir kendaraan,” ucap Mei.
RUNIK SRI ASTUTI
Suasana terminal penumpang kapal di Gapura Surya Tanjung Perak Surabaya, Rabu (8/3/2023). Ratusan penumpang berjubel saat Kapal Motor Labobar bersandar. Kapal ini melayani perjalanan Surabaya menuju Makassar dan Papua.
Dia bercerita, awalnya, para porter menetapkan tarif Rp 400.000 untuk tiga koper. Namun, setelah ditawar tarifnya turun menjadi Rp 250.000. Mei sebenarnya keberatan dengan tarif tersebut karena dinilai mahal.
Namun, dia tidak punya pilihan karena penumpang harus menuruni tangga dari buritan kapal menuju dermaga sambil membawa barang yang berat. Selain itu, penumpang harus berjalan masuk ke dalam terminal Gapura Surya Nusantara dan keluar menuju parkiran kendaraan yang jaraknya lumayan jauh.
Pengamat transportasi publik Djoko Setijowarno mengatakan, kuli angkut memang tidak memiliki hubungan struktural dengan pengelola pelabuhan. Namun, mereka adalah bagian dari layanan penumpang pengguna moda transportasi umum, terutama kapal.
Oleh karena itulah, para kuli idealnya didata identitasnya, bahkan diberikan seragam agar mereka mudah dikenali. Untuk membangun persaingan yang sehat, para kuli sebaiknya memiliki aturan main yang jelas. Hal itu juga untuk memberikan kepastian tarif serta layanan kepada pengguna jasa.
Djoko menambahkan, pengelola pelabuhan juga harus memberikan pemahaman agar para kuli angkut ini bersikap sopan dan ramah serta tidak boleh memaksa penumpang untuk menggunakan jasanya. Saat bersamaan, kuli angkut juga harus memiliki integritas yang tinggi karena mereka bersentuhan dengan barang milik penumpang.
”Jangan sampai ada barang hilang atau bahkan dicuri oleh kuli angkut. Pengelola harus melakukan pengaturan atau pengorganisasian, pembinaan secara rutin, pendampingan, dan pengawasan,” ucap Djoko.