Penyelundupan 64 Ekor Kacamata Wakatobi Digagalkan di Kendari
Sebanyak 64 ekor burung kacamata Wakatobi ditemukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara. Burung endemik ini akan dikirim ke Sulawesi Selatan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Burung kacamata wangi-wangi yang diselamatkan BKSDA Sultra dari kapal penumpang di Pelabuhan Kendari, seperti terlihat di kantor BKSDA Sultra, di Kendari, Kamis (9/3/2023).
KENDARI, KOMPAS — Sebanyak 64 ekor burung kacamata wakatobi (Zosterops flavissimus) yang hendak diselundupkan ditemukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara. Burung endemik ini akan dikirim ke Sulawesi Selatan, tapi 21 ekor di antaranya telah mati. Petugas kehilangan jejak penyelundup satwa tersebut.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sultra La Ode Kaida menuturkan, puluhan ekor burung endemik asal Kabupaten Wakatobi, Sultra, ini ditemukan di kapal penumpang pada Selasa (7/3/2023) malam, di Pelabuhan Kendari, Sulawesi Tenggara. Burung ditemukan di dek KM Napoleon 777 yang berangkat dari Pelabuhan Wanci, Wangi-wangi, pulau utama di Kabupaten Wakatobi.
”Kami memperoleh informasi adanya burung endemik di kapal tersebut. Setelah berkoordinasi dengan instansi terkait, kami lalu naik ke kapal dan menemukan ada 64 ekor burung di dalam sebuah sangkar yang ditutup kardus,” kata Kaida, di Kendari, Kamis (9/3/2023).
Puluhan ekor burung ini dikirim tanpa dokumen keluar dari Wakatobi. Diduga, burung ini akan dikirim ke wilayah Sulawesi Selatan. Meski begitu, tim BKSDA Sultra tidak berhasil menemukan jejak pengirim. Awak kapal pun mengaku tidak mengetahui siapa pengirim burung tersebut. ”Kami masih telusuri kasus ini dan berkoordinasi dengan pihak penegakan hukum,” katanya.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Burung kacamata wangi-wangi yang diselamatkan BKSDA Sultra dari kapal penumpang di Pelabuhan Kendari, seperti terlihat di kantor BKSDA Sultra, di Kendari, Kamis (9/3/2023).
Burung endemik ini lalu dibawa ke kantor BKSDA Sultra. Burung ini akan dikembalikan ke Wakatobi untuk dilepasliarkan. Puluhan ekor burung ini dikumpulkan dalam satu sangkar.
Meski diberi makan dan minum, beberapa ekor di antaranya telah mati dalam perjalanan, dan sebagian mati saat diidentifikasi di kantor BKSDA Sultra. Hingga Kamis sore, sebanyak 21 ekor burung ini mati.
Febriangga Hermawan, anggota staf penyuluh BKSDA Sultra, menyampaikan, burung endemik ini diburu karena suaranya yang menarik. Warnanya yang hijau-kuning terang dengan lingkaran putih di mata membuat tampilan burung ini semakin menarik.
”Meski endemik, status konservasi burung ini belum ditentukan. Ada empat jenis burung kacamata di Indonesia yang dilindungi, tapi burung kacamata wakatobi ini belum ada status dilindungi,” katanya.
Meski belum ada status konservasi, Febriangga menjelaskan, mengeluarkan hewan ini tidak boleh dilakukan tanpa ada dokumen dan kuota. Terlebih lagi, dengan kondisi burung yang endemik, membuatnya sulit beradaptasi di tempat lain.
”Makanya, burung ini harus segera dibawa kembali ke habitatnya untuk dilepasliarkan. Semakin lama di luar habitatnya, dia akan semakin terancam,” ujarnya.
Di Wakatobi, terdapat dua jenis burung kacamata, yaitu kacamata wakatobi dan kacamata wangi-wangi. Kedua burung ini memiliki persamaan lingkar putih di sekitar mata yang menyerupai kacamata.
Usulan dari dulu adalah memasukkan burung ini dengan kategori rentan terhadap kepunahan.
Akan tetapi, warna bulu keduanya berbeda, termasuk warna paruh. Tidak hanya itu, kacamata wangi-wangi termasuk jauh lebih endemik karena hanya ada di satu pulau, yaitu Pulau Wangi-wangi yang merupakan ibu kota Wakatobi.
Adi Karya, akademisi dan peneliti burung dari Universitas Halu Oleo (UHO), menuturkan, burung kacamata wakatobi ramai diperdagangkan sekitar tujuh tahun terakhir. Pamor burung ini naik setelah para pencinta burung menjadikannya sebagai ”mainan” baru di kontes kicau burung. Burung ini disebut dengan nama peleci oleh para pencinta burung.
Akhirnya, burung dari banyak daerah diperjualbelikan, meski status burung tersebut terancam. Akan tetapi, burung kacamata wakatobi berbeda dengan daerah lain karena hanya berdiam di pulau tersebut.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Petugas BKSDA Sultra menunjukkan kima siap edar yang diselundupkan dari Wakatobi, di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada April 2020.
”Khusus untuk burung kacamata wangi-wangi, di mana itu hanya ada di pulau tersebut, menjadikan kondisi satwa ini sangat khusus. Karena itu, usulan dari dulu adalah memasukkan burung ini dengan kategori rentan terhadap kepunahan,” ujar Adi.
Seharusnya, ia melanjutkan, pemerintah daerah segera mengambil langkah terkait kondisi burung ini. Jika pengusulan status konservasi di tingkat pusat cukup panjang, Pemkab Wakatobi dapat membuat peraturan daerah terkait status burung ini agar terlindungi.