Pakar Hukum Ungkap Penyelidikan Kasus Puskesmas Bungku Tidak Sah
Selagi masih tahap pemeliharaan pembangunan, dalam proyek Puskesmas Bungku belum bisa ditemukan penyimpangan atau perbuatan melawan hukum pidana karena masih pada proses penyelesaian menurut hukum administrasi negara.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
DOKUMENTASI DINKES BATANGHARI
Pelayanan vaksinasi massal di Puskesmas Bungku, Kabupaten Batanghari, Jambi, 2021.
JAMBI, KOMPAS — Pakar hukum menilai penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Puskesmas Bungku di Kabupaten Batanghari, Jambi, tidak sah. Kasus itu semestinya diselesaikan secara administratif terlebih dahulu, tetapi penyidik langsung membawanya ke ranah pidana.
”Penyidikan pidana sebelum proses pembangunan selesai adalah tidak sah,” kata Sukamto, pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Jambi (Unja), yang hadir sebagai saksi ahli dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jambi, Kamis (9/3/2023). Selain Sukamto, hadir pula Dekan Fakultas Hukum Unja Usman sebagai saksi ahli.
Penilaian itu disampaikan menjawab pertanyaan kuasa hukum dan jaksa penuntut umum terkait pembangunan Puskesmas Bungku yang belum selesai prosesnya, tetapi sudah ditindak ke hukum pidana. Sidang itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Yandri Roni.
Menurut Sukamto, tahap pemeliharaan pembangunan proyek belum bisa ditemukan penyimpangan atau perbuatan melawan hukum pidana karena masih pada proses penyelesaian menurut hukum administrasi negara. Kejaksaan Agung juga telah menyiapkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 14 Tahun 2016 berisikan instruksi terkait pengamanan dan pengawalan pelaksanaan proyek pemerintah.
Melalui aturan tersebut, Jaksa Agung menginstruksikan jajarannya agar tidak melakukan penyelidikan atau penyidikan ketika proyek berjalan. Penyelidikan atau penyidikan baru dapat dilakukan setelah proyek selesai, kecuali ditemukan bukti kuat ada suap-menyuap dalam tahapan pelaksanaan proyek tersebut. ”Begitu proyek berjalan, jangan dulu dilakukan, biar proyeknya selesai dulu. Nanti, kan, ada audit BPK,” ujarnya.
DOKUMENTASI DINKES BATANGHARI
Pelayanan vaksinasi massal di Puskesmas Bungku, Kabupaten Batanghari, Jambi, 2021.
Kalaupun ada kekurangan, tambah Sukamto, masih ada waktu 60 hari untuk diperbaiki. Jika penyelenggara pembangunan tidak memperbaikinya, barulah penanganan kasusnya masuk ke ranah pidana.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun juga menetapkan bahwa penyidikan terhadap proyek pembangunan yang masih dalam tahap pemeliharaan dinyatakan tidak sah.
Sebagaimana diketahui, Puskesmas Bungku di Kabupaten Batanghari dibangun dua lantai. Puskesmas itu digadang-gadang menjadi fasilitas layanan medis 24 jam yang strategis memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitar Jambi, khususnya warga komunitas pedalaman, seperti Orang Rimba dan suku Batin Sembilan.
Lewat dana alokasi khusus tahun 2020, gedung puskesmas dibangun dengan anggaran Rp 7,2 miliar. Proyeknya ditargetkan memakan waktu 150 hari kerja dan berakhir pada 14 Desember 2020.
Puskesmas Bungku resmi beroperasi pada 13 Juli 2021. Gedung itu sempat digunakan sebagai tempat perawatan pasien Covid-19, program vaksinasi massal Covid-19, serta pelayanan medis umum lainnya. Hingga kini, gedung puskesmas juga masih beroperasi.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Seorang anak dalam gendongan ibunya yang menunggu bantuan beras bagi komunitas Orang Rimba di Jambi, Minggu (3/7/2022). Bantuan beras disalurkan oleh Kepolisian Daerah Jambi.
Namun, oleh penyidik Kepolisian Daerah Jambi, proyek tersebut dinyatakan gagal bangunan dan ada total loss berdasarkan penilaian ahli dari Institut Teknologi Bandung. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jambi lalu diminta penyidik untuk melakukan audit. BPKP lalu menyatakan adanya kerugian negara sebesar Rp 6,3 miliar.
Dari situ, penyidik lalu mengumumkan tujuh tersangka, yakni mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari Elfi Yennie, Zuldistra Fauzi dan Rudi Harianto dari Tim Pokja Pembangunan Puskesmas Bungku, serta empat lainnya selaku pelaksana pembangunan puskesmas, yakni Abu Tholib, Adil Ginting, Delly Himawan, dan M Fauzi.
Kewenangan
Menurut Usman, BPKP tidak berwenang menyatakan kerugian negara. Kewenangan tersebut ada pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu sesuai Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2023 bahwa BPKP hanya berwenang mengaudit pengeluaran keuangan negara/daerah, serta pengawasan internal. Namun, yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara adalah BPK, sesuai UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Sesuai ketentuan, BPKP Jambi seharusnya menyerahkan hasil auditnya kepada BPK untuk diperiksa. Jika ada temuan kerugian negara, BPK adalah yang berwenang menyatakannya.
Terkait pembangunan Puskesmas Bungku, BPK tidak menyebutkan adanya kerugian negara. BPK menyebut adanya kelebihan bayar senilai Rp 260 juta. Kelebihan bayar bukanlah tindak pidana. Adapun kelebihan bayar tersebut telah dikembalikan ke kas negara.
Seusai penjelasan kedua saksi ahli, Hakim Yandri Roni menjadwalkan pengecekan lapangan pada Jumat (9/3/2023). Pengecekan itu akan dilakukan hakim bersama-sama kuasa hukum dan jaksa penuntut umum.