Masyarakat Maluku Berharap Kapal Perintis Tetap Diizinkan Mengangkut Ternak
Larangan kapal perintis mengangkut ternak kambing memukul ekonomi masyarakat di Maluku Barat Daya. Warga meminta larangan itu dicabut.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
TIAKUR, KOMPAS — Masyarakat dari sejumlah pulau berharap pemerintah mencabut larangan pengangkutan ternak menggunakan kapal perintis yang beroperasi di Provinsi Maluku. Selama ini, masyarakat setempat mengandalkan kapal perintis untuk menyangkut ternak lantaran tak ada kapal ternak yang beroperasi di sana.
Jafet Leisere (65), peternak dari Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, menuturkan, sejak awal tahun 2023 ini, kapal perintis KM Sabuk Nusantara 34 menolak mengangkut kambing. Padahal selama ini kapal tersebut mengangkut ternak dari Kisar ke sejumlah daerah di Maluku.
”Kami kaget saat pihak syahbandar dan awak kapal tiba-tiba mengeluarkan larangan. Mereka sadar atau tidak? Kalau tidak pakai kapal perintis, kami pakai kapal apa? Mereka seharusnya paham dengan kondisi di sini,” ujar Jafet dengan nada kecewa.
Bertahun-tahun sudah Jafet mengirim kambing ke luar Kisar dengan tujuan Ambon dan Maluku Tenggara hingga ke wilayah Papua. Dengan menggunakan kapal perintis, waktu pelayaran dari Kisar ke Ambon sekitar dua hari.
Menurut dia, pengiriman terbanyak ketika hari raya Idul Adha. Untuk tujuan Ambon, ia bisa mengirim hingga 80 ekor dengan rata-rata harga satu ekor kambing Rp 1 juta sampai Rp 2 juta.
Ternak kambing di Kisar hampir semuanya dijual ke luar. ”Sebab di Kisar tidak ada yang beli kambing karena semua di sini peternak. Orang di sini juga jarang makan kambing,” katanya.
Atus Ruru (43), peternak dari Pulau Lakor, menambahkan, ternak kambing dari Lakor, Kisar, Moa, dan beberapa pulau terdekat lainnya, selama ini dikirim menggunakan kapal perintis KM Sabuk Nusantara 34 dan KM Pesona yang kini diganti KM Sabuk Nusantara 60. Tidak ada masalah dalam pengiriman tersebut.
Tarif pengiriman satu ekor kambing dari Lakor ke Ambon Rp 100.000. ”Kalau pemerintah ingin menaikkan tarif juga tidak apa-apa. Intinya ada kapal untuk mengangkut komoditas ternak dari sini,” ucapnya.
Pengiriman ternak menggunakan kapal perintis lantaran di daerah itu tidak ada kapal ternak. Di Indonesia terdapat 6 unit kapal ternak yang beroperasi mengangkut ternak sapi. Jangkau terjauh kapal ternak untuk wilayah timur Indonesia adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Menurut dia, tidak diizinkannya pengiriman ternak menggunakan kapal perintis menyebabkan ekonomi masyarakat terpukul. Hal ini mengingat beternak kambing merupakan mata pencarian utama masyarakat di sana.
Tidak diizinkannya pengiriman ternak menggunakan kapal perintis menyebabkan ekonomi masyarakat terpukul. (Atur Ruru)
Anos Yeremias, anggota DPRD Provinsi Maluku asal daerah pemilihan Maluku Barat Daya dan Kepulauan Tanimbar, mengatakan, suplai kambing di Maluku berasal dari pulau-pulau tersebut. Ketika Idul Adha, lebih kurang 1.000 ekor kambing dikirim dari Maluku Barat Daya ke Ambon.
Data Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, pada tahun 2020 menunjukkan populasi kambing di Kabupaten Maluku Barat Daya sebanyak 127.288 ekor atau 53,2 persen dari populasi keseluruhan di Maluku, yakni 239.130 ekor. Adapun di Maluku terdapat 11 kabupaten/kota.
Anos meminta Kementerian Perhubungan agar melakukan kajian ulang atas larangan tersebut. ”Kapal perintis adalah urat nadi transportasi di daerah kepulauan dan terpencil yang selama ini sangat membantu masyarakat, termasuk untuk mengangkut ternak,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Arif Toha lewat pesan singkat menegaskan tidak ada larangan tersebut. ”Terkait kapal perintis, tidak ada larangan dari pusat untuk memuat ternak sepanjang tidak mengganggu kenyamanan penumpang,” katanya. Namun, di lapangan pelarangan terjadi.