Aktivitas mengonsumsi kopi asli papua menjadi rutinitas masyarakat sehari-sehari. Usaha menjual kopi memberikan keuntungan yang signifikan dan menjadi salah satu lapangan pekerjaan yang diminati generasi muda.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·6 menit baca
Menikmati secangkir kopi asli papua di Kota Jayapura tak hanya dapat dilakukan di rumah atau tempat khusus yang jumlahnya terbatas. Di kota ini, mengonsumsi kopi kini bisa dilakukan di mana saja. Menyeruput kopi sudah menjadi rutinitas harian masyarakat setempat karena pelaku usaha kafe, kedai, dan penjual kopi yang menggunakan gerobak terus menjamur dalam lima tahun terakhir di ibu kota Provinsi Papua itu.
Gerimis mengguyur Kota Jayapura pada Minggu (5/5/2023) sekitar pukul 19.00 WIT. Tampak ratusan warga berlalu-lalang di Taman Imbi Jayapura yang berhias langit tanpa bintang malam itu. Hujan bukan penghalang bagi sekitar 300 warga untuk memadati taman yang menjadi salah satu ikon Kota Jayapura ini.
Ratusan orang ini mengikuti kegiatan Irian Creative Week (ICW) yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Kota Jayapura bersama Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Papua. Nama kegiatan ini sesuai dengan nama Jalan Irian di Taman Imbi yang merupakan salah satu lokasi bersejarah di Kota Jayapura.
Suasana pun ramai karena bertepatan dengan momen pembukaan ICW yang diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun Kota Jayapura ke-113 pada 7 Maret 2023. ICW berlangsung selama tiga hari.
Kegiatan ICW tidak hanya menghadirkan acara perlombaan seni tradisional dari Kota Jayapura, seperti tarian Yospan dan panggung hiburan yang dimeriahkan oleh artis setempat. Terdapat juga 40 stan yang menampilkan aneka usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sepanjang ruas jalan yang berdekatan dengan panggung hiburan kegiatan ICW.
Salah satu pelaku UMKM adalah Kafe Meja Kopi. Saat ditemui Kompas, Lita Numberi, perintis tempat usaha itu, bersama dua rekan kerjanya tampak sibuk melayani pengunjung ICW yang ingin merasakan kopi buatan mereka.
Harga segelas kopi yang dijual Meja Kopi sangat terjangkau, yakni dari Rp 20.000 hingga Rp 38.000. Penghasilan dari setiap kegiatan seperti ICW, yang diikuti oleh Meja Kopi dan lima UMKM berbasis kopi, bisa mencapai minimal Rp 1 juta per hari.
Salah satu produk unggulan yang dijual Kafe Meja Kopi adalah Mr Dinda yang merupakan campuran kopi, susu, dan gula aren. Sehari-hari, Lita bersama enam rekan kerjanya juga memasarkan produk minuman Meja Kopi di sebuah ruko berlantai dua di pusat sentra bisnis Dok II, Distrik (Kecamatan) Jayapura Utara.
”Kami sangat bersyukur dapat meraih penghasilan sekitar Rp 50 juta per bulan dengan berjualan di ruko dari senin hingga sabtu. Kami hanya menggunakan bahan baku kopi dari Papua, misalnya kopi arabika tiom dari Kabupaten Lanny Jaya dan kopi arabika abmisibil dari Kabupaten Pegunungan Bintang,” tutur wanita berusia 28 tahun ini.
Memasarkan produk kopi asli Papua tidak hanya di ruko seperti yang dilakukan Meja Kopi. Usaha Q’tong Pu Kopi yang berarti kopi milik kita memasarkan minuman kopi asli Papua dari Pegunungan Bintang dan Paniai menggunakan enam gerobak di sejumlah lokasi di Kota Jayapura.
Para pekerja di Q’tong Pu Kopi merupakan anak-anak jalanan yang tergabung dalam Komunitas Anak Jantung Kota Jayapura. Salah satu pekerja Q’tong Pu Kopi yang ditemui Kompas pada Selasa (7/3/2023) di Taman Imbi Jayapura bernama Valdes Maryen yang baru berusia 14 tahun.
”Sa (Saya) sangat senang bekerja sebagai barista di Q’tong Pu Kopi. Dengan penghasilan dari berjualan kopi, sa bisa membayar biaya sekolah. Sa ingin menjadi seorang polisi supaya bisa membantu mama yang selama ini berjualan sirih pinang, sementara ayah sa sudah meninggal,” kata Valdes.
Kami ingin anak-anak jalanan di Kota Jayapura yang rentan terlibat perbuatan kriminal dan menggunakan narkoba dapat fokus untuk berwirausaha. Melalui Q’tong Pu Kopi, mereka bisa terlibat kegiatan yang positif dan mendapatkan penghasilan secara rutin.
Naomi Selan selaku pendiri Komunitas Anak Jantung Kota Jayapura mengungkapkan, pihaknya bersinergi dengan Pemkot Jayapura dan Kamar Dagang Indonesia Kota Jayapura dalam Program Ekonomi Hijau untuk penyediaan enam gerobak sebagai alat kerja UMKM Q’tong Pu Kopi. Total sebanyak 30 orang dalam komunitas ini yang telah mendapatkan pelatihan barista.
”Kami ingin anak-anak jalanan di Kota Jayapura yang rentan terlibat perbuatan kriminal dan menggunakan narkoba dapat fokus berwirausaha. Melalui Q’tong Pu Kopi, mereka bisa terlibat kegiatan yang positif dan mendapatkan penghasilan secara rutin,” ucap Naomi.
Selain Meja Kopi yang memasarkan produknya di lokasi khusus dan Q’tong Pu Kopi dengan gerobak, terdapat juga UMKM yang berjualan di lokasi yang sangat strategis di pinggiran jalan umum. Salah satu UMKM itu adalah kafe Kopi Djuang di daerah Abepura, Distrik Jayapura Selatan.
Kopi Djuang di Abepura menjadi salah satu tempat yang ramai dikunjungi kawula muda hingga pekerja kantoran dari pagi hingga malam hari. Jumlah pengunjung pada senin hingga jumat sekitar 100 orang per hari, sedangkan jumlah pengunjung pada akhir pekan dapat mencapai 200 orang.
Terdapat enam pemuda setempat yang bekerja di Kopi Djuang Abepura. Omzet penjualan di Kopi Djuang Abepura pada senin hingga jumat dapat mencapai Rp 5 juta per hari, sedangkan omzet penjualan pada sabtu dan minggu bisa menembus hingga angka Rp 7 juta.
”Kopi Djuang Abepura merupakan cabang kedua dari tempat usaha kami. Salah satu lokasi Kopi Djuang berada di Jalan Setiapura, Paldam, Distrik Jayapura Utara. Kami berharap tempat ini tidak hanya untuk mencari rejeki, tetapi juga melatih semangat berwirausaha generasi muda Papua,” kata Ferdian Saka, salah satu dari tiga orang yang merintis usaha Kopi Djuang.
Lilian Sembor, salah seorang warga Kota Jayapura, hampir setiap hari mengunjungi kafe. Tidak hanya untuk menikmati kopi asli Papua, perempuan yang bekerja di salah satu dinas di Pemprov Papua ini mengaku sering menghabiskan waktu untuk berbincang dengan sahabat dan rekan kerjanya di kafe.
”Saat ini, kafe di Jayapura tidak hanya sebagai tempat nongkrong dan mengonsumsi kopi asli Papua. Kantor kami juga beberapa kali melaksanakan rapat di kafe yang memiliki tempat yang luas. Harapannya upaya ini juga dapat membantu para pelaku UMKM agar terus bertahan dalam memasarkan kopi dari Papua,” kata Lilian.
Festival kopi
Ketua Komunitas Kopi Numbay, Roger Liem, mengungkapkan, geliat UMKM kopi, baik di kafe, kedai, maupun gerobak, dipicu setelah pelaksanaan Festival Kopi Papua yang pertama kali di Kota Jayapura pada 2018. Melalui festival itu, lanjut Roger, banyak pelaku UMKM, terutama para pemuda, menyadari besarnya potensi kopi asli Papua untuk mendapatkan rezeki sehingga minat masyarakat untuk mengonsumsi kopi pun semakin meningkat.
Roger memaparkan, sebanyak 50 pelaku UMKM kini tergabung di Komunitas Kopi Numbay. Adapun rata-rata omzet penjualan anggota Komunitas Kopi Numbay berkisar dari Rp 5 juta hingga Rp 100 juta per bulan. Komunitas Kopi Numbay juga melaksanakan kegiatan pelatihan barista bagi para pemuda-pemudi Papua yang ingin berwirausaha.
”Salah satu faktor populernya budaya mengonsumsi kopi di Kota Jayapura karena dukungan dari pemerintah daerah setempat dan lembaga perbankan. Misalnya Dinas Pariwisata Kota Jayapura, Bank Indonesia, dan sejumlah bank yang melibatkan kami dalam setiap kegiatan atau festival. Dalam setahun, kami bisa mengikuti hingga lima kegiatan yang sangat menguntungkan,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura Matias Mano mengatakan, pelaku UMKM produk kopi merupakan bagian dari ekonomi kreatif yang tren di Kota Jayapura dalam beberapa tahun terakhir. Pemkot Jayapura sangat mendukung komunitas UMKM kopi dengan menyediakan stan saat pelaksanaan festival budaya ataupun kegiatan lainnya tanpa dibebankan biaya.
”Kami juga memberikan area di Taman Imbi Jayapura sebagai pusat UMKM kopi jalanan setiap sore hingga malam hari. Saat ini, para pemilik usaha tersebut berjualan tanpa dikenai biaya retribusi untuk Pemkot Jayapura. Kami hanya meminta mereka agar menjaga kebersihan dan keamanan di area tersebut,” ujarnya.