Kaltim Tambah Dua Model Pembangunan Hijau dalam Mengelola Lahan Basah
Sepanjang 2016-2022, Kaltim punya 11 inisiatif model pembangunan hijau. Mulai tahun ini, Kaltim menambahkan dua model dalam mengelola ekosistem lahan basah. Tujuan program tersebut untuk mengelola SDA berkelanjutan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
DOKUMENTASI YAYASAN KONSERVASI ALAM NUSANTARA
Danau gambut.
BALIKPAPAN, KOMPAS — Mulai 2023, Kalimantan Timur menambah dua inisiatif pembangunan hijau dalam pengelolaan ekosistem lahan basah. Model tersebut diterapkan di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur.
Sekretaris Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kalimantan Timur Soeyitno Soedirman mengatakan, dari berbagai analisis, dua titik dinilai cocok untuk penerapan model tersebut. Keduanya adalah Desa Muara Siran, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara; dan Danau Kenohan Suwi, Muara Ancalong, Kutai Timur.
”Mesangat-Suwi merupakan ekosistem lahan basah. Adapun di Muara Siran merupakan ekosistem lahan gambut. Itu menjadi model tambahan dari 11 insiatif model yang sudah terbentuk berdasarkan kesepakatan pembangunan hijau,” kata Soeyitno saat dihubungi, Senin (6/3/2023).
Kesepakatan pembangunan hijau yang ia maksud adalah aksi kolaboratif yang menggandeng berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, lembaga nonpemerintah, perguruan tinggi, masyarakat adat, maupun masyarakat sipil. Kesepakatan itu bertujuan mempercepat pencapaian Kaltim hijau, yakni pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
KOMPAS/SUCIPTO
Nelayan beraktivitas di sebuah danau di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (27/11/2019).
Lahan basah yang berada di Desa Muara Siran ialah ekosistem gambut yang pengelolaannya didampingi sebuah yayasan sejak 2012. Mereka merestorasi sekaligus merehabilitasi lahan gambut. Salah satunya melalui pengembangan budidaya sarang burung walet sebagai salah satu sumber pendapatan warga.
Warga diberi pemahaman bahwa burung walet amat tergantung dengan ekosistem gambut dan hutan di sekitarnya. Sebab, makanan walet yang berupa serangga banyak berkembang biak di lahan gambut dan hutan di sekitarnya. Jika ekosistem tersebut rusak, kata Soeyitno, berpotensi membuat hasil panen sarang walet warga turun.
”Kami sebagai warga yang tinggal di sana berkomitmen menjaga hutan. Itu berpengaruh ke kami juga. Kalau hutan rusak, produksi sarang walet bisa berkurang,” kata Ketua Lembaga Pengelolaan Sumber Daya Alam Muara Siran Abdul Agus Nur.
Sementara itu, dua yayasan lain menjalankan program lahan basah di Danau Mesangat dan Danau Kenohan Suwi. Mereka membantu pengelolaan kawasan ekosistem esensial di Mesangat-Suwi dengan spesies endemik buaya badas hitam (Crocodylus siamensis) yang statusnya dilindungi. Selain itu, kawasan seluas 13.000 hektar ini juga menjadi habitat kucing tandang, bekantan, buaya senyulong, bangau tong-tong, dan ikan belida.
KOMPAS/SUCIPTO
Perahu nelayan melintasi sebuah danau di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, saat senja, Selasa (26/11/2019).
Kawasan tersebut amat unik. Bentang lahan berupa rawa dan riparian menjadi tempat tinggal sejumlah satwa khas dan dilindungi. Kendati demikian, ada sejumlah tantangan dalam menjaga kawasan tersebut. Sejumlah warga masih menggunakan alat tangkap listrik. Beberapa pekebun juga membuka lahan di riparian untuk menanam sawit.
Ketua Kelompok Kerja Mitigasi DDPI Kaltim Fajar Pambudi mengatakan, butuh kerja sama banyak pihak supaya kawasan tersebut dikelola secara berkelanjutan. Salah satunya dukungan pemerintah dalam membuat peraturan larangan penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan.
Kesepakatan pembangunan hijau telah mengembangkan 11 inisiatif model.
”Tujuannya, kegiatan tersebut menyeimbangkan aspek ekonomi dan ekologi, memiliki potensi pembiayaan dan pendanaan, berpotensi untuk direplikasi dan berkelanjutan, serta memiliki potensi hasil dalam tiga tahun,” kata Pambudi.
Implementasi kesepakatan pembangunan hijau di Kaltim berada di bawah koordinasi DDPI Kaltim dengan dukungan Yayasan Konservasi Alam Nusantara. Sejak dideklarasikan pada 2016 dan berjalan hingga 2022, kesepakatan pembangunan hijau telah mengembangkan 11 inisiatif model.
Inisiatif model tersebut adalah Program Karbon Hutan Berau, Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund, dan Perkebunan Berkelanjutan. Selain itu, Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Wehea-Kelay, Perhutanan Sosial, dan Penguatan Kesatuan Pengelolaan Hutan.
Ada pula Program Kampung Iklim (Proklim), Kemitraan Pengelolaan Kawasan Delta Mahakam, Implementasi Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan (Sigap), Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun, serta Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Kota Balikpapan.