Jelang Ceng Beng, Perajin Rumah-rumahan Leluhur Mulai Terima Pesanan
Tradisi warga keturunan Tionghoa mengirim doa bagi leluhur lewat pembakaran rumah-rumahan serta perlengkapannya masih berlangsung hingga kini di Banyumas, Jawa Tengah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Menjelang Bulan Ceng Beng, perajin rumah-rumahan leluhur atau dikenal juga dengan kouw coa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mulai menerima pesanan. Rumah-rumahan leluhur yang akan dibakar pada awal April dipesan warga keturunan Tionghoa untuk mengirim doa bagi keluarganya yang telah meninggal.
”Ada tujuh set kouw coa yang dipesan untuk Ceng Beng. Dua set sudah selesai dan dikirim. Ini masih proses membuat sisanya,” kata Ari Wibowo (38), perajin, saat ditemui di kiosnya di kompleks Pasar Purwodadi, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (5/3/2023) sore.
Ari dibantu istri dan dua anaknya sedang merangkai bambu untuk kerangka rumah-rumahan leluhur. Dengan lem dan kertas, bilah-bilah bambu itu disambung dan dibentuk. ”Satu set terdiri dari rumah, dua gunungan, tandu, kapal, kupu-kupu, gerbang atau garasi, koper, mobil, dan penjaganya,” kata Ari yang melanjutkan keterampilan membuat kouw coa dari kakeknya.
Rangka bambu rumah-rumahan leluhur itu nantinya dibalut dengan aneka kertas, mulai dari kertas manila, karton, asturo, hingga kertas payung. ”Pembuatan satu set rumah-rumahan ini butuh waktu 4-5 hari. Paling lama memang untuk membelah bambu. Per set biasanya butuh tiga batang bambu yang masing-masing panjangnya sampai 4 meter. Kadang dibantu pemuda sekitar sampai lima orang,” ujar Ari yang sehari-hari bekerja membuat karangan bunga.
Desi Iriyanti, istri Ari, menambahkan, ada sejumlah ukuran yang biasa dipesan. Kouw coa ukuran kecil memiliki panjang 2 meter, lebar 1,6 meter, dan tinggi 1,8 meter. Ukuran kecil dijual Rp 5 juta. Ukuran medium memiliki panjang 3 meter, lebar 1,8 meter, dan tinggi 2,5 meter seharga Rp 8 juta. Ada pula ukuran besar yang memiliki panjang 5 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 3 meter seharga Rp 15 juta.
”Pesanan berasal dari Banyumas dan daerah sekitarnya, seperti Wonosobo dan Kebumen. Ada juga pesanan orang Purwokerto yang merantau ke Jakarta. Nanti saat Ceng Beng, dia mau pulang ke Purwokerto dan membakar rumah-rumahan ini di sini,” tuturnya.
Selain di Purwokerto, Lanny (65), perajin kouw coa di Gombong, Kabupaten Kebumen, juga mulai menggarap pesanan. ”Untuk Maret dan April ini, ada pesanan dua rumah-rumahan leluhur. Digarap oleh dua orang,” ujarnya saat dihubungi dari Purwokerto, Senin (6/3).
Harga rumah-rumahan yang dibuat Lanny berkisar Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. ”Untuk ukuran 2,5 meter dengan 1 tingkat, harganya Rp 3 juta; dan untuk ukuran 3 meter dengan 2 tingkat harganya Rp 4 juta,” ucapnya.
Selain bulan Ceng Beng, membakar rumah-rumahan untuk leluhur juga dilakukan pada saat sembahyang rebutan. ”Kalau Ceng Beng, orang berdoa bagi anggota keluarganya yang sudah meninggal, sedangkan sembahyang rebutan ditujukan bagi roh umum yang butuh didoakan,” kata Ari.
Tradisi sembahyang rebutan pernah digelar di Klenteng Boen Tek Bio, Banyumas, pada 6 September 2021. Sobita Nanda dari Humas Kelenteng Boen Tek Bio Banyumas menyebutkan, sembahyang rebutan ini digelar bagi roh umum yang mungkin karena satu dan lain hal belum mendapatkan perhatian atau doa dari keluarganya.
Oleh karena itu, selain sesaji, ada pula paket pakaian, sepatu kertas, juga peralatan rumah tangga dalam koper merah yang dibakar untuk mereka. ”Sembahyang rebutan ini untuk menghormati arwah umum. Di sini juga ada sembahyangan penyeberangan arwah atau pengiriman barang-barang kebutuhan para leluhur,” paparnya (Kompas.id, 7/9/2021).