Campak Merebak di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, Pemda Tetapkan KLB
Kasus campak merebak di daerah pedalaman Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Pemda Puncak tetapkan kejadian luar biasa campak.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 11 anak di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, terpapar campak dalam sebulan terakhir. Pemerintah Daerah Kabupaten Puncak telah menetapkan status kejadian luar biasa campak di daerah tersebut.
Bupati Puncak Willem Wandik melalui siaran pers Pemda Kabupaten Puncak yang diterima Kompas pada Sabtu (4/3/2023) mengatakan, semua anak yang terpapar campak telah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ilaga. Kasus campak pertama kali ditemukan di Distrik (kecamatan) Beoga yang berbatasan dengan Kabupaten Intan Jaya.
Willem pun menyatakan telah memerintahkan sejumlah upaya penanganan setelah penetapan status kejadian luar biasa (KLB) campak di Puncak. Salah satunya adalah upaya untuk menemukan anak yang diduga terpapar campak agar segera mendapatkan perawatan medis.
Kami akan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memberikan sosialisasi bagi masyarakat agar bisa membawa anaknya mengikuti imunisasi.
Adapun anak yang mengalami gejala suspek campak dan positif campak mengalami ruam dan bintik di badan dan mata merah. Selain itu, gejala lainnya adalah demam hingga batuk.
”Saya sudah memantau kondisi kesehatan anak yang dirawat di RSUD Ilaga. Dinas Kesehatan Puncak telah membentuk tim penanganan KLB campak,” kata Willem.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Puncak Demus Wonda memaparkan, anak-anak yang menderita campak berasal dari sejumlah daerah di pinggiran Distrik Ilaga, ibu kota Puncak, dan Distrik Beoga. Tim dari Dinkes Puncak telah diterjunkan ke delapan distrik untuk menemukan anak yang diduga terpapar campak.
Minim imunisasi
Ia mengungkapkan, penyebab tingginya kasus campak karena minimnya cakupan imunisasi bagi anak. Hal ini terlihat dari pelaksanaan Program Bulan Imunisasi Anak Nasional pada tahun 2022, cakupan imunisasi Kabupaten Puncak di bawah 30 persen dan dengan kategori risiko campak sangat tinggi.
”Salah satu penyebab minimnya cakupan imunisasi dasar bagi anak adalah gangguan keamanan. Kondisi ini terjadi di Puncak selama beberapa tahun terakhir,” kata Demus.
Demus menambahkan, sebanyak tiga anak yang terpapar campak telah sembuh, sedangkan delapan anak masih menjalani perawatan di RSUD Ilaga. ”Kami akan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memberikan sosialisasi bagi masyarakat agar bisa membawa anaknya mengikuti imunisasi,” katanya.
Sebelumnya, berdasarkan data per 23 Februari 2023, dari data Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Tengah, ada 49 anak positif campak yang tersebar di tiga kabupaten. Tiga daerah ini adalah Mimika 26 kasus, Nabire 16 kasus, dan Paniai 7 kasus.
Sementara jumlah kasus suspek campak sebanyak 251 anak yang tersebar di Mimika, Nabire, Paniai, Dogiyai, dan Deiyai. Dua anak yang meninggal dengan kondisi suspek campak terdapat di Paniai dan Nabire.
Sebanyak 98 anak telah sembuh, sedangkan 18 anak menjalani perawatan di rumah sakit. Anak yang lainnya menjalani rawat jalan karena gejala yang dirasakan tidaklah berat.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Papua Tengah Silwanus Sumule menuturkan, pihaknya telah menginstruksikan sejumlah upaya untuk penanganan kasus campak, antara pelaksanaan imunisasi secara menyeluruh di lokasi yang berpotensi terjadi kasus campak dan pemberian vitamin A. Langkah berikutnya adalah pelacakan kasus gizi buruk agar segera ditangani.
Diketahui, campak rentan terjadi pada anak yang belum mendapatkan imunisasi dan gizi buruk. Pada Januari 2018, ada 72 anak meninggal dunia karena terpapar campak dan kasus gizi buruk disertai komplikasi penyakit lainnya.
”Jajaran di dinas kesehatan kabupaten yang terdapat kasus campak terus melakukan imbauan dan edukasi tentang pelaksanaan imunisasi. Kami akan melakukan pendampingan secara terus-menerus di daerah-daerah tersebut,” ujar Silwanus.