Pesta Miras Oplosan Berujung Maut di Makassar Diselidiki
Tiga remaja tewas seusai berpesta miras oplosan. Alkohol dengan kadar 96 persen sisa campuran bahan pembersih tangan jadi bahan utama. Polisi menyelidiki kasus ini termasuk dugaan penganiayaan dan pemaksaan minum miras.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Kasus pesta minuman keras (miras) oplosan berujung maut, yang menyebabkan tiga remaja meninggal, terus diselidiki. Polisi juga mengusut dugaan penganiayaan dan pemaksaan minum miras yang diduga dilakukan rekan korban.
Pesta digelar delapan remaja ini dengan mengoplos alkohol berkadar 96 persen, sisa bahan campuran untuk pembersih tangan saat pandemi lalu.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polrestabes Makassar Ajun Komisaris Besar Ridwan Jason Maruli Hutagaol mengatakan, penyelidikan ini terhambat karena pelaku pesta miras sebagian masih dalam kondisi sakit.
”Ada delapan yang pesta miras. Tiga orang meninggal dan lima sakit. Mereka baru keluar dari rumah sakit dan kondisinya belum stabil. Jadi, baru kami mintai sedikit keterangan dan menunggu hingga mereka benar-benar pulih,” katanya di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (2/3/2023).
Pesta miras ini dilakukan delapan remaja pada Selasa (21/2/2023). Mereka menggunakan alkohol sisa bahan campuran pembersih tangan saat pandemi lalu. Bahan ini dicampur beberapa bahan lain termasuk minuman bersoda. Seusai pesta miras, dua orang meninggal tak lama setelah tiba di rumah. Satu lainnya meninggal dalam perawatan di rumah sakit. Ketiga korban meninggal adalah RF (16), RP (19), dan AA (15).
Kasus ini baru terungkap setelah polisi mendapat laporan ada korban tewas di rumah sakit akibat pesta miras. Di tengah upaya penyelidikan kasus ini, beredar video terkait penganiayaan yang dilakukan seorang pelaku pesta miras terhadap seorang rekannya, yang kemudian diketahui adalah korban meninggal.
Diduga pelaku memaksa menenggak miras oplosan. Kasus ini kian ramai saat beredar kabar bahwa pelaku yang diduga melakukan penganiayaan dan pemaksaan minum miras adalah anak anggota polisi.
”Saya tegaskan, dia bukan anak polisi. Ada satu korban meninggal memang anak purnawirawan polisi. Kasus ini jadi agak lambat ditangani karena pelaku yang akan kami periksa masih dalam kondisi sakit. Lalu muncul lagi video penganiayaan. Orangtua korban melapor. Makanya berkasnya harus kembali kami lengkapi. Kalau semula kami menerapkan pada 204 KUHP dan Undang-Undang Keashatan, sekarang kami harus memasukkan pasal penganiayaan,” tambah Ridwan.
Yang jadi masalah, katanya, untuk menambahkan pasal penganiayaan, polisi harus mengumpulkan bukti dan melakukan otopsi. Sejauh ini polisi masih berkoordinasi dengan pihak keluarga untuk meminta persetujuan otopsi. Pihak keluarga dari remaja yang meninggal sudah melaporkan kasus penganiayaan ini.
Rahmawati, ibu dari salah satu korban meninggal, mengatakan, tak terima anaknya disebut meninggal akibat pesta miras. Menurut dia, anaknya meninggal akibat dianiaya. ”Saya lihat video yang beredar dan ternyata anak saya disiksa dan dipaksa minum,” katanya.
Tersangka pelaku penganiayaan adalah Af. Saat ini Af bersama empat korban selamat dalam pesta miras tersebut masih menjalani pemulihan seusai dirawat di rumah sakit. Dia sempat dikira anak polisi, tetapi ternyata bukan.
”Kasus ini agak kompleks karena yang melakukan pesta miras masih hidup, belum pulih total. Soal penganiayaan juga sulit dibuktikan jika belum ada hasil otopsi. Makanya, sampai saat ini kami belum menetapkan tersangka. Kami menunggu pelaku pesta miras ini pulih dan juga menunggu jika otopsi bisa dilakukan,” kata Ridwan.