Kasus Pembuangan Bayi Berulang di Cirebon, Sepasang Pelajar Jadi Tersangka
Kasus pembuangan bayi kembali terjadi di Cirebon, Jawa Barat. Sepasang pelajar sekolah menengah kejuruan yang belum menikah diduga menjadi pelakunya. Keduanya menelantarkan bayi yang baru dilahirkan karena takut.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kasus pembuangan bayi kembali terjadi di Cirebon, Jawa Barat. Kali ini, sepasang pelajar sekolah menengah kejuruan yang belum menikah diduga menjadi pelakunya. Keduanya mengaku menelantarkan bayi yang baru dilahirkan tersebut karena takut.
Jajaran Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Cirebon telah menangkap dan menetapkan sepasang pelaku yang berumur 18 tahun dan 16 tahun sebagai tersangka. Keduanya bahkan masih berstatus pelajar di salah satu sekolah menengah kejuruan di Cirebon.
”Untuk (tersangka) laki-laki, ditahan, sedangkan perempuan karena baru selesai melahirkan dan harus mengurus keperluan bayi sementara ini belum ditahan. Kondisi bayinya sehat dan sudah bertemu ibunya,” ujar Kepala Satreskrim Polresta Cirebon Komisaris Anton, Kamis (2/3/2023).
Kasus pembuangan bayi itu terungkap setelah sejumlah warga mendengar suara tangis bayi di pinggir jalan Desa Semplo, Kecamatan Palimanan, Sabtu (25/2) sekitar pukul 22.30. Warga lalu mencarinya ke pinggir sawah dan mendapati sesosok bayi dengan balutan selimut kuning.
Mereka lalu melaporkan penemuan bayi itu ke Kepolisian Sektor Gempol. Polisi pun membawa bayi perempuan itu ke puskesmas terdekat untuk dirawat. Polisi kemudian menyelidiki kasus itu dengan mencari informasi adanya persalinan di puskesmas dan klinik pada hari tersebut.
Namun, polisi tidak menemukan ciri-ciri bayi itu dari informasi yang diberikan bidan dan puskesmas yang membantu melakukan persalinan di wilayah Gempol serta Palimanan. Sekitar pukul 17.30, polisi mendapatkan laporan adanya persalinan, yang diduga tempat bayi dilahirkan, yakni di sebuah klinik di Kecamatan Gunung Jati.
Petugas lalu mencari identitas warga yang melahirkan di klinik tersebut. Polisi pun akhirnya menangkap sepasang pelajar yang mengakui sebagai orangtua bayi itu. Berdasarkan penelusuran polisi, keduanya mendatangi klinik itu pada Jumat (24/2) pukul 22.45 untuk melakukan persalinan.
Bayi tersebut lahir pada Sabtu dini hari. Sekitar pukul 18.30, klinik memperbolehkan keduanya pulang bersama bayinya. ”Pukul 19.30, ide awal muncul dari si wanita untuk membuang bayi,” ucap Wakil Kepala Polresta Cirebon Ajun Komisaris Besar Dedy Darmawansyah.
Mereka kemudian menggunakan sepeda motor menuju Desa Semplo, sekitar 18 kilometer dari klinik. Sesampainya di lokasi, sekitar pukul 21.30, keduanya membuang bayi itu. ”Tersangka perempuan takut dimarahin orangtua laki-laki,” ucap Dedy terkait alasan pembuangan bayi.
Akibat perbuatannya, sepasang pelajar itu dapat dijerat Pasal 305 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena meninggalkan anak berusia di bawah tujuh tahun dengan maksud melepaskan diri dari anak itu. Keduanya pun terancam hukuman penjara lima tahun enam bulan jika terbukti.
Kasus pembuangan bayi terjadi karena pelaku yang belum menikah belum siap memiliki anak. Alasan lain, mereka takut dan malu dengan keluarga serta lingkungan.
Kasus pembuangan bayi itu menambah deretan kasus serupa di Cirebon. Pada Juli 2022, sesosok jasad bayi dalam kantong plastik juga ditemukan di Desa Bendungan, Kecamatan Pangenan. Pada 2019, warga menemukan jasad bayi dibuang di Sungai Cipager, Cirebon.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Cirebon Raya Siti Nuryani menilai, kasus pembuangan bayi terjadi karena pelaku yang belum menikah belum siap memiliki anak. ”Alasan kedua, mereka takut dan malu dengan keluarga serta lingkungan,” ujarnya.
Menurut dia, pelaku yang umumnya perempuan juga merasa menanggung beban sendirian sejak hamil. ”Apalagi, kalau orang yang seharusnya menjadi ayah dari anak itu tidak bertanggung jawab dan tidak mengakui anaknya. Secara psikis, ibu tidak sanggup menghadapi ini,” katanya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, keluarga dan lingkungan seharusnya merangkul perempuan yang hamil di luar nikah agar tidak membuang atau membunuh bayinya. Nuryani juga mendorong polisi memberikan pendampingan psikologis kepada terduga pelaku yang baru melahirkan.
Asih Widiyowati, pendiri Umah Ramah, lembaga pendamping perempuan dan anak di Cirebon, mendorong orangtua dan sekolah memberikan pendidikan kesehatan reproduksi untuk mencegah kasus pembuangan bayi. ”Sayangnya, banyak yang menganggap isu seksualitas tabu,” ucapnya.