Mencecap Lezatnya Pempek "Jelata" di Pinggir Sungai Musi
Kampung Kreatif Pempek Tanggo Rajo Cindo, di Kecamatan Seberang Ulu I Palembang adalah produsen pempek "jelata" yang murah meriah tapi tetap nikmat. Pengunjung bisa melihat langsung aktivitas warga memproduksinya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·6 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Sejumlah siswa dari SMA Mutiara Bunda, Bandung, Jawa Barat tampak antusias mengikuti lomba makan pempek di Kampung Kreatif Pempek Tanggo Rajo Cindo, Kelurahan Tujuh Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I Palembang, Rabu (22/2/2023).
Danang (17) siswa dari SMA Mutiara Bunda, Bandung, Jawa Barat tampak antusias mengikuti lomba makan pempek di Kampung Kreatif Pempek Tanggo Rajo Cindo, di Kelurahan Tujuh Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (27/2/2023). Kampung di tepi Sungai Musi itu adalah salah satu kampung sentra pembuatan pempek Palembang yang murah-meriah.
Dengan lahap, Danang bersama 12 temannya menyantap pempek yang tersedia di hadapannya. Panitia memberikan waktu tiga menit bagi setiap siswa menghabiskan 10 pempek beraneka bentuk pada mereka, seperti pempek adaan, pempek kulit, pempek lenjer, dan pempek tahu. Tak peduli siapa yang menang, lomba membuat para siswa yang berkunjung ke Palembang itu gembira menikmati pempek.
"Rasa pempek di Palembang berbeda dengan yang di Bandung," kata Danang selepas mengikuti perlombaan. Selain lebih gurih, harga pempek di tempat ini jauh lebih murah. "Di Bandung, harga satu pempek bisa Rp 5.000 per butir. Di sini hanya Rp 1.000 per butir," ucapnya lagi.
Selain harga dan cita rasa, hal yang paling disukainya adalah "menghirup cuko (saus pempek)" yang jauh lebih pekat dibanding pempek di Bandung. "Memang, makan pempek langsung dari tempatnya jauh lebih nikmat," ujarnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Dua warga sedang membuat pempek di rumahnya yang terletak di Kampung Kreatif Pempek Tanggo Rajo Cindo, Di Kelurahan Tujuh Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I Palembang, Rabu (22/2/2023).
Ada sekitar 40 siswa SMA Mutiara Bunda yang mengunjungi Palembang. Linda, guru pendamping mengatakan, kunjungan siswa itu bertujuan agar siswa mampu menggali kekayaan kuliner, lingkungan, dan budaya di Palembang. "Siswa tidak hanya jalan-jalan tetapi juga menggali kekayaan yang ada di Palembang, termasuk di kampung ini," ujar Linda.
Menurutnya, Palembang yang merupakan kota sungai memiliki karakteristik kehidupan yang unik baik dari sisi kulinernya yang beragam terutama berbahan utama ikan dan juga budayanya. Dalam kunjungan ke beberapa tempat, siswa menggunakan kapal wisata untuk menyusuri Sungai Musi.
Kampung Kreatif Pempek Tanggo Rajo Cindo didapuk menjadi kampung kreatif pada 2020 lalu. Ada sekitar enam produsen pempek besar yang berproduksi di kampung itu. Untuk menjangkau kampung, pengunjung bisa menggunakan perahu ketek dari Benteng Kuto Besak (BKB) atau melalui jalur darat. Hanya saja, jalur darat tidak bisa diakses menggunakan kendaraan roda empat karena lebar jalan hanya sekitar 1,5 meter.
Di kampung itu, wisatawan juga bisa langsung melihat sekaligus mencicipi pempek dengan harga Rp 1.000 per butir.
Aminah seorang produsen pempek di Kampung tersebut mengatakan, setiap harinya ia bisa mengolah sekitar 60 kilogram (kg)-70 kg ikan kakap dan 75 kg sagu. Adonan tersebut bisa menghasilkan sekitar 6.300 butir pempek segala jenis. Pemesan pempek produksinya adalah para penjual keliling atau bahkan yang penjual dari luar kota.
"Pelanggan saya banyak yang dari luar Kota Palembang seperti dari Jakarta dan Bandung," katanya. Pemesanan akan berlipat ganda ketika mendekati Hari Raya Idul Fitri. "Pada momen itu, saya bisa menjual hingga hingga 27.000 butir pempek setiap harinya," ujar Aminah menambahkan.
Seorang warga sedang menyusun pempek di rumahnya yang terletak di Kampung Kreatif Pempek Tanggo Rajo Cindo, Di Kelurahan Tujuh Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I Palembang, Rabu (22/2/2023).
Sejak 1980-an
Ketua Paguyuban Kampung Kreatif Pempek Tangga Raja Cindo, Usman Bastiar menjelaskan sejak tahun 1980-an, kampung ini memang terkenal sebagai sentra pembuatan pempek untuk rakyat jelata. Disebut rakyat jelata karena harganya terjangkau semua kalangan.
Produsen di kampung itu menjual pempek dengan harga Rp 800 per butir. Pempek kemudian akan dijual lagi oleh pedagang pengecer seharga Rp 1.000-Rp 1.500 per butir.
Biasanya, pedagang yang memesan adalah penjual pempek keliling baik yang menggunakan sepeda maupun yang berjalan kaki membawa keranjang/kontainer. "Pedagang yang mengambil pempek di tempat ini biasanya berjualan di Pasar 16 Ilir, Palembang atau di dermaga yang ada di bawah Jembatan Ampera," kata Usman.
Aktivitas ekonomi pempek jelata itu dipastikan berdampak pada banyak warga. "Untuk satu agen (produsen) saja bisa mempekerjakan 5-6 orang belum termasuk yang menjadi penjualnya," tuturnya.
Karena keunikannya tersebut, pada tahun 2020, kampung kreatif ini dijadikan sebagai obyek wisata pinggir Sungai Musi. "Biasanya wisatawan yang datang adalah mereka yang menyusuri Sungai Musi dari Benteng Kuto Besak (BKB), karena untuk sampai ke tempat ini hanya tinggal menyebrang saja," kata Usman.
Happy pedagang pempek di Kawasan 10 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan, sedang membuat pempek keriting, Minggu (8/5/2022).
Penyematan Kampung kreatif itu bertujuan untuk mendongkrak lagi penjualan pempek. Sebab saat ada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akibat pandemi Covid-19, banyak pedagang pempek yang tidak bisa menjajakan dagangannya. Setelah penyematan itu, banyak wisatawan yang datang untuk melihat cara pembuatan pempek oleh masyarakat setempat.
Usman menjelaskan, kampung ini memiliki keunikan sendiri karena pembuatan pempek dilakukan di rumah warga. Sebagian besar membuat di lantai dasar rumah panggung kayu mereka.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan terus bekerjasama dengan berbagai pihak mulai seperti pemerintah kota dan juga perusahaan plat merah baik BUMN atau BUMD untuk menata kembali Kampung Kreatif agar semakin mengundang wisatawan untuk berkunjung.
"Kami berencana membuat kampung ini lebih berwarna dengan dilindungi payung agar lebih teduh sehingga para wisatawan bisa makan pempek dengan lebih nyaman," ujarnya.
Budayawan Palembang Ali Hanafiah mengatakan, kampung ini memiliki daya tarik karena unik. Tidak banyak kampung pempek di Palembang.
"Banyak produsen pempek tetapi yang berkumpul di satu wilayah sangatlah jarang. Mungkin ini adalah satu-satunya," kata Ali. Karena itu, ia berharap wilayah itu haruslah dikembangkan. Apalagi saat ini, pemerintah sedang mengupayakan pempek sebagai warisan budaya tak benda di dunia.
Banyak produsen pempek tetapi yang berkumpul di satu wilayah sangatlah jarang.
Ali meyakini pempek memang berasal dari Palembang. Hal ini tertuang dalam Prasasti Talang Tuo yang menggambarkan adanya tanaman dari bahan-bahan pembuat pempek seperti pohon sagu dan pohon aren. Adapun ikan bahan pempek berasal dari ikan air tawar yang berasal dari sungai yang banyak mengalir di Sumsel.
"Itu menandakan pempek diduga sudah ada sejak zaman Kedatuan Sriwijaya," ujarnya.
Namun hal itu harus dikajian secara ilmiah. Kajian ilmiah ini diperlukan agar asal mula keberadaan pempek tidak menyimpang. "Pengumpulan data inilah yang masih sulit dilakukan," ujar Ali.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Sebuah warung pempek yang ada di Kawasan 26 Ilir Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (9/5/2021). Penjualan pempek meningkat jelang lebaran
Kepala Bidang Sejarah dan Tradisi Dinas Kebudayaan Kota Palembang Ismail Ishak menuturkan, penyematan kampung kreatif adalah sebuah cara untuk memperkenalkan pempek kepada wisatawan.
"Memang pada dasarnya pempek sudah terkenal di Indonesia. Namun, kekuatan inilah yang harus dipertahankan agar tidak pudar," ujar Ismail.
Karena itu, peran dari semua pihak sangat dibutuhkan agar kekayaan ini tetap dikenal. "Butuh pelaku UMKM yang kreatif untuk mengolah pempek agar makanan ini tetap diminati," katanya.
Dulu pempek dibuat dari ikan belida dan gabus, namun karena jumlah ikan yang terus menurun, pempek dibuat dari ikan kakap, sarden, bahkan lele. "Kreativitas inilah yang dibutuhkan," ujar Ismail.
Bahkan ada sejumlah resto pempek di Palembang yang sudah membuka cabang di luar negeri seperti di Singapura dan Belanda. Harapannya, visi untuk menjadikan pempek termasuk "cuko" nya, sebagai warisan budaya tak benda dunia bisa segera terwujud.