Keluarga Korban Pemerkosaan yang Dituduh Cabuli Anak Mengadu ke Menko Polhukam
Keluarga YSA mengadukan anak mereka yang menjadi korban pemerkosaan tetapi dituduh sebagai pencabul anak-anak. Mereka meminta bantuan keadilan kepada Menko Polhukam Mahfud MD.
JAMBI, KOMPAS — Keluarga YSA (21) pilu mengetahui anaknya diperkosa tetapi malah dituduh sebagai pencabul anak-anak di sebuah kampung di Kota Jambi. Penghakiman publik dan aparat mendorong pihak keluarga mengadu kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Surat terbuka dikirim Raden Sagap (51), ayah YSA, Jumat (24/2/2023). Dalam surat itu, Raden meminta bantuan keadilan dari Menko Polhukam. Ia pun mengadukan perihal penghakiman publik dan aparat penegak hukum yang menyudutkan YSA.
”Akibat penghakiman itu juga, YSA kini terpisah dari bayinya yang masih berusia 11 bulan. YSA bahkan dituduh mengalami kelainan jiwa dan seksual, dan sekarang mendekam di tahanan Polda Jambi,” ujarnya.
Selain dikirim kepada Mahfud, surat terbuka itu juga ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo, Kepala Polda Jambi Inspektur Jenderal Rusdi Hartono, serta Kepala Polres Kota Jambi Komisaris Besar Eko Wahyudi.
Dalam surat itu, Raden menceritakan perihal laporan anaknya yang mengalami pemerkosaan ke Polresta Jambi. Namun, hingga kini penanganannya sangat lambat.
Sebaliknya, laporan dari warga kampung ke Polda Jambi yang menyebut YSA sebagai pencabul anak direspons sangat cepat oleh Polda Jambi. Padahal, kedua laporan masuk pada hari yang sama.
YSA bahkan langsung dijemput penyidik Polda untuk diperiksa dan ditahan. YSA lalu dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa Jambi karena diduga mengalami kelainan jiwa dan kelainan seksual. Ia menilai aparat telah menggiring opini ke media bahwa YSA merupakan penjahat seksual.
Baca Juga: Sejumlah Kejanggalan di Balik Kasus Ibu Muda di Jambi
Akibatnya, YSA dicerca habis-habisan di berbagai media massa maupun media sosial. Dia dicap sebagai predator anak. Penghakiman yang bertubi-tubi ini menyebabkan YSA mengalami tekanan mental berat.
Raden menyebut delapan anak yang diduga sebagai pelaku pemerkosaan terhadap YSA merupakan anak-anak yang sehari-harinya bergaul dan mengamen di jalanan. Ia berharap, penyidik selayaknya tetap mendalaminya dengan serius dan menyikapi kasus pemerkosaan tersebut secara arif. Meski masih anak-anak, bukan tidak mungkin mereka menjadi pelaku pemerkosaan. Kasus yang dilaporkan YSA selayaknya tetap berproses cepat.
Meri, kakak YSA, melihat penyidik seperti setengah hati dalam menangani kasus pemerkosaan itu. Buktinya, visum tidak dilakukan menyeluruh pada hari pertama masuknya laporan, Jumat (3/2/2022).
Visum pada organ vital, yang seharusnya dilakukan cepat, baru diadakan pada hari keempat, yakni Senin (6/2/2022). Keterlambatan visum organ vital dikhawatirkan berdampak pada hasil yang tidak akurat.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polresta Jambi Inspektur Dua Chrisvani Saruksuk mengatakan proses hukum atas kasus pemerkosaan yang dilaporkan YSA tetap berjalan. Sejumlah saksi terkait telah dimintai keterangan. Yang terbaru, pihaknya telah menerima hasil visum korban dari Rumah Sakit Bhayangkara.
”Hasil visum juga telah kami sampaikan kepada pihak keluarga dan kuasa hukum,” ujarnya.
Kuasa hukum YSA, Alendra, membenarkan hasil visum telah disampaikan penyidik. Ditemukan bekas-bekas kekerasan fisik pada tubuh korban, berupa bekas luka di leher, tangan, hingga sekitar payudara,
Pihak keluarga juga meminta negara mendorong pengungkapan kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi di kampung itu. Kasus yang terjadi empat bulan sebelumnya itu menyebabkan tewasnya gadis cilik berusia lima tahun, tetapi hingga kini belum mampu diungkap penyidik Polda Jambi.
Dalam surat terbuka itu, keluarga juga menyertakan kronologi lengkap seluruh rangkaian kejadian. Kronologi itu dibuat Meri bertuliskan tangan sebanyak sembilan lembar. Sejumlah kejadian penting dibeberkannya, termasuk sebelum pihak YSA versus pihak warga kampung melapor ke polisi.
Kronologi
Meri menyebut, pada Kamis sore, suami adiknya, Afriyanto, pergi ke poskamling untuk mengikuti acara pengobatan gratis di kampung itu. Delapan anak yang sering menyewa permainan video di rumah itu sempat mengikuti Afriyanto ke poskamling.
Selepas kepergian mereka, YSA membersihkan rumah. Namun, tak lama kemudian, delapan anak tersebut tiba-tiba muncul kembali. Salah satu remaja berusia 16 tahun langsung mendorong YSA ke dalam kamar, lalu diikuti oleh anak-anak lainnya sembari menutup pintu kamar. YSA diduga mengalami pemerkosaan.
Pada saat kejadian tersebut, ada tiga remaja perempuan berada di rumah itu. Salah seorang remaja langsung berlari menjemput Afriyanto untuk memberitahukan peristiwa yang dialami YSA.
Mengetahui Afriyanto dan remaja perempuan tadi kembali ke rumah, anak-anak tersebut langsung berlari keluar. Sekitar pukul 19.00 WIB, Afriyanto dan YSA melapor ke rumah ketua RT. Semua anak yang disebutkan namanya sebagai pelaku lalu dikumpulkan.
”Awalnya anak-anak tidak mengaku. Lalu salah satu akhirnya mengaku dan diikuti anak-anak lainnya juga. Para orangtua kaget, lalu memarahi anak-anak mereka,” ujarnya.
Baca Juga: Pencabulan Versus Pemerkosaan di Jambi, Apa yang Sebenarnya Terjadi
Karena tidak menyangka perbuatan anaknya, para orangtua mendesak agar masalah itu diselesaikan secara damai. YSA pun akhirnya menurut.
Namun, sewaktu YSA menuntut permintaan maaf dari keluarga anak-anak, para orangtua tidak terima. Mereka balik memarahinya dan menuduhnya sebagai pencabul anak.
”Beragam penggiringan opini kemudian dibentuk untuk menghancurkan karakter YSA,” ujarnya lagi.
Dalam surat terbuka, pihak keluarga juga meminta negara mendorong pengungkapan kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi di kampung itu. Kasus yang terjadi empat bulan sebelumnya itu menyebabkan tewasnya gadis cilik berusia lima tahun, tetapi hingga kini belum mampu diungkap penyidik Polda Jambi.
Kampung Rawasari memang dikenal sebagai zona rawan kriminalitas. Kampung tersebut berdiri menumpang di atas kompleks kuburan China. Sebanyak 60-an keluarga menumpang hidup di sana.
Sekitar 95 persen penduduknya merupakan warga pindahan dari wilayah Sumatera Selatan. Mereka mengadu nasib dengan bekerja sebagai buruh bangunan, pekerja serabutan, sopir dan kernet angkutan, pengamen jalanan, pemulung sampah, hingga pedagang eceran.
Dalam catatan Kompas, kasus narkoba, pencurian, kekerasan seksual, dan aborsi pernah ditangani kepolisian dari wilayah itu dalam tujuh tahun terakhir.
Baca juga: Kisah Tragis Kl Dibunuh dan Dibuang dalam Tangki Septik
Alendra berharap Menko Polhukam merespons aduan tersebut. Mereka berharap keadilan diberikan dengan porsi yang berimbang. Pihaknya juga berharap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun tangan membantu para saksi, yakni remaja perempuan, yang mengetahui peristiwa tersebut. Namun, para saksi dikhawatirkan dalam tekanan sehingga takut berbicara.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan telah menugaskan tim untuk proaktif mendalami kedua kasus tersebut, yakni laporan pemerkosaan dan laporan pencabulan anak. Pihaknya turut berkoordinasi dengan unit pelaksana terpadu daerah terkait dan penyidik. Pihaknya telah bertemu dengan pihak-pihak terkait.
”Saat ini, kami masih menunggu pertimbangan keluarga terkait untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK,” katanya.