Keindahan tapis, kain tradisional khas Lampung, tidak lepas dari kemahiran para penyulamnya memadukan benang emas dan benang sulam menjadi karya seni. Di baliknya, ada cerita kehidupan yang tecermin dari motifnya.
Oleh
VINA OKTAVIA
·5 menit baca
Tujuh perempuan sedang menyulam di rumah produksi Rahayu Galeri di Jalan Soekarno Hatta Nomor 3, Kota Bandar Lampung, Lampung. Tangan mereka cekatan menyulam benang di atas kain tenun. Tak ada suara yang terdengar selain rintik hujan.
Salah satunya adalah Khairunnisa (20), yang bekerja sebagai penyulam tapis sejak satu tahun lalu. Perempuan lulusan sekolah menengah kejuruan itu melamar kerja di galeri milik Siti Rahayu (65) setelah sebelumnya pernah magang di sana. Saat awal-awal belajar di sana, Khairunnisa banyak bertanya langsung kepada Rahayu.
Kini, Khairunnisa sudah lebih mahir menyulam kain tapis. Ia dipercaya mengerjakan tapis cantik mulang tiyuh yang menjadi produk unggulan di galeri itu. Desain tapis diciptakan sendiri oleh Rahayu.
”Membuat satu kain sarung dan selendang tapis cantik mulang tiyuh ini membutuhkan waktu sekitar dua bulan,” ucapnya saat ditemui pada Rabu (22/2/2023). Selain harus teliti dan sabar, penyulam tapis juga harus pandai mengombinasikan warna benang yang akan disulam di atas kain.
Tapis cantik mulang tiyuh adalah kain tapis yang bercerita tentang kerindungan masyarakat Lampung pada kampung halamannya. Mulang tiyuh adalah bahasa Lampung yang berarti ’pulang kampung’.
Di atas kain tenun, Rahayu membuat pola berupa gambar satu keluarga yang sedang bersiap-siap pulang ke kampung halamannya. Di antaranya gambar laki-laki sedang menggendong tas dan gambar perempuan yang menggandeng anak.
Pada bagian kain yang lain, Rahayu menggambarkan keasyikan anak-anak bermain di atas rumah panggung dan orang-orang berkumpul bersama sanak keluarganya di kampung. Pola motif yang sudah digambar di atas kain tenun itu lantas disulam dengan benang sulam mengikuti teknik sulam tapis.
”Ide membuat tapis cantik mulang tiyuh ini seperti ilham, datang begitu saja. Awalnya, saya hanya menggambar di kertas dan saya kumpulkan. Gambar-gambar ini kemudian menjadi cerita yang saya tampilkan dalam kain tapis ini,” kata Rahayu di rumahnya yang menyatu dengan galeri.
Tapis cantik mulang tiyuh lahir sekitar tahun 2014. Ide membuat tapis cantik mulang tiyuh muncul karena ia merindukan kampung halamannya di Kampung Pagar Dewa yang berada pelosok Kabupaten Tulang Bawang Barat. Ia punya banyak kenangan masa kecil di kampung itu.
Ia rindu rumah-rumah panggung, halaman yang luas, sungai yang jernih, hingga aktivitas masyarakat desa menyulam tapis pada siang hari. Kerinduan itu ia tumpahkan pada sehelai kain tapis.
Kain tapis cantik mulang tiyuh kreasi Rahayu ternyata mendapat sambutan yang baik dari pasar. Apalagi, ia sengaja membuat setiap kain tapis eksklusif dan berbeda.
Tak ada satu kain pun yang mempunyai motif sama persis. Karena itulah, tapis dari Rahayu Galeri banyak diburu oleh kolektor dan pencinta kain tradisional baik dari dalam maupun luar negeri.
Kini, Rahayu juga menciptakan desain-desain tapis yang mempunyai cerita dan makna di dalamnya. Salah satunya adalah tapis surat yang berisi desain gambar raja dan ratu serta aksara Lampung.
Dalam kain itu, Rahayu menuliskan kata-kata dalam bahasa dan aksara Lampung yang berbunyi ”Tabik Pun, Ikam Ulun Lampung”. Kalimat yang berarti ’Salam, saya orang Lampung’.
Rahayu merupakan salah satu tokoh yang berjasa bagi pengembangan kain tradisional di Lampung. Ia merintis usaha itu sejak tahun 1998. Hingga kini, ia masih eksis menciptakan berbagai desain tapis dan mempekerjakan 11 perempuan penyulam tapis yang ikut tinggal bersama di rumahnya. Ada juga sekitar 50 ibu rumah tangga sekitar yang diberdayakan menjadi penyulam tapis di rumah masing-masing.
Harga jual tapis dan sulam usus di galeri Rahayu berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 10 juta, bergantung pada kerumitan desainnya. Hingga kini, karya tapis dari galeri itu sudah dimiliki berbagai kalangan terkenal, mulai dari pejabat hingga para pengusaha di Tanah Air. Setiap kali mengikuti pameran di luar negeri, tapis cantik mulang tiyuh juga habis diborong pembeli.
Selain tapis, Rahayu juga membuat pakaian dari sulam usus. Sulam usus adalah sulaman yang dibuat dengan bahan baku kain satin berbentuk seperti usus dengan berbagai motif, misalnya bunga dan daun. Sulam usus dirajut dengan benang mengikuti motif yang telah dibuat dan diaplikasikan sebagai pakaian perempuan.
Dahulu, kain tapis hanya digunakan sebagai pakaian adat pada acara pernikahan. Namun, kini kain tapis mulai dikombinasikan menjadi pakaian sehari-hari dan berbagai produk rumah tangga.
Seiring perkembangan tapis, bermunculan juga pelaku usaha muda yang mengkreasikan tapis menjadi produk yang lebih kasual dan bisa dipakai oleh kalangan muda.
Ical Sungkai (38), pemilik usaha Ical Craft, adalah salah satu pelaku usaha tapis di Bandar Lampung yang berhasil mengkreasikan tapis menjadi berbagai kerajinan tangan yang memikat dan bernilai jual ekspor. Selain tas genggam, ada juga pakaian, kain lilit, jilbab, dan sarung bantal.
Salah satu kreasi terbarunya adalah jilbab tapis yang dibuat dengan teknik cetak digital (digital printing). Teknik itu dipilih agar penggunaan dan perawatan jilbab lebih mudah. Selain itu, motif tapis juga dapat dikreasikan menjadi berbagai warna, seperti keemasan, perak, dan hitam.
Lewat jilbab tapis itu, Ical juga bercerita tentang Lampung. ”Kami membuat motif bunga ashar yang merupakan salah satu jenis flora identitas Lampung,” ucapnya.
Bunga yang banyak hidup di halaman rumah masyarakat Lampung itu mempunyai keunikan sering mekar pada sore hari. Dahulu, masyarakat Lampung juga menjadikan bunga ini sebagai penanda waktu shalat Ashar sehingga dinamakan bunga ashar. Kini, di tangan Ical Craft, motif bunga itu dipakai sebagai kreasi jilbab tapis.
Antropolog dari Universitas Lampung, Bartoven Vivit, mengatakan, bagi masyarakat adat Lampung, kain tapis melambangkan penghormatan kepada kaum perempuan. Tapis yang disulam menggunakan benang emas melambangkan kemewahan atau kemakmuran. Pada acara adat, motif pada kain tapis yang dikenakan oleh perempuan melambangkan status sosialnya atau suaminya.
Pada acara adat, motif pada kain tapis yang dikenakan oleh perempuan melambangkan status sosialnya atau suaminya.
”Meski masyarakat Lampung menganut sistem patrilineal, perempuan tetap mendapat tempat istimewa. Mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Kedudukan perempuan dianggap penting dalam rumah tangga,” katanya.
Seiring perkembangan zaman, tapis dikreasikan secara lebih kasual dan diminati generasi muda. Saat ini, banyak anak muda yang mengombinasikan pakaiannya dengan berbagai ornamen tapis. Ini menandakan tapis juga dinamis dan berkembang mengikuti zaman.
Upaya menjaga tapis sebagai warisan budaya daerah juga dilakukan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana menuturkan, Pemerintah Kota mendukung kemajuan usaha tapis Lampung dengan mendirikan sentra tapis di Kecamatan Kemiling. Selain sebagai galeri, gedung itu juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai acara pelatihan tapis.
Harapannya, kemajuan usaha tapis di Bandar Lampung juga melahirkan semakin banyak perajin tapis, khususnya dari generasi muda. Dari tangan mereka, warisan budaya tapis Lampung tetap terjaga.