Peringati Rabu Abu, Umat Katolik di Purwokerto Diajak Bangun Pertobatan Ekologis
Umat Katolik memperingati Rabu Abu sebagai tanda dimulainya masa Prapaskah. Umat diajak berdoa, berpuasa, dan bersedekah. Selain itu, umat juga diajak untuk bangun pertobatan ekologis.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Umat Katolik mengawali masa Prapaskah dengan peringatan Rabu Abu, yaitu mengoleskan abu di dahi atau menaburkan abu di kepala. Selama masa Prapaskah atau 40 hari ke depan, umat Katolik melaksanakan pantang dan puasa untuk menyambut Paskah atau hari kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Selama pantang dan puasa, umat Katolik di Keuskupan Purwokerto juga diajak untuk membangun pertobatan ekologis dengan mengurangi sampah plastik.
”Kita mengawali masa Prapaskah yang ditandai dengan penerimaan abu. Tiga hal yang bisa kita petik dari peristiwa ini adalah, pertama, abu yang ditandai di dahi atau kepala kita menunjukkan bahwa kita berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu,” kata Pastor Yohanes Emanuel Krobi Toby, MSC atau yang akrab disapa Pastor Elton, dalam Ekaristi Rabu Abu di Gereja Santo Yosep Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (21/2/2023) malam.
Menurut Elton, hal itu juga memiliki makna bahwa manusia yang lemah dan berdosa tetap dikasihi Allah dan mendorong manusia pada pertobatan. ”Abu menjadi simbol peristiwa penting dalam hidup bahwa kasih Allah tidak pernah habis untuk manusia yang berdosa sehingga kasih Allah itu menguatkan untuk memasuki masa pantang-puasa agar hati kita selalu terbuka pada Allah yang Mahabaik, tapi juga melihat kebaikan sekaligus terdorong berbuat baik kepada sesama,” paparnya.
Makna kedua dari penerimaan abu, lanjut Elton, adalah manusia tidak luput dari segala kesulitan. ”Kesulitan itu bisa membuat manusia berjuang untuk bisa menyelesaikan atau memenangkan perjalanan hidupnya, tapi kesulitan itu juga bisa melumpuhkan hidup manusia,” ujarnya.
Oleh karena itu, seturut dengan Nubuat Yoel, kata Elton, dibutuhkan hati yang terbuka dan penuh kasih. Dituliskan dalam Nubuat Yoel 2: 12-18, ”Berbaliklah kepada-Ku, dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan Allahmu sebab Ia pengasih dan penyayang”.
”Ini menjadi tanda dan pesan bagi kita bahwa hati yang berbelas kasih untuk mengasihi dan mengampuni sesama itu juga yang akan membawa rahmat besar bagi kita untuk menghadapi setiap kesulitan karena kita yang berdosa melihat Allah Maharahim akan melakukan kebaikan bagi kita,” paparnya.
Makna ketiga dari penerimaan abu, kata Elton, sebagaimana diajarkan Yesus, adalah tentang doa, puasa, dan bersedekah. ”Doa menguatkan kita yang lemah. Puasa itu memurnikan hati dan batin kita. Tapi, doa dan puasa harus dilengkapi dengan karya amal kasih lewat derma dan sedekah,” ujarnya.
Uskup Keuskupan Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono, dalam ”Surat Gembala Uskup Purwokerto Menyambut Masa Prapaskah Tahun 2023”, kepada seluruh umat Katolik di Keuskupan Purwokerto, juga mengajak umat untuk melakukan aksi ekologis.
Dalam surat gembala yang ditandatangani pada 18 Februari 2023 dan dibacakan serentak di setiap gereja pada Ekaristi Sabtu (18/2/2023) dan Minggu (19/2/2023) itu, Tri mengajak umat Katolik untuk pantang menggunakan plastik atau styrofoam serta bahan-bahan lain yang berkontribusi besar menjadi penyebab kerusakan ekologi dan lingkungan hidup.
”Mari kita menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Kita juga aktif menggerakkan menanam pohon dan sayuran di lingkungan rumah kita dan kita teruskan program pilah sampah menjadi berkah. Mulailah dari paroki-paroki, stasi-stasi, biara-biara, dan keluarga Katolik untuk menginisiasi aksi ekologis ini,” tulis Tri.