Penyandang Disabilitas di Cirebon Kembali Menjadi Korban Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kembali terjadi. Kali ini, seorang pemuda tunagrahita menjadi korban sodomi. Perlu peran berbagai pihak untuk melindungi korban.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
DOKUMENTASI POLRESTA CIREBON
Wakil Kepala Polresta Cirebon Ajun Komisaris Besar Dedy Darmawangsyah (tengah) menunjukkan barang bukti kasus kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas, Selasa (21/2/2023), Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
CIREBON, KOMPAS – Kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kembali terjadi. Kali ini, seorang pemuda tunagrahita menjadi korban sodomi. Perlu peran berbagai pihak untuk melindungi penyandang difabel yang semakin rentan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kota Cirebon Komisaris Anton, Rabu (22/2/2023), mengatakan, warga Lemahabang berinisial UW (64) diduga melakukan sodomi terhadap pemuda berusia 19 tahun. Polisi telah menangkap dan menahan UW.
“Tersangka mencabuli korban dua kali,” ucap Anton.
Peristiwa pertama terjadi Senin (2/1/2023) sekitar pukul 04.00 di kebun tebu dekat jalan tol, di Lemahabang. Awalnya, tersangka yang juga sopir truk mengajak korban naik ke kendaraannya. Setelah tiba di lokasi yang sepi, UW dan korban turun dari kendaraan.
Di sana, UW lantas melancarkan aksinya kepada korban. Tidak berhenti di situ, tersangka kembali mengajak korban yang bekerja sebagai tukang parkir ke sebuah kebun pada Selasa (14/2/2023) sekitar pukul 23.00 untuk memenuhi hasrat seksualnya.
“Korban sudah menolak dan meminta pulang. Tapi, tersangka mengiming-imingi rokok,” ucap Anton.
Polisi memeriksa K, tersangka kasus pemerkosaan, Selasa (8/3/2022) malam, di Markas Polres Kota Cirebon, Jawa Barat. K diduga memerkosa perempuan disabilitas.
Polisi kini telah meringkus tersangka dan menyita sejumlah barang bukti, seperti pakaian korban, satu bungkus rokok, dan korek api. UW akan dijerat dengan Pasal 289 Juncto Pasal 292 KUHP. Dia terancam 15 tahun penjara.
"Korban saat ini trauma. Sekarang, dia masih didampingi P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak)," ungkap Anton. Pihaknya juga merujuk korban untuk visum di rumah sakit dan pemeriksaan psikologis.
Kasus kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas di Cirebon bukan kali ini saja. Awal tahun lalu, polisi meringkus kakek berinisial K (64) di Kecamatan Gempol. Dia diduga memerkosa seorang perempuan disabilitas fisik berusia 25 tahun yang juga tetangganya.
Lutfiyah Handayani dari Women Crisis Center Mawar Balqis, lembaga pendampingan perempuan dan anak di Cirebon, mengatakan, kasus kekerasan seksual dapat terus berulang pada penyandang difabel. "Korban disabilitas itu kerentanannya berkali-kali lipat," ucapnya.
Menurut dia, penyandang difabel rentan jadi korban kekerasan seksual karena terbatasnya akses edukasi terkait kesehatan reproduksi. Disabilitas netra, misalnya, terbatas dalam hal penglihatan. Korban juga membutuhkan pihak yang dapat berkomunikasi dengan mereka.
"Pada kasus perempuan penyandang disabilitas, mereka rentan menjadi korban pemaksaan pemasangan kontrasepsi. Kami pernah mendampingi seorang perempuan difabel yang diperkosa dan sudah melahirkan dua anak. Keluarganya akhirnya meminta korban disterilisasi," ungkapnya.
Di sisi lainnya, penyandang disabilitas kerap dirundung stigma, seperti gangguan jiwa atau mendapatkan kutukan. Sejumlah pihak juga tidak jarang menyalahkan keluarga yang tidak mampu menjaga korban. Akhirnya, keluarga dan korban enggan melaporkan kasus tersebut karena dianggap aib.
Oleh karena itu, lanjutnya, peran keluarga, masyarakat, dan aparat hukum sangat dibutuhkan dalam melindungi penyandang disabilitas. Keluarga, misalnya, harus sering berkomunikasi dengan anaknya untuk menyampaikan bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh.
Lingkungan juga perlu saling mengawasi dan melaporkan jika ada kekerasan seksual. Pihaknya mendorong aparat hukum memenuhi hak-hak korban penyandang disabilitas, termasuk pendampingan psikologis.
"Ini juga untuk mencegah korban sodomi jadi pelaku nantinya," kata Lutfiyah.
Kasus di Cirebon menambah daftar korban penyandang disabilitas di Indonesia. Hingga akhir 2022, terdapat 987 laporan kekerasan yang dialami penyandang disabilitas. Kasus kekerasan terhadap laki-laki disabilitas sebanyak 84 kasus (8,5 persen) dan perempuan disabilitas 903 kasus (91,5 persen).