Dua Tanggul Jebol, Sejumlah Desa di Gresik Terendam Banjir
Sejumlah desa di Gresik, Jawa Timur, terendam banjir menyusul jebolnya dua tanggul di Mojosarirejo. Tinggi genangan di permukiman dan kawasan perumahan masih sekitar 60 sentimeter sehingga banyak warga yang dievakuasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sejumlah desa di Gresik, Jawa Timur, terendam banjir menyusul jebolnya dua tanggul di Mojosarirejo. Tinggi genangan di permukiman dan kawasan perumahan masih sekitar 60 sentimeter sehingga banyak warga yang dievakuasi ke tempat pengungsian.
Daerah yang dilanda banjir berada di Kecamatan Cerme, Driyorejo, dan Menganti. Di Menganti, banjir terjadi di Desa Bringkang, Beton, dan Botoh. Ketinggian genangan banjir rata-rata mencapai 60-70 cm, bahkan hingga 1 meter. Di Kecamatan Driyorejo, banjir merendam Desa Sumput, Mojosarirejo, Karanggandong, dan Desa Driyorejo.
Salah satu titik banjir terparah adalah di perumahan De Naila Village Driyorejo dan Oma Indah Menganti. Kondisi banjir pada Rabu (22/2/2023) semakin tinggi karena air hujan kembali mengguyur.
Kepala BPBD Gresik Darmawan mengatakan, banjir disebabkan tanggul jebol di dua titik di Desa Mojosarirejo. Jebolnya tanggul itu dipicu meningkatnya debit air sungai Mojosarirejo setelah hujan deras yang mengguyur Gresik sejak Selasa (21/2) petang.
”Penanganan bencana dilakukan dengan menerjunkan tim, melakukan kaji cepat, pendataan, dan monitoring banjir,” ujar Darmawan.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa telah meninjau lokasi banjir di Gresik. Dia mengatakan, banjir tersebut terkait erat dengan sistem irigasi secara regional. Oleh karena itulah, dia meminta Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Jatim untuk berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas dan BBWS Bengawan Solo.
”Hari ini memang kita melihat ada dua tanggul di Blok D dan Blok E yang jebol karena intensitas air hujan melebihi kapasitas. Tapi, hal ini juga harus dicek ulang dari kapasitas tanggulnya, kualitas, dan kekokohan tanggulnya, serta penampungannya. Juga sumber aliran luapan air harus ada asesmen baru supaya lebih komprehensif,” kata Khofifah.
Bencana banjir di Gresik menjadi momentum yang tepat untuk menyatukan asesmen dari berbagai instansi, terutama BBWS Brantas, BBWS Bengawan Solo, Pemkab Gresik, serta Pemprov Jawa Timur. Mereka seharusnya mengevaluasi kembali secara bersama-sama terkait dengan asesmen sungai yang menjadi tanggung jawab setiap instansi.
Mantan Menteri Sosial ini menambahkan, sistem pengairan atau pengaliran sungai yang sudah dibangun oleh Pemkab Gresik harus disinkronkan bersama-sama karena terkait dengan penataan wilayah sungai di Jatim.
Melihat intensitas hujan yang cukup tinggi hampir di seluruh Indonesia, termasuk di wilayahnya, Khofifah mengimbau pihak terkait untuk mengecek ulang kapasitas tanggul yang ada di setiap titik. Tujuannya tidak lain memastikan tanggul berfungsi dengan maksimal sebagai bagian dari mitigasi bencana.
Camat Driyorejo Narto meminta Pemprov Jatim membantu mempercepat normalisasi Sungai Avur dan Kalitengah di wilayahnya untuk mempercepat penurunan genangan banjir. Hasil evaluasi Dinas PU Sumber Daya Air Gresik, elevasi Sungai Avur dan Kalitengah tersebut lebih tinggi dari Kali Surabaya.
”Kepada Gubernur, saya mengusulkan dibuat sudetan di Desa Cangkir sepanjang 2 kilometer. Tapi, biayanya terlalu tinggi. Untuk Kali Avur butuh normalisasi sekitar 7 kilometer dan melibatkan semua perusahaan yang ada di Driyorejo untuk biayanya,” ucap Narto.
Jalan rusak
Sementara itu, di Sidoarjo, banjir menyebabkan jalan rusak di berbagai lokasi. Contohnya Jalan Lingkar Timur, Jalan Kolonel Sugiono Waru, Jalan Raya Sukodono, Jalan Sumput, Jalan Kiai Mas’ud Buduran, dan Jalan Aryo Bebangah Gedangan. Selain itu, Jalan Doro Banjarasri, Jalan Desa Mojoruntut Krembung, dan Jalan Wadungasri.
Wakil Bupati Sidoarjo Subandi telah mengidentifikasi jalan rusak dan jenis kerusakannya agar segera tertangani. Penanganan jalan rusak diserahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo dengan cara menurunkan tim perbaikan ke lokasi.
”Dulu, penanganan jalan rusak diserahkan kepada camat di wilayah masing-masing. Namun, saat ini penanganan jalan rusak menjadi kewenangan dinas,” ucap Subandi.
Dia menambahkan, mayoritas jalan yang rusak karena tergenang air dalam waktu lama. Untuk memperbaiki jalan tersebut, pihaknya menunggu genangan surut. Namun, karena situasinya masih musim hujan, dilakukan penyedotan genangan menggunakan mesin pompa.
Setelah genangan mengering, petugas akan menuangkan material berupa pasir dan batu untuk menutup lubang. Setelah itu, baru dilakukan pelapisan aspal. Perbaikan jalan ini penting untuk mencegah kecelakaan lalu lintas dan memperlancar aksesibilitas masyarakat.