Relakan Rumah demi Lancarnya Trans-Timor
Dapat dipastikan, hampir semua pengguna jalan tak tahu kalau ada keluarga petani sederhana yang telah memberi andil di tengah kebuntuan jalan.
Mesak Tuka Jodi memandang satu per satu atap seng rumahnya dibongkar, kemudian dindingnya dihancurkan. Ia ikhlas rumahnya dirobohkan demi membuka jalan, di tengah lumpuhnya akses ke Jalan Trans-Timor Raya.
Jumat (17/2/2023) malam, guncangan membuat panik Mesak dan keluarga. Bukit yang berada sekitar 400 meter di sisi selatan rumahnya bergerak. Seantero bukit beserta tanaman di atasnya longsor, berpindah tempat hingga menyentuh sisi rumah Mesak. Sebagian rumah rusak ringan.
Lokasi longsor itu di Kelurahan Takari, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sekitar 85 kilometer dari Kota Kupang, ibu kota provinsi. Longsor seketika melumpuhkan Jalan Trans-Timor Raya di Pulau Timor.
Jalan tersebut merupakan jalan utama untuk jalur darat di Pulau Timor. Di pulau itu terdapat enam kabupaten kota. Warga dari empat kabupaten yang hendak ke Kota Kupang harus melalui jalan itu.
Begitu pula dengan masyarakat beberapa wilayah di Kabupaten Kupang yang hendak ke Kota Kupang harus melewati titik tersebut. Tak ada jalan alternatif. Ibarat tubuh manusia, jalur itu adalah bagian leher yang mengalir makanan dari mulut.
Mulai Jumat malam, ribuan kendaraan beserta penumpang mengantre dari dua arah. Setiap harinya, jalur itu dilewati ribuan kendaraan yang membawa ratusan ribu penumpang dan mengangkut ribuan ton barang. Trans-Timor Raya merupakan jalur darat paling ramai di NTT.
Tertimbun
Menurut analisis lapangan, perlu waktu lama untuk menyingkirkan material itu. Ruas jalan yang tertimbun sepanjang 250 meter hingga 300 meter dengan ketebalan rata-rata 6 meter.
”Ini paling cepat satu minggu,” ujar Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional NTT Agustinus Junianto saat ditemui pada Sabtu.
Satu-satunya solusi adalah membuka jalur darurat. Sejak jalan tertutup, para penumpang dari kedua arah mencari jalan sendiri. Mereka melewati jalan setapak yang curam. Beberapa orang sempat terpeleset hingga terguling. Mereka mengalami luka ringan.
Beberapa orang sakit dan jenazah dipikul melalui jalur itu. Di tengah kondisi itu, ada oknum masyarakat setempat yang mengambil untung, meminta setiap orang yang melintas harus membayar uang dengan jumlah yang tidak masuk akal.
Baca juga: Jalur Timor Raya Lumpuh Total
Mereka yang membantu membawa barang pun mematok harga mahal. Satu tentengan dibayar paling murah Rp 20.000. Jika diminta menyeberangkan motor, pemiliknya harus membayar Rp 150.000. Benar-benar meresahkan.
Kini, salah satu solusi yang bisa diambil adalah membuat jalan darurat di sisi utara ujung longsoran. Di jalur itu, timbunan material tidak begitu tebal. Juga tak ada halangan berupa kali atau batu besar. Secara teknis, pembukaan jalan darurat bisa rampung sekitar dua hari.
Rumah ini kami korbankan untuk orang banyak. Kasihan, banyak orang yang susah karena tidak bisa lewat di sini.
Namun, di titik itu ada bangunan rumah dengan dinding setengah tembok disambung pelepah dari pohon gewang. Perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Kupang kemudian mendekati Mesak, si empunya rumah. Mereka meminta kerelaan Mesak agar rumahnya bisa dibongkar untuk dibangun jalur alternatif.
Awalnya, Mesak dan keluarga keberatan. Bagi mereka, rumah yang sudah menjaga mereka siang dan malam itu adalah bagian dari kehidupan mereka. Puluhan tahun mereka tinggal di dalamnya. Mereka tidak mungkin tega menghancurkannya.
Dalam tradisi masyarakat setempat, rumah ikut menjaga nyawa manusia. Di rumah juga diyakini berdiam arwah leluhur. Menjual rumah atau membongkar rumah adalah haram hukumnya. Leluhur bisa marah dan memberi hukuman adat. Bisa berupa sakit bahkan hingga kehilangan nyawa.
Tersentuh
Namun, ketika melihat beberapa orangtua lanjut usia yang tertatih-tatih melawati jalan terjal, melihat orang sakit dan peti jenazah dipikul, Mesak merasa tidak tega. Nuraninya tersentuh. Ia lalu merundingkan hal itu dengan keluarga. Akhirnya tercapai kesepakatan untuk mengikhlaskan rumah itu dibongkar.
”Rumah ini kami korbankan untuk orang banyak. Kasihan, banyak orang yang susah karena tidak bisa lewat di sini,” kata Mesak.
Setelah rumah dibongkar, operator alat berat mulai membuka jalan darurat dan meratakannya. Pada Senin (20/2/2023) siang, jalan darurat itu sudah bisa dilewati kendaraan roda dua dan roda empat. Kemacetan sepanjang jalan mulai terurai.
Teldi Sanam, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kupang, mengatakan, jalur darurat itu merupakan buah dari kebaikan keluarga Mesak. Pemerintah tidak pernah menekan mereka untuk melepas rumah itu. Jika mereka tidak rela, jalan itu masih lumpuh total.
Namun, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membangun kembali rumah bagi keluarga Mesak. Pada Selasa (21/2/2023) siang, Mesak diundang ke Kantor Bupati Kupang untuk membicarakan tindak lanjutnya. Secara teknis, hal itu akan dibicarakan di kemudian hari.
Selain berurusan dengan keluarga Mesak, Pemerintah Kabupaten Kupang juga mencapai kesepakatan dengan beberapa pemilik lahan untuk pembukaan satu lagi jalur darurat. Jalan dimaksud bagi kendaraan berat, seperti bus dan truk pengangkut peti kemas.
Sosiolog dari Universitas Nusa Cendana, Lasarus Jehamat, berpendapat, keikhlasan keluarga Mesak menunjukkan nilai-nilai dan keutamaan lokal sebenarnya masih ada dan hidup di tengah masyarakat. Masyarakat di desa, meski dihantam berbagai macam perubahan, nyatanya masih memiliki keutamaan sosial yang melekat dalam kehidupan mereka.
”Pesan utamanya ialah masyarakat desa, minimal untuk konteks NTT, masih memelihara keutamaan sosial dan individual. Praksis kerelaan dan kebesaran hati Bapak Mesak khas menggambarkan keutamaan itu,” katanya.
Mobilitas di Jalan Trans-Timor Raya kembali bergerak. Kemungkinan besar, semua pengguna jalan tak tahu kalau ada keluarga petani sederhana yang telah memberi andil di tengah kebuntuan ini. Hormat bagi kerelaan keluarga Mesak.
Baca juga: Timor Raya Berdenyut Sepanjang Waktu