Pemuda dan Nelayan Teluk Adang Berkubang Lumpur agar Mangrove Tak Gugur
Sejumlah pemuda dan nelayan melakukan pembibitan, penanaman, dan pemantauan perkembangan mangrove di Teluk Adang, Kaltim. Mereka merehabilitasi lahan mangrove dengan mendorong pertambakan yang berdampingan dengan bakau.
Oleh
SUCIPTO
·6 menit baca
SUCIPTO
Kelompok Tani Hutan Muara Adang Indah memantau perkembangan bakau yang mereka tanam di sekitar Teluk Adang, Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (15/2/2023).
Di atas tanah rawa, enam anak muda melangkah di antara pohon bakau yang mereka tanam sebelumnya. Pijai Rahim (25), salah satu di antara mereka, berhenti di salah satu pohon bakau. Ia membentangkan meteran pita—alat ukur yang biasa digunakan penjahit—di ujung daun bakau. Ia ukur tinggi pohon bakau yang mereka tanam sejak Oktober 2022 silam.
Di hadapan Pijai, Ruslan memotret sekaligus menandai titik lokasi yang mereka pantau. Dengan kaki terendam lumpur, pria 33 tahun itu kemudian mencatat kondisi pohon bakau yang sehat dan yang gagal tumbuh. Sementara itu, empat pemuda lain berkeliling ke beberapa sudut hutan mangrove guna melihat ribuan bibit bakau yang sudah mereka tanam.
Dari penghitungan cepat, mereka memperkirakan 80 persen bibit bakau di titik itu tumbuh baik. Ciri-cirinya terlihat dari tegakkan batang yang kokoh, tinggi pohon, serta daun yang semakin lebat. Adapun sisanya, sekitar 20 persen bibit, gagal tumbuh. Semua kondisi itu mereka potret dan catat di dalam kertas laporan siang itu, Rabu (15/2/2023).
Mereka kemudian kembali ke perahu kayu dan beranjak ke titik lain di Teluk Adang, Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Mereka berhenti di sebuah tambak milik Seba, warga Desa Muara Adang. Menyusuri tanggul tambak, mereka berhenti di sebuah titik. Kali ini Adam Malik (23) dan Abdul Jalil (32) mengecek dan mengukur bibit bakau yang sudah mereka tanam.
Di titik kedua ini, Adam menyimpulkan, kematian bibit bakau cukup tinggi. Ia memperkirakan, hanya 10-15 persen bibit yang berhasil tumbuh baik. Dari pengamatan lapangan, ada banyak faktor yang memengaruhi bibit gagal tumbuh. Salah satunya, lokasi penanaman bibit mangrove lebih rendah dari tanggul tambak. Akibatnya, saat air laut pasang, bibit-bibit tersebut tenggelam terendam air. Itu terlihat dari jejak-jejak air di sekitar tambak.
”Faktor lain, di sekitar tambak itu banyak kayu kering. Mungkin kayu-kayu itu hanyut dan menghantam bibit,” kata Adam.
SUCIPTO
Kelompok Tani Hutan Muara Adang Indah memantau perkembangan mangrove yang mereka tanam di sekitar Teluk Adang, Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (15/2/2023).
Mereka adalah pemuda yang tergabung di dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Muara Adang Indah. Kelompok itu sedang memonitor perkembangan rehabilitasi hutan mangrove yang sedang mereka jalankan sejak medio 2022. Program itu mendapat dukungan dari Planète Urgence (PU) Indonesia dan Kelompok Kerja Pesisir, organisasi non-pemerintah yang fokus pada restorasi ekosistem yang terdegradasi, khususnya di pesisir.
Fokus utama rehabilitasi mangrove yang mereka jalankan adalah silvofishery atau wanamina, sistem pertambakan tradisional yang menggabungkan antara usaha perikanan dengan penanaman mangrove yang terdegradasi. Para pemuda itu menanam bakau di kawasan tambak milik masyarakat. Total ada 14 tambak warga yang mereka tanami supaya menjadi mangrove yang lebih sehat.
Adam mengatakan, hasil pemantauan lapangan itu akan mereka catat dan teliti, terutama apa saja penyebab bibit gagal tumbuh. Hasil evaluasi itu akan mereka gunakan untuk penanaman bibit di kemudian hari. Diharapkan bibit-bibit yang ditanam bisa tumbuh sesuai harapan.
Rehabilitasi mangrove dengan pendekatan itu dinilai yang paling tepat dijalankan di kampung mereka. Sebab, Desa Muara Adang adalah perkampungan nelayan yang seluruh warganya amat bergantung dengan hasil perikanan. Salah satunya, melalui tambak udang dan tambak ikan bandeng.
Permasalahannya, para petambak membuka hutan mangrove untuk membuat tambak. Tak tanggung-tanggung, satu keluarga bisa punya 40 hektar tambak. Artinya, keluarga itu sudah mengalihfungsikan 40 hektar hutan mangrove menjadi tambak. KTH Muara Adang Indah ingin mengembalikan tutupan mangrove dan menggalakkan tambak yang lebih ramah lingkungan.
Mereka menanam bibit mangrove di sekitar tanggul tambak. Para pemilik tambak mendapat banyak keuntungan dengan penanaman di titik tersebut. Sebab, kelak akar pohon mangrove bisa mencegah abrasi karena tanah dan lumpur tertahan oleh akar mangrove. Dengan demikian, merugi karena tanggul tambak jebol potensinya lebih kecil.
”Mangrove juga menjadi tempat pemijahan ikan-ikan dan udang. Hasil tambak bisa lebih optimal jika di dalam tambak di tanami mangrove dengan sebaran yang sudah ditentukan,” kata Ketua KTH Muara Adang Indah, Ilham.
SUCIPTO
Anggota Kelompok Tani Hutan Muara Adang Indah menyusuri hutan mangrove untuk memantau perkembangan mangrove yang mereka tanam di sekitar Teluk Adang, Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (15/2/2023).
Koordinator Lapangan Pokja Pesisir sekaligus pendamping KTH Muara Adang Indah, Jufriansyah, mengatakan, sejak Oktober hingga Desember 2022, masyarakat sudah menanam 80.000 bibit mangrove. Sebanyak 50.000 bibit berada di luar tambak masyarakat dan sisanya tersebar di dalam tambak warga. Mereka menghadapi tantangan, yakni beberapa warga menolak bibit mangrove ditanam di dalam tambak.
”Warga khawatir, penanaman mangrove sebagai upaya pemerintah untuk mengambil alih tambak warga. Itu masih kami komunikasikan dan lakukan pendekatan,” ujar Jufriansyah.
Sebab, kata Jufriansyah, sejumlah silvofishery di Filipina sudah banyak yang berhasil. Salah satu keuntungan yang didapat petambak di Filipina, tambak seluas dua hektar mampu memanen dengan hasil yang setara dengan tambak seluas 15 hektar. Artinya, silvofishery bisa mengoptimalkan hasil tambak warga secara kualitas dan kuantitas, sambil tetap menjaga tutupan mangrove.
Hasil tambak bisa lebih optimal jika di dalam tambak di tanami mangrove dengan sebaran yang sudah ditentukan.
Budijono dan tim pernah meneliti efektivitas silvofishery dalam Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Volume 12 No 2 November 2020. Penelitian itu berjudul ”Pengembangan Budi Daya Kepiting Bakau (Scylla sp) Sistem Silvofishery untuk Melestarikan Hutan Bakau di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau”.
SUCIPTO
Kelompok Tani Hutan Muara Adang Indah menyusuri hutan mangrove untuk memantau perkembangan mangrove yang mereka tanam di sekitar Teluk Adang, Desa Muara Adang, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Rabu (15/2/2023).
Mereka mencatat, pemeliharaan kepiting bakau dengan sistem sylvofishery selama tiga bulan memberikan keuntungan dan tambahan penghasilan sedikitnya Rp 1 juta per bulan. Dalam satu siklus pembesaran, jika kondisi normal, investasi tambak bisa kembali modal. Hasil yang optimal, kata Budijono dan tim, salah satunya disebabkan oleh jenis substrat di sekitar hutan mangrove yang terdiri dari lumpur dan tanah liat.
Substrat halus banyak mengandung serasah dan bahan organik. Itu dihasilkan dari daun-daun mangrove yang jatuh ke lumpur dan terdekomposisi oleh bakteri. Serasah pada substrat tersebut sangat mendukung untuk makanan organisme pemakan detritus dari kelompok gastropoda (Ellobiidae dan Potamididae). ”Gastropoda diketahui merupakan salah satu makanan alami kepiting bakau,” tulis mereka.
Dalam sejumlah literatur, gastropoda juga menjadi pakan alami udang. Untuk itu, KTH Muara Adang mendorong warga untuk turut menanam mangrove di tambak mereka yang kebanyakan berupa tambak udang. Dampak positif lain, jika tutupan mangrove bagus, para pencari kepiting di hutan bakau Teluk Adang bisa mendapat tangkapan melimpah.
Selain rehabilitasi hutan mangrove, KTH Muara Adang Indah juga sedang berupaya menciptakan alternatif penghasilan bagi warga dengan memanfaatkan buah bakau. Salah satunya dengan membuat sirup berbahan baku buah bakau yang warga sebut sebagai pedada atau pidada. Dengan demikian, warga bisa memanfaatkan bakau tanpa perlu menebang pohonnya.
Selain itu, Planète Urgence (PU) Indonesia juga sedang menjalankan program di sekolah-sekolah. Program ini, salah satunya, bertujuan agar pengetahuan mengenai pentingnya mangrove diketahui warga sejak dini. ”Kami mendorong agar sekolah di pesisir bisa punya kurikulum tentang mangrove,” kata Fathurohmah, Project Coordinator-New Mahakam, PU Indonesia.
Dengan langkah-langkah itu, hutan mangrove tak hanya membuat ekosistem lebih baik, tetapi juga diharapkan memberi manfaat ekonomi warga.