Banjir Landa Tiga Wilayah Eks Karesidenan Surakarta, Puluhan Ribu Warga Terdampak
Puluhan ribu warga di tiga wilayah eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah, yakni Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Klaten, terdampak banjir yang terjadi selama dua hari terakhir.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Banjir melanda tiga wilayah di eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah, yakni Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Klaten, dua hari terakhir. Puluhan ribu warga terdampak. Warga diminta menjaga kewaspadaan mengingat ancaman banjir belum sepenuhnya hilang seiring dengan cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini.
Di Kota Surakarta, banjir terjadi sejak Kamis (16/2/2023) malam. Hingga Jumat (17/2/2023) siang, genangan air masih bertahan di sejumlah titik. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surakarta melaporkan genangan air timbul di 16 kelurahan yang tersebar di empat kecamatan, yakni Kecamatan Jebres, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon, dan Kecamatan Laweyan.
Adapun jumlah warga yang terdampak banjir berjumlah 21.846 orang. Sebanyak 4.440 orang di antaranya memutuskan untuk tinggal di tempat pengungsian terpusat yang meliputi kantor kelurahan dan bangunan sekolah terdekat.
”Sampai sekarang masih siaga karena belum ada penurunan debit air (Sungai Bengawan Solo). Posisinya masih siaga merah. Kami terus memantau,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kota Surakarta Nico Agus Putranto saat ditemui seusai rapat koordinasi penanganan banjir di kompleks Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat sore.
Berdasarkan hasil penelusurannya, kata Nico, penyebab banjir bukan sekadar imbas pembukaan pintu limpasan air Waduk Gajah Mungkur di Kabupaten Wonogiri. Memang, pembukaan pintu tersebut berkontribusi atas terjadinya peningkatan debit air di Sungai Bengawan Solo, tetapi penambahannya tidak terlalu signifikan.
Menurut Nico, banjir juga disebabkan oleh tingginya curah hujan dari daerah-daerah penyangga di sekitar Kota Surakarta, seperti Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten. Kiriman aliran air menuju sungai-sungai di wilayah Kota Surakarta berlangsung sangat cepat karena hujan deras di daerah-daerah tersebut juga terjadi dalam kurun waktu yang lama. Waktu terjadinya hujan juga hampir bersamaan. Itu dibuktikan dari luapan air sungai di wilayah perkotaan.
”Ada juga yang merupakan imbas luapan dari Sungai Bengawan Solo, juga ada luapan dari sungai-sungai kota karena intensitas hujan dua hari terakhir cukup tinggi,” kata Nico.
Berdasarkan informasi di rapat koordinasi penanganan banjir, lanjut Nico, fluktuasi cuaca ekstrem masih bakal berlangsung selama tujuh hari ke depan. Untuk itu, risiko peningkatan muka air bisa kembali terjadi. Pihaknya tengah mengusulkan agar diberlakukan status tanggap darurat bencana sesegera mungkin.
”Biasanya tanggap darurat itu tiga hari selesai. Kalau masih ada dinamika cuaca, ya, bisa disiapkan sampai tujuh hari ke depan. Ini mempertimbangkan kondisi cuaca ekstrem. Kalau saya ingin secepatnya biar bisa bergerak cepat,” kata Nico.
Fluktuasi cuaca ekstrem masih bakal berlangsung selama tujuh hari ke depan.
Banjir juga terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Sukoharjo. Kepala BPBD Kabupaten Sukoharjo Ariyanto Mulyatmojo menyampaikan, banjir di Sukoharjo terjadi di enam desa di dua kecamatan, yakni Desa Madegondo, Desa Kadokan, dan Desa Kwarasan di Kecamatan Grogol, serta Desa Gadingan, Desa Tegalmade, dan Desa Laban di Kecamatan Mojolaban.
Meski hanya terdapat di dua kecamatan, ketinggian air yang memasuki perkampungan mencapai 2 meter. Tidak tertutup kemungkinan banjir akan berlangsung lebih lama karena tidak ada tanda-tanda penurunan debit air Sungai Bengawan Solo. Banjir terjadi di daerah-daerah yang berada di bantaran anak-anak sungai dari Bengawan Solo.
”Anak-anak sungai itu meluap karena air sudah tidak bisa lagi masuk ke Bengawan Solo. Kalau nanti Bengawan Solo naik lagi, otomatis air cari ke tempat lebih rendah, itu pasti nanti masuk ke anak-anak sungai,” kata Ariyanto.
Hingga Jumat siang warga terdampak banjir di Sukoharjo mencapai 4.000 orang. Mereka mengungsi ke beberapa lokasi, seperti kantor kelurahan, balai desa, masjid, kantor kecamatan, dan kediaman kerabat yang aman dari banjir. BPBD Sukoharjo akan terus memperbarui data jumlah pengungsi setiap saat.
Adapun di Kabupaten Klaten, banjir terjadi di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Wonosari, Kecamatan Karangdowo, Kecamatan Pedan, dan Kecamatan Juwiring, sejak Kamis. Ketinggian air terentang dari 30 cm hingga 150 cm. Selain banjir, juga dilaporkan terjadi bencana tanah longsor, di Kecamatan Tulung. Semua peristiwa itu merupakan dampak dari tingginya intensitas hujan disertai angin di beberapa wilayah tersebut.
Akibatnya, sejumlah warga terpaksa mengungsi karena rumahnya terendam air. Pengungsian tersebar di empat titik di Desa Bener, Kecamatan Wonosari. Mereka mengungsi di balai desa hingga rumah-rumah warga. Satu titik pengungsian bisa ditempati 60-80 orang.
Jumat pagi jumlah pengungsi berkurang karena banjir sudah mulai surut. ”Kami selalu siaga memberikan logistik ke lokasi-lokasi pengungsian,” kata Sekretaris BPBD Klaten Nur Tjahjono Suharto, Jumat petang.
Nur mengimbau agar masyarakat senantiasa menjaga kewaspadaan. Pasalnya, ancaman cuaca ekstrem diperkirakan masih akan berlangsung sepanjang Februari sampai Maret nanti. Namun, pihaknya belum berencana menetapkan status tanggap darurat bencana banjir.
”Kebutuhan logistik masih mencukupi. Semua kebutuhan pengungsi masih bisa dipenuhi dengan stok logistik yang ada,” kata Nur.