Daur Ulang Botol Plastik dan Bergeraknya Ekonomi Sirkular di Pulau Lombok
Di Pulau Lombok, NTB, sampah berupa botol plastik dikumpulkan dan didaur ulang kembali oleh Lombok PET menjadi bahan baku pembuatan kemasan baru air minum.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
Sebagai destinasi pariwisata superprioritas, Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih berjibaku dengan persoalan sampah. Berbagai upaya ditempuh, dari penanganan di tingkat hulu hingga hilir, termasuk melalui industri daur ulang botol plastik.
Waktu menunjukkan pukul 10.00 Wita begitu sepeda motor roda tiga dengan bak penuh sampah tiba di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok, Lombok Barat, Kamis (9/2/2023). Tidak peduli dengan bau menyengat sampah, para pemulung yang berada di sana sejak pukul 06.00 langsung mengerubunginya.
Petugas kemudian menarik sampah keluar dari bak dibantu para pemulung. Setiap melihat sampah yang masih layak, seperti botol plastik, para pemulung itu langsung mengambil dan memasukkannya ke dalam karung.
Tidak hanya saat berada di bak, para pemulung itu melanjutkan mencari di sampah yang sudah diturunkan. Berharap, ada satu dua botol plastik yang terlewat.
Sepanjang hari, hingga TPA yang berada sekitar 10 kilometer selatan Mataram, ibu kota NTB, itu tutup pada pukul 18.00, para pemulung tersebut melakukan hal yang sama berulang kali.
”Sehari bisa dapat 2 kilogram. Kalau mau lebih banyak, bisa ke atas. Cari di sampah yang diangkut dengan truk. Namun, kalau enggak kuat, seperti kami yang sudah tua-tua, cukup di sini saja, di sampah yang dibawa sama sepeda motor,” kata Sariah (50), salah satu pemulung.
Menurut Sariah, sampah, terutama botol plastik yang dikumpulkan, mereka jual ke pengepul. Dalam seminggu, ia bisa mendapatkan sekitar Rp 125.000.
Daur ulang botol
Apa yang dilakukan Sariah dan 185 pemulung, 135 di antaranya perempuan, di TPA Kebon Kongok setiap hari adalah bagian dari proses pengelolaan sampah di Pulau Lombok. Sampah, khususnya botol plastik yang dikumpulkan pemulung di TPA Kebon Kongok dan lainnya, kemudian dibeli oleh pengepul. Dari pengepul, botol-botol plastik itu kemudian di bawa ke tempat daur ulang.
Salah satu tempat daur ulang botol plastik adalah Lombok PET di kawasan Kuranji, Lombok Barat. Lombok PET adalah unit bisnis daur ulang atau recycling business unit dampingan Danone Indonesia yang dikelola oleh UD Lombok PET.
Pengelola Lombok PET, Yung Merta Yasa, mengatakan, Lombok PET memiliki kapasitas produksi sekitar 100 ton per bulan dalam bentuk cacahan dan botol press. Setiap hari, 3-4 ton sampah botol plastik masuk ke Lombok PET, baik dalam bentuk botol utuh maupun press (gepeng).
Merta menjelaskan, begitu tiba di Lombok PET, botol plastik tersebut langsung disortir. Ada yang bisa langsung diproses, ada juga yang masih harus dibersihkan. Misalnya botol dengan stiker atau ada sisa lem yang menempel.
Menurut Merta, tidak semua botol plastik diterima. Mereka tidak akan memproses botol plastik yang terkontaminasi oli atau minyak.
Setelah proses sortir selesai, botol plastik itu kemudian di bawa ke area penggilingan dan pencucian. Selanjutnya, hasil penggilingan berupa cacahan plastik dikemas untuk dikirim ke Namasindo dan Veolia Indonesia sebagai mitra Danone Indonesia. Di sana, cacahan plastik diolah kembali menjadi botol.
Sustainable Development Director Danone Indonesia Karyanto Wibowo mengatakan, permasalahan sampah di Indonesia sangat pelik dengan produksi lebih dari 65 juta ton per tahun. Khusus Lombok Barat saja, dalam empat tahun produksi sampahnya hampir 4 juta ton.
”Lebih kurang, dari sampah yang kita hasilkan itu, baru separuh yang terkelola. Kalau belum terkelola, maka akan masuk ke sungai, ke laut, dan berpotensi mengancam kehidupan kita ke depan,” kata Karyanto.
Menurut Karyanto, Danone termasuk menggunakan kemasan plastik yang jika tidak terkelola berpotensi mencemari lingkungan sehingga mereka melakukan sejumlah upaya, seperti redukasi atau guna ulang plastik.
”Kami mempunyai target untuk mengumpulkan lebih banyak kemasan plastik daripada yang kami produksi pada 2025,” kata Karyanto.
Saat ini, Lombok PET menyumbang sekitar 9 persen atau 1.200 ton per tahun dari 10.000 ton bahan daur ulang yang digunakan Danone Indonesia. Menurut Karyanto, mereka belum bisa menggunakan 100 persen bahan daur ulang karena kemampuan industri (daur ulang) masih terbatas.
Ekonomi sirkular
Karyanto mengatakan, penggunaan bahan daur ulang adalah upaya mendukung berlangsungnya ekonomi sirkular atau konsep ekonomi yang ramah lingkungan.
”Kami percaya, dengan konsep itu, kita bisa berkontribusi secara signifikan pada isu-isu lingkungan. Namun, pada saat yang sama, kita bisa mendorong berkembangnya ekonomi,” kata Karyanto.
Menurut dia, jika sampah tidak dikelola dan masuk ke TPA, maka berpotensi menyebabkan pencemaran. Namun, sebaliknya, jika dikelola, maka akan membuka lapangan pekerjaan mulai dari pemulung, logistik, hingga di industri daur ulang.
Lombok PET yang beroperasi sejak 2013 mempekerjakan 40 karyawan yang berasal dari kawasan tersebut. Selain itu, ada 30 pengepul yang berdomisili di Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Utara. Pengepul itu membawahkan sekitar 1.200 pemulung.
Suriah (40), salah satu karyawan yang bertugas di bagian sortir, mengatakan, sebelum bergabung dengan Lombok PET, ia bekerja mengangkut pasir. Kadang-kadang ia mencari sampah di TPA Kebon Kongok.
”Di sini, dalam seminggu bisa dapat Rp 250.000 atau kurang. Tergantung barang (botol plastik) yang masuk. Meski begitu, alhamdulillah, sangat membantu untuk kebutuhan keluarga,” kata Suriah yang suaminya saat ini masih mengangkut pasir.
Rahni, bagian sortir lainnya, menambahkan, ia sebelumnya juga memulung di TPA Kebon Kongok. Rahni kini merasa terbantu dengan bisa bergabung ke Lombok PET, apalagi suaminya juga bekerja di tempat yang sama di bagian penggilingan.
Kehadiran berbagai pihak dalam penanganan sampah disambut positif oleh Pemerintah Provinsi NTB. Apalagi, sejak 2018, NTB meluncurkan program zero waste.
Zero waste adalah konsep pengelolaan sampah berbasis pengurangan jumlah sampah, daur ulang sampah, penggunaan kembali sampah, dan konsep ekonomi sirkular.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, pengolahan sampah di NTB sudah berjalan cukup baik, tetapi masih banyak hal yang harus dilakukan. ”Pengolahan sampah dan lingkungan menjadi pekerjaan rumah bersama,” kata Rohmi.
Ketika sampah bisa dikelola dengan baik, maka citra Lombok dan NTB sebagai destinasi superprioritas yang mampu mewujudkan sapta pesona pariwisata akan semakin kuat. Tentu dampaknya juga memberi manfaat baik bagi lingkungan maupun masyarakat.