Irigasi dan Banjir Jadi Kendala Pengembangan ”Food Estate” di Kalteng
Proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah terus mendapat perhatian. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berharap semua pihak optimistis untuk mengejar target produktivitas gabah padi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengunjungi lokasi food estate di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis (16/2/2023). Kunjungan itu dilakukan untuk memantau perkembangan food estate di Kalteng.
KUALA KAPUAS, KOMPAS — Lahan ekstensifikasi proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah masih terkendala irigasi dan bencana alam. Di beberapa wilayah, target luas lahan yang digarap belum memenuhi target tahun ini.
Hal itu disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di sela-sela peninjauan perkembangan program lumbung pangan atau food estate. Syahrul datang ke beberapa wilayah food estate di Kalteng pada Kamis (16/2/2023) ditemani Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo dan Bupati Kapuas Ben Brahim.
Syahrul mengungkapkan, target luas penanaman padi di Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, mencapai 1.020 hektar, tetapi saat ini luas tanam yang ditanami padi baru 200 hektar. Menurut Syahrul, tiap hektar sawah yang ditanami padi itu bisa menghasilkan minimal 4 ton gabah.
”Food estate Kalimantan jangan dilihat apa yang dihasilkan hari ini, tapi kami berharap ini konsep yang menembus masa depan secara nasional. Ingat, kita tidak bisa bertumpu lagi hanya di Jawa. Lahan yang tersedia dan cukup luas itu Kalimantan,” kata Syahrul.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (ketiga dari kiri-depan) mengunjungi lokasi food estate di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalteng, Kamis (16/2/2023). Mentan ditemani Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo dan Bupati Kapuas Ben Brahim dalam kunjungan tersebut.
Syahrul menjelaskan, lahan di Kalimantan berbeda dengan Jawa, Sumatera, ataupun Sulawesi. Di Kalimantan, lahan yang digunakan merupakan bekas rawa-rawa. Ia menyebutnya dengan rawa aluvial, bukan rawa gambut.
”Kami punya tantangan dengan air, tentu saja harus dibuat irigasi terlebih dahulu agar air bisa surut, tetapi ternyata tidak semudah yang kami pikirkan. Irigasi terbentuk tiba-tiba (karena) ada hujan, jadi mesti kering dulu baru ditanam,” kata Syahrul.
Syahrul menargetkan pada Februari ini pihaknya bisa menggarap 1.020 hektar sawah, tetapi baru mampu 200 hektar. ”Kami dorong terus bersama pemerintah Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, TNI dan Polri dalam waktu 1 sampai 2 minggu depan mencapai 500 hektar,” ujar Syahrul.
Ismail (48), Ketua Kelompok Tani Suka Jadi di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, mengungkapkan kesulitannya dalam menggarap lahan sawah yang sudah disediakan pemerintah. Saat ini, lahan seluas 2 hektar sudah ditanami dan dalam waktu kurang lebih dua bulan dirinya bakal mulai memanen.
”Sawah saya itu dulunya hutan galam (Melaleuca leucadendron), jadi ini baru dibuka dan dijadikan sawah. Tahun lalu panen pertama, hasilnya lumayan. Per hektar capai 4 ton,” tutur Ismail.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meletakkan batu pertama pembangunan penggilingan padi modern di Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalteng, Kamis (16/2/2023). Kunjungan itu dilakukan untuk memantau perkembangan food estate di Kalteng.
Meskipun sempat berhasil, lahan sawah miliknya tidak bisa ditanam sebanyak tiga kali setahun sesuai keinginan pemerintah dalam program food estate. Ia hanya mampu menanam dua kali dalam setahun. Menurut dia, beberapa lahan sawah tidak bisa ditanami lantaran terendam banjir.
”Pemerintah banyak membantu. Hanya saja, karena alam, hujan terus, jadinya harus didorong airnya supaya cepat kering,” kata Ismail.
Pemerintah banyak membantu. Hanya saja, karena alam, hujan terus, jadinya harus didorong airnya supaya cepat kering.
Di Kabupaten Pulang Pisau, lahan ekstensifikasi di Desa Mulya Sari belum bisa ditanami. Masalah yang sama juga dihadapi petani di wilayah itu, yakni banjir dan saluran irigasi.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Mulya Sari Sukirno mengungkapkan, selain hujan, banjir juga disebabkan oleh saluran irigasi lawas yang sudah berusia 25 tahun. ”Irigasi harus dikeruk lagi, diperbaiki,” ucapnya.
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Edy Pratowo menjelaskan, pengembangan food estate Kapuas telah memberikan hasil. Sebelumnya, sebagian besar petani hanya bisa memanen 1-3 ton, kini bisa memanen 4 ton padi per hektar.
”Oleh karena percepatan peningkatan luas tanam padi ini harus kami lakukan. kami akan kolaborasi dengan pemerintah kabupaten agar target penanaman padi ini tercapai. Apa pun yang dilakukan harus dengan mengubahmindset, karena mengelola lahan rawa ini sangat berbeda dengan lahan di Pulau Jawa. Kita tidak boleh menyerah, kita pasti bisa capai target luas tanam,” tutur Edy.
Selain melakukan peninjauan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga meletakkan batu pertama pembangunan tempat penggilingan padi modern (rice milling unit/RMU), penyerahan kredit usaha rakyat (KUR) Rp 1,8 miliar, dan meninjau bengkel alat mesin pertanian (alsintan).
”Penggilingan ini, kan, dibangun pemerintah pusat, kami di Kalteng juga akan membangun tiga penggilingan baru lagi untuk ketahanan pangan, di tiga wilayah. Sudah dianggarkan,” tutur Edy.
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Para pekerja borongan asal Kalimantan Selatan sedang menanami padi jenis Impari-42 di sawah yang digarap pemerintah dalam program food estate di Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Rabu (21/4/2021).
Staf Riset dan Advokasi Foodfirst Information and Action Network (FIAN) Indonesia Gusti NA Shabia mengungkapkan, proyek food estate di Indonesia dilaksanakan dengan tujuan utama produktivitas, bukan pemenuhan hak atas pangan dan gizi masyarakat. Menurut dia, program strategis nasional itu berdampak pada hilangnya sistem pangan lokal.
”Sistem pangan lokal yang sudah beragam diganti dengan food estate yang fokus pada satu komoditas atau monokultur,” kata Shabia.