Tagih Utang di Media Sosial, Warga Malang Dijerat UU ITE
Kesal tidak ada iktikad baik dari pengutang untuk mengembalikan pinjaman Rp 25 juta, warga Malang dituntut 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta. Dia pun membela diri.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Sidang pleidoi kasus pencemaran nama baik Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronika dengan terdakwa Dian Patria Arum Sari, berlangsung di Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, Jawa Timur, Selasa (14/2/2023)
MALANG, KOMPAS — Bermaksud menagih utang sebesar Rp 25 juta melalui komentar di media sosial, Dian Patria Arum Sari, warga Kabupaten Malang, Jawa Timur, justru menjadi terdakwa. Dia dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika dengan tuntutan 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam sidang nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Negari (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang, Selasa (14/2/2023), terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa komentarnya di Facebook (FB) milik DIPR ia lakukan lantaran kesal tidak ada itikad baik dari suami DIPR untuk mengembalikan utang.
Terdakwa mengomentari postingan DIPR pada 19 November 2019. Saat itu DIPR tengah menawarkan penjualan rumah milik tantenya dengan kata-kata, antara lain berbunyi soal penipuan dan mobil pinjaman. Tidak terima dengan komentar Dian, DIPR kemudian melapor ke Kepolisian Resor (Polres) Pasuruan Kota.
Sidang pembacaan pleidoi itu hanya berlangsung kurang dari 30 menit. Majelis hakim yang diketui Amin Immanuel Bureni menyatakan sidang akan dilanjutkan kembali pekan depan dengan agenda replik oleh jaksa penuntut umum.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Gedung Pengadilan Negeri Kepanjen di Jalan Panji, Penarukan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (14/2/2023).
Seusai sidang, kuasa hukum terdakwa M Sholeh mengatakan, kliennya merasa dizolimi. Pertama, kasus ini mestinya ditangani Kepolisian Resor Malang dengan alasan lokus saat Dian menulis komentar ada di Malang, bukan ditangani Polres Pasuruan Kota tempat DIPR membaca komentar FB tersebut.
Kedua, lanjut Sholeh pihak kepolisian dan jaksa sejak awal tidak membaca atau memahami Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Polri yang menyatakan jika yang dilontarkan menyangkut fakta, bukan termasuk kategori pencemaran nama baik.
”Kenapa ini fakta? karena pada dasarnya Dian menulis itu akibat ungkapan emosi uang Rp 25 juta miliknya dibawa oleh Bayu (BPA) dan Bayu sudah membuat surat pernyataan punya utang dan mau mengembalikan. Namun, saat ditagih-tagih tidak kunjung membayar,” kata Soleh.
Ketiga, Soleh melihat kasus ini sudah kedaluwarsa lantaran melewati batas waktu. Pencemaran nama baik merupakan delik aduan, sesuai Pasal 74 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pengaduan memiliki masa kedaluwarsa enam bulan. Peristiwa terjadi 7 November 2019, tetapi baru dilaporkan 7 November 2020.
Mestinya, lanjut dia kasus ini gugur demi hukum. ”Faktanya mulai di kepolisian tetap jalan, dilanjut ke Kejaksaan tetap jalan. Di PN ini pun, sebelum memakai pengacara, Dian membuat eksepsi menyampaikan itu, tetapi juga tetap jalan,” katanya.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Kuasa hukum terdakwa Dian Patria Arum Sari, M Sholeh tengah menjawab pertanyaan awak media seusai sidang pleidoi kasus pencemaran nama baik terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika di Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, Jawa Timur, Selasa (14/2/2023)
Kalau kasus-kasus seperti ini dibiarkan, menurut Soleh pihaknya khawatir akan banyak muncul Dian-Dian baru. Saat ditagih utang peminjam enggan melunasi. Saat ditagih melalui Medsos dianggap mencemarkan nama baik. ”Lama-lama orang enggan membayar utang,” ujarnya.
Dian menulis itu akibat ungkapan emosi uang Rp 25 juta miliknya dibawa oleh BPA dan BPA sudah membuat surat pernyataan punya utang dan mau mengembalikan. Namun, saat ditagih-tagih tidak kunjung membayar.
Sementara itu, Dian menuturkan kasus ini berawal dari suatu hari pada November 2019. Saat itu, ada WD—temen dari suaminya—yang minta bantuan untuk modal bisnis ayam petelur dengan sistem bagi hasil 60:40. Dian pun berusaha mengecek ke rumah WD guna memastikan usaha yang bersangkutan.
Karena saat itu Dian merasa kurang sreg, WD akhirnya menyodorkan sebuah mobil Honda Mobilio sebagai jaminan. Karena berpikir nilai mobil lebih mahal dibanding utang, plus janji satu bulan dikembalikan, akhirnya Dian setuju. Dia pun mentransfer uang tersebut.
”Sebelumnya, WD bilang 'satu bulan nanti saya kembalikan uangnya sama teman saya Bayu'. Saya sendiri tidak tahu Bayu itu siapa, katanya. WD sendiri kemudian diketahui sebagai sopir travel BPA.
Setelah transfer uang ke WD, beberapa jam kemudian ada orang bernama BPA bersama beberapa orang lainnya datang ke rumah Dian di Geneng, Kecamatan Pakisaji. BPA mengaku sebagai pemilik mobil yang dijaminkan tadi. BPA juga menjelaskan jika mobil tersebut hilang selama tiga bulan.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Gedung Pengadilan Negeri Kepanjen di Jalan Panji, Penarukan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (14/2/2023)
Karena masih ragu dengan pengakuan BPA, Dian bergeming meyerahkan kendaraan itu. Dian juga mendapat informasi bahwa dua hari sebelumnya mobil tersebut berada di tangan korban lain dengan modus hampir sama. ”Orang yang mengambil juga sama seperti yang datang ke rumah saya,” ucapnya.
Setelah dipertemukan dengan BPA oleh seorang tokoh, kata Dian, akhirnya BPA mengakui jika dirinya melakukan hal itu untuk membayar cicilan kendaraan lain. Dari pertemuan itu terbit surat utang-piutang yang mana BPA sepakat akan melunasi dalam waktu tujuh hari.
Namun, upaya Dian untuk menagih pembayaran utang—setelah batas waktu yang dijanjikan--tak kunjung ditepati. Tiga kali dia datang ke rumah BPA, tetapi hanya mendapati orangtua dan istrinya. Dari situlah, Dian kemudian melaporkan hal ini ke Kepolisian Resor Malang.
”Kayaknya (laporan ke Polres Malang) tidak ada kelanjutannya. Akhirnya, saya jengkel dan emosi seketika menulis di kolom Facebook-nya DIPR. Saya juga sempat menulis di komennya BPA, tetapi sudah dihapus,” katanya.
Sementara itu, dalam tuntutannya, jaksa menyebut Dian telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana Pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.