Ombudsman: Baru Lima Pemda di Kalsel yang Memiliki Layanan Publik Berkualitas Tinggi
Pemerintah daerah didorong untuk terus memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Saat ini standar pelayanan publik pemerintah daerah di Kalimantan Selatan secara umum masih berkualitas sedang.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Baru ada lima pemerintah daerah di Kalimantan Selatan yang memiliki standar pelayanan publik berkualitas tinggi. Adapun pemerintah provinsi dan delapan pemerintah kabupaten/kota lainnya di Kalsel masih mendapatkan kategori kualitas sedang. Pemerintah daerah pun didorong untuk terus memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Demikian hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik tahun 2022 ”Opini Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia” di Banjarmasin, Selasa (14/2/2023). Lima pemerintah daerah di Kalsel yang masuk zona hijau dengan kategori kualitas tinggi (nilai 78,00 sampai 87,99), yaitu Pemerintah Kabupaten Tanah Laut (86,61), Pemerintah Kota Banjarbaru (84,74), Pemkab Tanah Bumbu (84,57), Pemkab Balangan (80,78), dan Pemkab Tabalong (79,36).
Adapun kategori pelayanan publik berkualitas sedang (54,00-77,99) atau berzona kuning, yakni Pemprov Kalsel, Pemkot Banjarmasin, Pemkab Banjar, Pemkab Barito Kuala, Pemkab Tapin, Pemkab Hulu Sungai Selatan, Pemkab Hulu Sungai Tengah, Pemkab Hulu Sungai Utara, dan Pemkab Kotabaru.
Sementara itu, di level unit pelayanan pemda, sebanyak 35 dari 83 unit pelayanan pemda masuk zona hijau dengan kualitas tinggi (25 unit) dan tertinggi (10 unit). Selebihnya, masih berada di zona kuning.
”Hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik di Kalsel tahun 2022 secara umum cukup baik. Di level pemda ataupun unit pelayanan ada penambahan yang masuk zona hijau. Pada penilaian tahun 2021, hanya tiga pemda yang masuk zona hijau,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel Hadi Rahman.
Hadi menjelaskan, penilaian kepatuhan standar pelayanan publik dilakukan lewat pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data, wawancara petugas penyelenggara layanan, wawancara masyarakat, observasi ketampakan fisik, dan bukti dokumen pendukung standar pelayanan. ”Proses penilaian dilakukan secara objektif, independen, dan mandiri,” ujarnya.
Menurut dia, penilaian kepatuhan standar pelayanan publik dilakukan Ombudsman sejak 2015 dalam rangka mendorong pemerintah pusat ataupun daerah agar meningkatkan kualitas pelayanan publik sesuai peraturan perundang-undangan. ”Ini untuk perbaikan pelayanan publik dan pencegahan malaadministrasi,” katanya.
Dengan hasil penilaian tersebut, Hadi berharap pemda ataupun unit pelayanan yang sudah masuk zona hijau bisa mempertahankan dan terus meningkatkan kualitas pelayanan publik. Terlebih untuk pemda di Kalsel, yang sejauh ini belum ada yang masuk kategori kualitas tertinggi dengan nilai minimal 88,00.
Hadi menyebutkan, pihaknya sepanjang tahun 2022 menerima 236 laporan masyarakat. Ada 22 macam substansi laporan tersebut dengan dengan tiga substansi terbesar, yaitu kesejahteraan atau jaminan sosial, infrastruktur atau perhubungan, dan pertanahan. Pihak terlapor mulai dari pemda, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta kementerian/lembaga.
Kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit? Sekarang ini sudah bukan zamannya pelayanan dipersulit atau diperlambat.
Untuk itu, beberapa hal perlu menjadi atensi dan ditindaklanjuti oleh pemda selaku penyelenggara pelayanan publik. Pertama, membangun pelayanan publik 4.0 yang terintegrasi. Kedua, meningkatkan sensitivitas pelayanan publik menyangkut pemenuhan sarana prasarana bagi kelompok rentan. Ketiga, mengupayakan co-learning atau pembelajaran kolaboratif. Keempat, pengelolaan pengaduan dengan sarana pengaduan yang jelas, petugas yang berkompeten, kejelasan mekanisme dan tata cara, serta kepastian waktu dan tindak lanjut penyelesaian.
Terus berbenah
Hadi memastikan pihaknya sangat terbuka jika pemda ingin berkonsultasi atau berkoordinasi terkait penilaian kepatuhan standar pelayanan publik. ”Pada prinsipnya, dalam konteks pencegahan malaadministrasi, kami ingin berkolaborasi sebanyak-banyaknya dengan para penyelenggara pelayanan publik. Sementara dalam konteks penyelesaian laporan masyarakat, kami tetap berpedoman pada prinsip independen, non-diskriminasi, dan tidak memihak,” katanya.
Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel Subhan Nor Yaumil mengatakan, kualitas pelayanan publik pemerintah provinsi masih di zona kuning dengan nilai 69,38. Untuk itu, pihaknya melalui Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel akan melakukan supervisi ke satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk mendorong semua SKPD terus berbenah.
”Dari beberapa SKPD, baru Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalsel yang masuk zona hijau. Mudah-mudahan ini bisa dipertahankan, dan SKPD yang masih di zona kuning bisa bergerak menuju zona hijau,” katanya.
Wakil Wali Kota Banjarbaru Wartono mengatakan, pelayanan publik Banjarbaru dengan nilai 84,74 menempati urutan kedua di Kalsel dan berada pada urutan ke-32 secara nasional. Untuk itu, Pemkot Banjarbaru akan terus melakukan inovasi pelayanan publik demi mewujudkan kepuasan masyarakat.
”Ujung dari pelayanan publik itu adalah pelayanan yang cepat, akurat, dan ramah. Kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit? Sekarang ini sudah bukan zamannya pelayanan dipersulit atau diperlambat,” ujar Wartono.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tabalong Hamida Munawarah mengatakan, keberhasilan daerahnya masuk zona hijau tidak lepas dari bimbingan teknis yang diberikan Perwakilan Ombudsman Kalsel. ”Kami tidak boleh terlalu besar hati dengan nilai yang diraih karena nilai ini bisa naik ataupun turun. Kami berharap SKPD terus meningkatkan pelayanan agar nilainya lebih baik lagi,” katanya.