Untuk mengatasi fluktuasi harga cabai, Pemerintah Kota Batu menggerakkan kegiatan menanam cabai serentak di lima kelurahan. Langkah ini dilakukan sebagai gerakan awal pengendalian inflasi.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Hamparan tanaman cabai yang baru ditanam beberapa hari lalu di salah satu lahan di Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, Jumat (10/2/2023)
Sejumlah tanaman hias dan sayuran menghiasi halaman rumah Krispati (35) di lingkungan RT 03 RW 10, Krajan, Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dari itu semua, salah satu komoditas yang tidak bisa dipisahkan dari keseharian adalah cabai.
”Lumayan, jika mendadak ingin sambal atau nyeplus (teman makan gorengan), bisa langsung memetik cabai dari pekarangan. Tak harus beli,” ujar Krispati dari balik sambungan telepon sebelum berangkat kerja, Senin (13/2/2022) pagi.
Krispati menyebut ada beberapa batang cabai di pekarangannya, tetapi buahnya lumayan lebat. Selain itu, juga ada beberapa batang tanaman bawang daun dan tomat.
Untuk mengatasi fluktuasi harga cabai, Pemerintah Kota Batu menggerakkan kegiatan menanam cabai serentak di lima kelurahan.
Meski jumlahnya tidak banyak, sejak dulu tamaman cabai selalu ada di halaman seluas 30 meter persegi itu. Tujuannya untuk melengkapi kebutuhan dapur. Tatkala harga cabai melambung, maka apa yang dipetik dari halaman bisa sedikit menjadi solusi mengatasi problematika yang selalu berulang itu.
”Untuk memenuhi kebutuhan, saya juga masih beli cabai. Ini lebih pada pelengkap saja karena masa panennya juga tidak terlalu lama. Namun, saat harga mahal dan kita punya cabai di rumah sendiri itu lebih enak,” katanya.
Bagaimanapun harga cabai tak pernah pasti. Akhir pekan kemarin, Jumat (10/2), misalnya, harga cabai rawit merah di Pasar Induk Mantung di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, mencapai Rp 46.000 per kilogram.
DOK PRIBADI
Halaman rumah Krispati (35) di lingkungan RT 03 RW 10, Krajan, Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang asri oleh berbagai jenis tanaman, termasuk cabai.
Harga tersebut lebih tinggi dari kondisi awal Februari yang sekitar Rp 36.000 per kg. Sementara harga cabai merah keriting yang pada 2 Februari masih Rp 23.000 per kg, naik menjadi Rp 27.000 per kg pada Jumat (10/2).
Untuk mengatasi fluktuasi harga cabai, Pemerintah Kota Batu menggerakkan kegiatan menanam cabai serentak di lima kelurahan. Langkah ini dilakukan sebagai gerakan awal pengendalian inflasi sekaligus mewujudkan pekarangan lestari.
Penjabat Wali Kota Batu Aries Agung Paewai menjelaskan, penanaman cabai ini mendorong terpenuhinya kebutuhan pangan mandiri di setiap rumah. Adapun lima kelurahan yang menjadi sasaran adalah Temas, Sisir, Songgokerto, Dadaprejo, dan Ngaglik.
”Kita mulai galakkan gerakan menanam pada masyarakat. Saya yakin, ketika hasil bisa dipanen, konsumsi pribadi bisa terpenuhi. Mereka juga bisa menjual ke pasar untuk meningkatkan ekonomi keluarga,” ujarnya.
Meski dikenal sebagai salah satu sentra hortikultura di Jawa Timur, Batu sebenarnya bukanlah daerah penghasil cabai. Tanaman cabai banyak ditemukan di daerah lain di sekitarnya yang masuk wilayah Kabupaten Malang, seperti Kecamatan Pujon, Ngantang, Dau, dan Karangploso.
Adapun Batu banyak menghasilkan sayuran lain, seperti wortel, kentang, bawang daun, seledri, andewi, dan kol. Batu juga gudang aneka tanaman hias dan buah-buahan, seperti apel dan stroberi.
DINAS KOMINFO KOTA BATU
Pemerintah Kota Batu bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah menaman bibit cabai serentak, Kamis (9/2/2023). Total ada 5.000 bibit cabai yang ditanam di lima kelurahan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2021, luas tanaman cabai rawit di wilayah ini mencapai 79 hektar. Angka ini lebih rendah dari 2020 yang mencapai 118 ha. Sementara luas tanaman kentang 364 ha (396 ha pada 2020), wortel 462 ha (462 ha pada 2020), kubis 240 (270 ha pada 2020), dan bawang daun 504 ha (534 ha pada 2020).
Dengan luas wilayah 199,1 kilometer persegi dan terbagi dalam 19 desa dan lima kelurahan, tanaman cabai tak menjangkau seluruh penjuru Batu. Dia lebih banyak dikembangkan di daerah yang topografinya lebih rendah, seperti Kecamatan Batu dan Junrejo. Sementara daerah Bumiaji lebih didominasi tanaman lain.
Begitu pula jika dilihat dari tingkat konsumsi masyarakat terhadap cabai di Batu hanya 0,037 (2022), lebih rendah dari daerah lain yang terkenal dengan menu pedasnya, seperti Kota Madiun yang 0,044 dan Blitar 0,046.
Artinya, dari produksi setempat, dalam kondisi sebenarnya kebutuhan akan cabai mencukupi. Penduduk Batu 213.046 jiwa (September 2020).
Namun, yang menjadi persoalan, Batu adalah kota wisata. Dalam momentum khusus, seperti akhir pekan, maka kebutuhan cabai akan meningkat berkali lipat. Banyak restoran dan warung makan yang pada waktu itu membutuhkan cabai dalam jumlah besar. Sepanjang 2022, misalnya, jumlah wisatawan ke kota berhawa sejuk itu mencapai 7,4 juta orang alias menyamai kondisi normal sebelum pandemi.
Oleh karena itu, alih-alih memenuhi kebutuhan sendiri, menanam cabai bersama kiranya bisa menjadi salah satu upaya untuk mengatasi krisis cabai. Apalagi, beberapa pekan lagi akan memasuki bulan puasa yang akan berlanjut dengan Idul Fitri dan Idul Adha sehingga harga cabai berpotensi meningkat.