Pelapor Kasus Penganiayaan di Magelang Digugat Perdata oleh Terlapornya
Menjadi korban pidana penganiayaan, Amrih Dwi Shanti justru didugat perdata oleh pelaku penganiaya, Suripto. Laporannya ke polisi dianggap telah merugikan Suripto dan keluarga.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Kasus penganiayaan dengan korban Amrih Dwi Shanti (38) yang terjadi sejak tahun 2021 belum juga tuntas ditangani Polres Magelang. Namun, Amrih kini menghadapi gugatan perdata yang dilayangkan terlapor bernama Suripto (65).
”(Terlapor) menganggap kasus penganiayaan ini tidak layak dilaporkan karena dianggapnya sebagai kasus perselisihan, percekcokan biasa antartetangga. Kami akan menghadapinya,” ujar salah satu kuasa hukum Amrih Dwi Shanti, Zahru Arqom, Kamis (9/2/2023).
Amrih dan Suripto tinggal bertetangga. Rumah mereka hanya terhalang jalan kampung selebar 4 meter di Dusun Rejoso, Magelang, Jawa Tengah.
Selain Amrih, Suripto juga menggugat Kepala Dusun Rejoso Soleh Basori dan Ketua RT 022 RW 011 Dusun Rejoso Mulyono. Keduanya dianggap lalai karena tidak mampu menjalankan tugasnya menengahi masalah warga. Hal itu turut berkontribusi merugikan Suripto dan keluarganya.
Dalam laporannya, Suripto menuntut ganti rugi Rp 1,095 miliar dan ditambah bunga 2 persen per bulan terhitung setelah gugatan ini dilaporkan ke Pengadilan Negeri Mungkid, Kabupaten Magelang. Jika tidak bisa mampu langsung membayar, tiga tergugat diminta bersama-sama mencicil uang ganti rugi tersebut sebesar Rp 500.000 per hari.
Kasus penganiayaan tersebut berawal dari kelalaian Amrih tidak menyampaikan surat undangan rapat rutin kelompok remaja kepada putra Suripto, Aryo Wijoseno (17). Undangan tertulis dititipkan kepada Amrih pada Jumat (10/12/2021). Sementara rapat dilaksanakan Sabtu (11/12/2021). Namun, sebelumnya, pemberitahuan terkait rapat sebenarnya juga sudah disampaikan dalam grup percakapan kelompok remaja.
Aryo yang tidak hadir dalam rapat dan bertanya kenapa dirinya tidak mendapatkan undangan. Setelah mendapatkan informasi bahwa undangan tertulis dititipkan kepada Amrih, dia marah besar. Kemarahan itu diluapkannya dalam percakapan pribadinya kepada putri Amrih, Randitya Febriyanti Putri (16).
Minggu (12/12/2021) malam, Amrih terkejut ketika pintu rumahnya digedor keras. Dari pengakuannya, setelah pintu dibuka, keluarga Suripto merangsek masuk, memaki, marah-marah menyebut masalah undangan yang tidak disampaikan kepada Aryo.
Amrih menyebut dipukul dengan tangan kosong dan helm. Pelakunya adalah Aryo, Suripto, Tri Wahyuni, Ary Wahyu Sadewo, dan Yulinda Alverina Suseno. Semuanya berkerabat.
Randitya yang coba melerai justru menjadi korban pemukulan. Dalam kondisi kepalanya bercucuran darah, Amrih kemudian menyuruh Randitya lari, menyelamatkan diri sekaligus melindungi dua adiknya yang berada di kamar. Sementara Amrih berlari keluar melalui pintu belakang rumah, mencari pertolongan ke rumah Soleh Basori.
Oleh kepala dusun dan RT setempat, Amrih dan Randitya dilarikan ke rumah sakit dan mendapatkan lima jahitan di kepala. Pasangan ibu dan anak ini juga mengalami luka-luka memar. Selain itu, Randitya mengalami gangguan pendengaran akibat pukulan itu.
Oleh kepala dusun dan ketua RT, kejadian ini langsung dilaporkan ke polisi. Di Polres Magelang, kasus ini masih dalam tahap penyidikan.
Tiga hari setelah kejadian, Suripto dan sejumlah anggota keluarganya menemui Amrih. Suripto minta maaf karena khilaf dan meminta masalah diselesaikan dengan perdamaian. Namun, dua kali diajukan, permintaan itu tidak dikabulkan Amrih. Hingga kini, Amrih dan anaknya masih trauma atas kejadian itu.
”Banyak makanan dan minuman di warung terpaksa saya tinggalkan dan saya biarkan kedaluwarsa,” ujarnya.
Kuasa hukum Suripto, Hermawan Naulah, mengatakan, dalam sidang pertama gugatan perdata yang diselenggarakan di Pengadilan Negeri Mungkid, Rabu (8/2/2023), Suripto berhalangan datang. Namun, dia memastikan Suripto akan hadir dalam sidang kedua yang akan digelar Rabu (15/2/2023).
Seperti dituangkan dalam surat gugatan, Suripto terpaksa mengajukan gugatan perdata karena dirinya telah dirugikan olen tiga tergugat. Kehidupan putranya, Aryo Wijoseno, juga terganggu karena setelah kejadian.
Amrih disebut datang ke sekolah Aryo dan melaporkan kejadian tersebut kepada guru Bimbingan dan Konseling (BK). Laporan tersebut membuat Aryo tertekan dan konsentrasi belajarnya terganggu.
”Sebagai warga negara yang merasa dirugikan dan hak hukumnya diganggu pihak lain, maka beliau (Suripto) pun berhak menggugat secara perdata,” ujarnya.