Pemuda di Palangkaraya Ditangkap Seusai Lecehkan Siswi SMP
Kalimantan Tengah dinilai belum bisa keluar dari kondisi darurat kekerasan seksual, khususnya bagi anak di bawah umur. Polisi menangkap pemuda yang mengancam anak di bawah umur untuk berhubungan badan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Aparat Kepolisian Resor Kota Palangkaraya menangkap pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur. Pelaku diduga mengancam korban akan menyebarkan foto-fotonya agar dia mau berhubungan badan.
Wakil Kepala Polres Kota Palangkaraya Ajun Komisaris Besar Adiyatna menjelaskan, pihaknya menangkap pelaku berinisial M (20) yang sehari-hari bekerja di sebuah ritel Kota Palangkaraya. Korban merupakan pelajar di salah satu sekolah menengah pertama (SMP).
”Kasus ini berawal dari perkenalan mereka di media sosial, Oktober 2022. Pelaku kemudian meminta nomor kontak korban dan mereka terus berkomunikasi, bahkan sampai video call,” kata Adiyatna di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (8/2/2023).
Adiyatna menjelaskan, saat video call, pelaku meminta korban membuka baju, lalu menyimpan gambar-gambar korban di telepon genggamnya. Korban merasa nyaman dan percaya kepada pelaku hingga berani menunjukkan bagian tubuhnya. Namun, hubungan mereka sebatas dunia maya dan belum pernah bertemu.
”Sampai pada akhirnya, pelaku mengajak korban bertemu di sebuah gudang di Palangkaraya. Korban menolak, lalu pelaku mengancam korban dengan ancaman menyebarkan foto-foto korban selama video call yang salah satu fotonya terdapat bagian tubuh korban,” kata Adiyatna.
Seusai diancam, lanjut Adiyatna, korban pun takut fotonya tersebar dan ketahuan orangtuanya, juga banyak orang, dan menuruti pelaku untuk bertemu di dekat gudang. Di lokasi itu, pelaku meminta berhubungan badan dengan korban yang kemudian ditolak.
”Pelaku memaksa dengan ancaman, korban pun ketakutan. Pelaku sempat menyentuh bagian-bagian tubuh korban, tetapi tidak sempat menyetubuhi korban karena korban berontak,” kata Adiyatna.
Seusai berontak itu, kata Adiyatna, korban kabur, lalu melaporkan kejadian tersebut ke Polres Palangkaraya. Pelaku kemudian dibawa ke Polres Kota Palangkaraya untuk diperiksa, dan pelaku mengakui perbuatannya.
”Selama diperiksa, informasi sementara, pelaku kerap menonton film porno sehingga melampiaskan nafsunya kepada korban,” kata Adiyatna.
Saat jumpa media di Polres Kota Palangkaraya, Adiyatna sempat menanyai pelaku dengan beberapa pertanyaan di depan awak media. M mengaku mengenal korban lewat Instagram, lalu berlanjut ke percakapan pribadi.
”Saya suruh buka bajunya, tapi dia nolak. Lalu, saya ancam lagi, setelah itu baru saya pegang bagian-bagian tubuhnya,” kata M.
Pelaku diancam hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam catatan Kompas, sejak Januari 2023 hingga saat ini, sudah lima kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang tersebar di Kalteng. Semuanya kini masih berproses di kepolisian.
Sejak 2020, Polda Kalteng menilai provinsi ini masih dalam kondisi darurat kekerasan seksual karena tingginya angka kasus tersebut. Ironisnya, sebagian besar pelaku merupakan orang-orang dekat para korban. Pada 2020, Polda Kalteng mencatat, setidaknya terdapat 38 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di provinsi itu. Jumlah itu meningkat pada 2021 (Kompas, 26 Januari 2023).
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Mamut Menteng Kalimantan Tengah Margaretha Winda Febiana Karotina menjelaskan, pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kalteng terus terjadi sehingga Kalteng masih terkurung darurat kekerasan seksual. Sayangnya, penyelesaian persoalan tersebut masih sebatas tindak pidana.
Menurut Winda, persoalan kekerasan seksual terhadap anak tidak bisa selesai dengan menghukum pelaku. Pendampingan terhadap korban menjadi bagian penting dari penyelesaian masalah. ”Korban di bawah umur tentunya akan mengalami trauma seusai mendapatkan perilaku kekerasan ataupun pelecehan seksual. Untuk bisa keluar dari trauma itu, membutuhkan waktu dan pendampingan,” kata Winda.
Winda menambahkan, korban berhak mendapatkan pendampingan secara psikologis dan kebutuhan penguat lainnya. ”Sudah saatnya pemerintah tak hanya tegas terhadap pelaku, tetapi juga memberikan hak-hak perlindungan terhadap korban,” katanya.