Viral Perusahaan di Grobogan Tak Bayar Lembur, Serikat Pekerja Desak Pemberian Sanksi
Video pekerja di Kabupaten Grobogan, Jateng, yang menuntut pembayaran upah lembur dari perusahaan viral di media sosial. Berdasarkan investigasi pemerintah, perusahaan itu tak membayar upah lembur ribuan karyawannya.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebuah perusahaan manufaktur pakaian jadi di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, terbukti bersalah karena tidak membayar upah lembur ribuan karyawannya sejak tahun lalu. Selain harus membayarkan kewajibannya, perusahaan tersebut dinilai perlu mendapat sanksi untuk menimbulkan efek jera.
Kejadian itu terungkap setelah video yang berisi protes seorang pekerja kepada atasannya viral di media sosial. Dalam video yang diunggah pekan lalu itu, seorang pekerja bernama Erma Oktavia protes karena upah lemburnya tak dibayar.
Selain itu, Erma juga menyampaikan keberatannya lantaran pernah mendapat kekerasan verbal dari atasannya saat tengah mengajak buruh yang lain bergabung dalam serikat pekerja.
Setelah kasus itu viral, dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut diusut oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng. Hasil investigasi menyatakan, perusahaan yang terletak di Kecamatan Godong, Grobogan, itu bersalah karena tidak membayarkan upah lembur sekitar 3.000 karyawannya sejak Oktober 2022.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng lalu meminta perusahaan itu menghitung ulang upah lembur yang belum dibayarkan kepada para karyawannya dan segera membayarkan kewajibannya tersebut. Perusahaan itu pun berjanji akan membayarkan kewajiban upah lempur dalam waktu enam hari.
Respons pemerintah terhadap kasus itu diapresiasi oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng. Kendati demikian, KSPI Jateng berharap perusahaan yang telah melanggar itu tidak hanya dituntut membayarkan kewajibannya, tetapi juga diberi sanksi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022, kelalaian pembayaran upah lembur bisa dikenai sanksi pidana.
”Upah lemburnya dilunasi itu wajib, tapi terus jangan tidak ada sanksi, dong. Ibarat maling ayam, enggak bisa diselesaikan dengan ayamnya dikembalikan begitu saja. Hukum harus ditegakkan,” ucap Sekretaris Jenderal KSPI Jateng Aulia Hakim saat dihubungi, Selasa (7/2/2023).
Hakim mengatakan, sanksi tegas penting diterapkan untuk menimbulkan efek jera agar ke depan tidak ada lagi kasus serupa. Ia menduga, pelanggaran berupa upah lembur yang tak dibayarkan tidak hanya terjadi di perusahaan tersebut, tetapi juga perusahaan-perusahaan lain.
”Perusahaan sebesar itu saja nunggak upah lembur, apalagi perusahaan yang kecil-kecil. Ini harusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan pengawas ketenagaakerjaan untuk menegakkan aturan. Ayo turun ke bawah, dicek satu-satu. Kami khawatir kasus seperti itu juga terjadi di perusahaan padat karya lain,” katanya.
Hakim juga berharap para pengusaha turut mematuhi peraturan terkait pembayaran upah dan pemberian hak-hak pekerja. Ke depan, asosiasi pengusaha diharapkan aktif mengecek dan mengawasi anggotanya agar tidak melanggar aturan yang berpotensi merugikan pekerja.
Frustrasi
Hakim menilai, langkah pekerja memvideokan dan mengunggah video ke media sosial itu merupakan tanda bahwa para pekerja frustrasi dengan perusahaan ataupun pengawas ketenagakerjaan yang tak mampu memberikan solusi. Dengan cara diviralkan, suatu persoalan biasanya langsung mendapatkan atensi dari masyarakat, lalu ditindaklanjuti oleh pemerintah.
”Apa yang dilakukan pekerja di Grobogan ini saya yakin akan memantik gerakan serupa dari daerah lain. Kalaupun tidak, paling tidak bisa memunculkan keberanian pekerja untuk berbicara saat mereka dirugikan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, pihaknya sudah membuka 54 posko pengaduan di sejumlah daerah di Jateng. Melalui posko itu, para pekerja bisa mengadukan berbagai persoalan yang mereka hadapi. Aduan itu nantinya akan disampaikan langsung baik kepada dinas tenaga kerja dan transmigrasi setempat maupun bupati/wali kota dan gubernur.
Ini harusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan pengawas ketenagaakerjaan untuk menegakkan aturan.
Erma Oktavia, pekerja dari Grobogan yang videonya viral, mengungkapkan, selama ini banyak pekerja yang ingin menyampaikan keluhan terkait pembayaran upah lembur. Namun, mereka memilih mengurungkan niatnya lantaran takut diintimidasi oleh pihak perusahaan.
”Setiap ada yang ingin mengungkapkan keluh kesahnya pasti dipanggil oleh manajemen perusahaan. Intinya, kami diminta harus mengikuti aturan yang ada kalau masih mau bekerja di perusahaan tersebut,” ujar Erma.
Ia mengaku, dirinya banyak mendapatkan intimidasi setelah videonya viral. Namun, hal itu tidak menghalangi niatnya untuk mencari keadilan. Ia berharap haknya dan juga hak para karyawan di perusahaan tempatnya bekerja segera diberikan. Erma juga tak mau kejadian serupa terulang, baik di perusahaannya maupun di perusahaan lain.
Beragam aduan
Pada tahun 2022, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng menerima 745 aduan. Aduan-aduan itu disampaikan langsung ke kantor dinas ataupun melalui kanal media sosial. Sementara itu, pada Januari-Febaruari 2023, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng sudah mendapat 56 aduan.
Dari 56 aduan itu, 44 aduan sudah diselesaikan dan 12 aduan dalam proses penyelesaian. Jenis aduan itu beragam, mulai dari pesangon tidak dibayarkan, upah lembur tak dibayarkan, pemutusan hubungan kerja sepihak, hingga jatah cuti hamil yang dikurangi.
”Setiap tahun, tren jumlah aduan meningkat karena masyarakat lebih melek teknologi. Namun, ada juga yang melapor dengan cara datang langsung,” ujar Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng Mumpuniati.
Mumpuniati menuturkan, penyelesaian aduan pekerja dilakukan melalui jalur mediasi dengan melibatkan mediator dari kabupaten/kota. Jika masalah tak bisa diselesaikan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng akan menggunakan mekanisme pemeriksaan dan penerbitan nota pemeriksaan.
”Jika tak ditemui titik temu, bukan tidak mungkin masalah tersebut naik ke meja hijau. Tetapi, kalau bisa dimediasi, ya, melalui jalur mediasi,” katanya.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng menyiagakan 150 pengawas ketenagakerjaan yang ditugaskan menangani persoalan ketenagakerjaan di sejumlah daerah. Mereka, antara lain, tersebar di Semarang, Surakarta, Pati, Magelang, Banyumas, dan Pekalongan.