Gunung Bromo Bisa Dikunjungi meski Aktivitasnya Meningkat
Aktivitas Gunung Bromo meningkat tetapi kegiatan wisata masih tetap beroperasi. Wisatawan diimbau tenang tetapi tetap waspada. Adapun Semeru mengeluarkan awan panas guguran dengan status Siaga.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Obyek wisata Gunung Bromo di perbatasan Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Lumajang, di Jawa Timur, masih bisa dikunjungi meski aktivitas vulkanik gunung setinggi 2.329 meter di atas permukaan laut itu meningkat.
Kepala Subbagian Data Evaluasi dan Humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) Sarif Hidayat, Minggu (5/2/2023) petang, mengatakan, untuk sementara ini, aktivitas wisata masih berjalan seperti biasa. Namun, wisatawan dan masyarakat diimbau selalu waspada.
BBTNBTS tetap merujuk pada rekomendasi yang disampaikan pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Cemoro Lawang serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sebelumnya, pada 4 Febaruari, PVMBG mengeluarkan rilis terjadi peningkatan aktivitas kawah Bromo. Teramati sinar api dari dalam kawah—berdasarkan pengamatan visual pada 3 Februari pukul 21.14. Bau belerang juga tercium kuat dari bibir kawah dan terdengar suara gemuruh.
Asap kawah dalam sepekan terakhir teramati berwarna putih tipis hingga tebal dengan ketinggian 50-900 meter dari puncak. Vegetasi pada dinding kaldera sebelah timur berwarna kuning dan mengering akibat paparan asap kawah.
”Kami informasikan agar pengunjung, masyarakat pelaku jasa wisata tetap tenang tetap waspada, hati-hati, dan aktif untuk mencari informasi dinamika Bromo, baik itu dari BBTNBTS, PGA, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), serta pemerintah setempat,” katanya.
Dari sisi kegempaan masih terekam tremor menerus dengan amplitudo 0,5-1 milimeter (dominan 0,5 mm), disertai pula teremkamnya gempa gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal. Hal ini menunjukkan adanya proses fluktuasi tekanan di dalam tubuh Bromo yang disertai aliran fluida ke permukaan.
Potensi bahaya yang bisa ditimbulkan akibat meningkatnya aktivitas kawah Bromo adalah terjadinya erupsi freatik ataupun magmatik dengan sebaran material erupsi berupa abu dan lontaran batu pijar yang dapat mencapai radius 1 kilometer dari pusat kawah, serta keluarnya gas berbahaya.
Kami informasikan agar pengunjung, masyarakat pelaku jasa wisata, tetap tenang tetapi waspada, hati-hati, dan aktif untuk mencari informasi dinamika Bromo. (Sarif Hidayat)
terakhir Bromo terjadi Juli 2019 merupakan erupsi freatik tanpa didahului oleh peningkatan kegempaan yang signifikan.
Masih di dalam area Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Minggu (5/2/2023) siang, Gunung Semeru juga kembali mengeluarkan awan panas guguran (APG). APG mengarah ke tenggara-selatan atau Kali Lanang dengan jarak luncur 6 km dari puncak. Namun, status Semeru masih pada Level III (Siaga).
Saat erupsi, data PVMBG menyebut tinggi kolom abu Semeru teramati 1.500 meter di atas puncak (sekitar 5.176 meter di atas permukaan laut). Kolom abu teramati putih, kelabu, hingga coklat dengan intensitas sedang-tebal dan condong ke arah utara. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi lebih kurang 15 menit.
Dihubungi secara terpisah, Koordinator Gunung Api PVMBG Oktory Prambada, mengatakan, setiap hari Semeru erupsi dengan rata-rata kejadian 30 kali sehari. ”Adapun erupsi hari ini yang berbeda adalah muncul kembali APG,” katanya melalui Whatsapp.
Dibandingkan erupsi 4 Desember 2022, Oktory menjelaskan jarak luncur APG kali ini hanya separuhnya. Pada 4 Desember lalu, jarak luncur APG 11 km. ”Ketika sebagian material di puncak roboh sebagai awan panas, maka perlu proses akumulasi material kembali hingga tidak seimbang dan roboh kembali,” ujarnya.
Terkait erupsi Semeru yang baru saja terjadi, Kepala BPBD Kabupaten Lumajang Patria Dwi Hastiadi menyatakan, seluruh masyarakat di lereng Semeru dalam kondisi aman.
PVMBG pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi, antara lain warga dilarang melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 km dari puncak (pusat erupsi).
Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.
Selain itu, warga diimbau tidak beraktivitas dalam radius 5 km dari kawah/puncak Gunung Api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar). Masarakat juga diminta mewaspadai potensi awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.