Keping Sejarah dan Potret Keberanian Pendahulu NU di Dunia Internasional
Saat dunia terdiam dan tak bersuara atas perubahan tatanan praktik ibadah di Mekkah dan Madinah, KH Abdul Wahab Chasbullah memilih menyuarakannya. Sebuah keberanian dicontohkan oleh pendiri NU untuk generasi penerus.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
Saat dunia terdiam dan tak bersuara atas perubahan tatanan praktik ibadah di Mekkah dan Madinah, tidak begitu dengan KH Abdul Wahab Chasbullah. Pendiri Nahdlatul Ulama itu memilih bersuara langsung pada penguasa tanah Hijaz. Sebuah keberanian yang bisa menjadi contoh generasi penerus NU ke depan.
Perkembangan dunia Islam di Arab dinilai tidak baik-baik saja, seusai runtuhnya Turki Utsmani tahun 1924 dan naiknya Daulah Ibnu Saud sebagai penguasan atas tanah Hijaz. Tanah Hijaz adalah sebutan untuk Mekkah, Medinah, dan Jeddah.
Kemenangan otoritas Ibnu Saud yang didominasi kelompok Pan Islamisme, merombak tatanan praktik ibadah di Mekkah dan Madinah. Mereka juga mempropagandakan gerakan anti-mazhab. Hal itu memicu protes umat Islam dunia, apalagi karena adanya pelarangan amaliyah dan penyebaran kitab-kitab Ahlussunah di sana, serta adanya kabar rencana menggusur makam Rasulullah SAW.
Namun, protes itu secara umum lebih banyak ‘disimpan’ dan tak disampaikan langsung. Karena, Ibnu Saud selama ini dikenal sebagai sosok keras dan tanpa kompromi.
Tidak halnya dengan Abdul Wahab Chasbullah, pendiri NU yang saat itu baru berusia 20-an-30-an tahun. Ia dengan berani bersuara, baik dengan bertemu maupun bersurat secara langsung dengan Ibnu Saud.
Kiprah Wahab Chasbullah itu tergambar dalam panel-panel foto dan dokumen yang dipamerkan di Hotel Sangri-La Surabaya, 5-6 Februari 2023. Pameran digelar selama Muktamar Internasional Fiqih Peradaban 1.
Pameran foto dan dokumentasi itu berisi sejarah terbentuknya Komite Hijaz, terbentuknya NU, perjalanan Wahab Chasbullah untuk bertemu Ibnu Saud guna menyampaikan kerisauannya, serta gambaran kiprah tokoh NU dalam dunia internasional. Komite HIjaz adalah semacam perkumpulan ulama, dengan Wahab Chasbullah sebagai ketuanya, yang bertujuan mengirim pandangan/kritik/protes ke penguasa tanah Hijaz saat itu, yaitu Ibnu Saud.
”Selama ini berdirinya NU selalu terkait dengan Komite Hijaz. Namun, kejelasan soal Komite Hijaz itu masih belum banyak diulas. Pameran ini berusaha menerangkan secara detil bagaimana komite Hijaz itu dibentuk oleh KH Wahab Chasbullah dan kiprahnya di dunia internasional,” kata Diaz Nawaksara, kurator pameran sekaligus pengumpul manuskrip dan foto-foto, Selasa (7/2/2023).
Pameran dibuka dengan gambaran awal mengenai kemenangan otoritas Ibnu Saud atas Turki Utsmani tahun 1924, dan dilanjut dengan akan diadakannya Muktamar Alam Al-Islam di Mekkah pada 1 Juni 1926. Muktamar tersebut mengundang seluruh perwakilan umat islam termasuk Indonesia.
Digambarkan bahwa NU sebenarnya mengirim perwakilan untuk datang ke muktamar itu. ”Namun, tahun 1926, oleh karena terlalu sibuknya para tokoh pendiri NU mengabarkan soal berdirinya NU ke berbagai tempat di Tanah Air, maka akhirnya perwakilan ini pun telat dan batal bergabung. Meski begitu, NU mengirim telegram berisi 5 poin usul untuk muktamar tersebut.
Dua tahun kemudian, kisah berlanjut bagaimana Wahab Chasbullah pada akhirnya bisa berangkat untuk bertemu dengan Ibnu Saud guna menyampaikan pesan NU. Dalam dua kali pertemuan, Wahab Chasbullah berhasil menyampaikan pandangannya, dan secara resmi menyampaikan lagi surat yang berisi 5 poin pandangan yang dua tahun sebelumnya sudah pernah dikirim dan tak ada jawabannya.
Menariknya, pertemuan antara Ibnu Saud dan Wahab Chasbullah berakhir baik. Ibnu Saud yang digambarkan ditakuti, secara resmi membalas surat dari NU dan menghargainya sebagai kepedulian terhadap dunia Islam. ”Setelah Mbah Wahab (Wahab Chasbullah) menyampaikan pandangan-pandangannya, rupanya Ibnu Saud menanggapinya dengan baik. Artinya, sebenarnya komunikasi bisa menjadi awal solusi,” kata Diaz.
Perjalanan kisah Wahab Chasbullah untuk mengungkapkan kerisauan NU atas perubahan situasi di Hijaz, pada akhirnya memberikan pelajaran tentang nilai-nilai yang bisa diteladani ke depan, yaitu berani menyuarakan hal yang dianggap benar, meski yang lain memilih diam.
Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa jika melihat kemungkaran, manusia diminta menindaknya dengan tangan (kekuasaan). Kalau tidak bisa dengan tangan, bertindaklah dengan lisan. Dan jika tidak bisa, maka berusaha menindaknya dengan hati.
Setelah Mbah Wahab (Wahab Chasbullah) menyampaikan pandangan-pandangannya, rupanya Ibnu Saud menanggapinya dengan baik. Artinya, sebenarnya komunikasi bisa menjadi awal solusi,
Pada akhirnya, potongan-potongan sejarah NU yang dilengkapi dengan foto dan dokumen, cukup menyita perhatian para pengunjung muktamar. Sejumlah peserta mencermati tiap panelnya dengan serius. Meskipun, ada juga yang hanya melintas untuk sekadar berfoto-foto.
”Bagi saya, pameran ini menarik karena selama ini tidak mudah menemukan kisah sejarah NU yang dilengkapi foto dan manuskrip yang sedemikian rinci,” kata Agung, seorang nahdliyin asal Jawa Barat.
Begitulah, dari keping-keping sejarah yang dipamerkan, tergambarkan bagaimana peran NU dalam percaturan internasional. Bagaimana mereka mampu berdialog dan menjalin kerja sama dengan negara lain, dan terpenting bagaimana para pendahulu NU telah memberikan dasar atau akar keberanian, bagi generasi penerus untuk berani menyuarakan hal yang dianggap benar.