Industri Pengolahan Tumbuh Signifikan, Sektor Pertanian Sultra Mengkhawatirkan
Sektor industri pengolahan nikel di Sultra tumbuh signifikan mencapai 16,74 persen pada 2022. Sementara itu, sektor pertanian dan perikanan yang merupakan sektor utama ekonomi daerah terus turun 10 tahun terakhir.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Aktivitas pabrik pengolahan nikel yang dikelola PT Virtue Dragon Nickel Industry di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, April 2019.
KENDARI, KOMPAS — Sektor industri pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara tumbuh signifikan mencapai 16,74 persen pada 2022. Nilai ini merupakan pertumbuhan tertinggi industri pengolahan dalam tiga tahun terakhir. Sementara itu, pertanian dan perkebunan yang merupakan sektor utama ekonomi daerah justru terus mengalami penurunan yang mengkhawatirkan selama 10 tahun terakhir.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara, ekonomi daerah ini pada tahun 2022 mengalami pertumbuhan 5,53 persen dibandingkan tahun 2021 (c-to-c). Pertumbuhan terjadi pada sebagian besar lapangan usaha. Akan tetapi, lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan terjadi pada industri pengolahan, yaitu sebesar 16,74 persen.
Kepala BPS Sultra Agnes Widiastuti, dalam siaran persnya pada Senin (6/2/2023), menuturkan, ekonomi Sultra tahun 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 5,53 persen (c-to-c). Sementara itu, berdasarkan triwulan IV-2022 terhadap triwulan IV-2021, pertumbuhan sebesar 5,57 persen (year-on-year).
”Dari sisi produksi, industri pengolahan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 16,74 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 17,58 persen,” katanya.
BPS SULTRA
Infografik Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara pada tahun 2020, 2021, dan 2022
Berdasarkan data tahunan, tumbuhnya industri pengolahan ini merupakan yang tertinggi tiga tahun terakhir. Pada 2020, pertumbuhan sektor ini di angka 10,19 persen, lalu turun di 2021 menjadi 6,38 persen.
Tingginya pertumbuhan industri pengolahan ini didorong pengolahan nikel yang semakin masif beberapa tahun terakhir dan kenaikan harga nikel di pasar dunia. Sumbangan industri pengolahan nikel terhadap ekspor Sultra pada 2022 bahkan mencapai 5,826 miliar dollar AS atau 99,92 persen dari total eskpor.
Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO) Syamsir Nur menjelaskan, tumbuhnya industri pengolahan ini sejalan dengan hasil kajiannya terhadap peran sektor ini terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Sultra. Selama 2010-2021, kontribusi industri pengolahan menunjukkan angka rata-rata 6,40 persen. Angka per tahun terus tumbuh stabil hingga 7,09 persen di 2021.
Menurut Syamsir, peranan signifikan sektor industri pengolahan ini memiliki dua sisi yang akan berpengaruh terhadap ekonomi wilayah. Meningkatnya peranan sektor ini berarti menegaskan terjadinya hilirisasi produk nikel dan tidak lagi membawa material mentah ke luar negeri seperti sebelumnya.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Lahan sawah yang segera memasuki masa panen, di Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Minggu (2/9/2019).
”Hanya saja, karena ini sektor yang inklusif, tidak berpengaruh banyak ke daerah karena hanya terlihat dari sisi makro. Jika ditelisik lebih jauh, tidak berdampak luas ke masyarakat,” ucapnya.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja saja, ia melanjutkan, sektor pengolahan ini belum maksimal. Terlihat dari angka pengangguran terdidik yang didominasi oleh SMA dan SMK. Artinya, ada ketidaksesuaian kebutuhan kerja dan pendidikan. Akhirnya, lapangan kerja yang potensial diisi oleh orang dari luar daerah.
Sektor primer ini malah terus menunjukkan penurunan selama 10 tahun terakhir.
Secara model bisnis, tambah Syamsir, hilirisasi saat ini juga lebih banyak melibatkan pengusaha luar dengan modal besar. Seharusnya, hilirisasi menjadi jembatan bagi perusahaan daerah ataupun pengusaha lokal untuk terlibat aktif sehingga membuka lapangan kerja baru dengan perputaran uang yang signifikan di daerah.
Hilirisasi produk turunan diharapkan juga jauh lebih berkembang, bukan sekadar barang setengah jadi seperti saat ini. Produk turunan dari hasil pengolahan industri pemurnian nikel yang ada di wilayah ini bisa berbagai macam bentuknya.
Sementara itu, di sisi lain, tumbuh signifikannya industri pengolahan nikel tidak diimbangi dengan peningkatan sektor utama daerah. Selama puluhan tahun, sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan merupakan tulang punggung utama masyarakat. Petani dan nelayan mengandalkan sektor ini untuk bertahan hidup.
Namun, dalam kajiannya pada periode 2010-2021, Syamsir mengatakan, kontribusi sektor pertanian terus mengalami penurunan. Pada 2010, kontribusi sektor ini terhadap PDRB Sultra mencapai 28,39 persen. Angka ini terus turun setiap tahun sehingga menjadi 22,87 persen pada 2021. ”Justru sektor sekundernya yang terus tumbuh signifikan,” ujarnya.
Kondisi ini, menurut Syamsir, terjadi karena banyak faktor, mulai dari alih fungsi lahan pertanian, tidak produktifnya tanaman dan lahan, hingga tenaga kerja yang beralih. Sayangnya, para pekerja yang beralih ini tidak terserap ke industri pengolahan karena tidak memiliki kualifikasi yang sesuai.
Oleh sebab itu, kondisi ini harus diperhatikan betul oleh pemerintah daerah. Terobosan penting dilakukan agar sektor pertanian dan kelautan kembali berkembang. ”Industri pengolahan jangan hanya di mineral saja, tetapi juga di sektor pertanian dan kelautan. Dengan begitu, nilai tambah sektor ini bertambah dan memberi peluang yang lebih baik untuk masyarakat luas,” ucapnya.