Keberagaman Warnai Puncak Perayaan Cap Go Meh di Kota Padang
Pertunjukan seni dan budaya dari berbagai etnis mewarnai kirab puncak perayaan Cap Go Meh di Kota Padang, Sumatera Barat. Hujan tak menghalangi semaraknya acara.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pertunjukan seni dan budaya dari berbagai etnis mewarnai kirab puncak perayaan Cap Go Meh di Kota Padang, Sumatera Barat. Meski diguyur hujan, kegiatan yang merupakan rangkaian perayaan Imlek 2574 ini tetap berlangsung semarak.
Puncak perayaan Cap Go Meh berpusat di bawah Jembatan Siti Nurbaya wilayah Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Minggu (5/2/2023). Ribuan warga berkumpul menyaksikan acara budaya etnis Tionghoa itu. Hujan yang turun pada sore hari tak menyurutkan minat warga.
Perayaan Cap Go Meh pertama sejak pandemi Covid-19 ini dimulai sejak Minggu siang di Jalan Kelenteng, Kampung Pondok. Ada sembilan marga warga Padang keturunan Tionghoa yang mengikutinya. Mereka mengarak kio (tandu) dari rumah perhimpunan marga masing-masing, singgah di Kelenteng See Hin Kiong, kemudian menuju Jalan Batang Arau dekat Jembatan Siti Nurbaya.
Saat acara pembukaan, para pengunjung disuguhi dengan pertunjukan kolaborasi seni serta budaya Tionghoa dan Minangkabau. Para pemuda menampilkan permainan musik dari gendang china (gendang shingu), tambua tansa dan talempong, wushu, serta randai.
Setelah pembukaan, kirab Cap Go Meh dimulai dengan pertunjukan marching band Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sumbar. Selanjutnya, disusul oleh arak-arakan sipasan organisasi Himpunan Tjinta Teman (HTT) dan Himpunan Bersatu Teguh (HBT), penari api, reog, kio masing-masing marga, dan sebagainya.
Pipit (48), warga Padang Barat yang menyaksikan perayaan Cap Go Meh, mengatakan, ia datang bersama lima anggota keluarganya, antara lain anak dan cucu menyaksikan kirab ini. ”Acaranya sangat bagus. Semoga terus diadakan untuk tahun-tahun berikutnya,” katanya.
Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldi mengatakan, meskipun diguyur hujan, semua orang yang hadir, baik peserta maupun pengunjung, tetap bersemangat untuk menyemarakkan acara. Ia juga merasa kagum dengan kolaborasi seni dan budaya yang ditampilkan dalam Cap Go Meh kali ini.
”Baru pertama kalinya saya lihat, selama saya jadi wakil gubernur, kolaborasi antarbudaya Tionghoa—permainan perkusi Tionghoa, dikolaborasikan dengan talempong Minangkabau. Itu kalau ditampilkan lagi, sangat luar biasa,” kata Audy.
Keberagaman budaya yang ditampilkan dalam Cap Go Meh, kata Audy, membuktikan bahwa Sumbar merupakan provinsi yang toleran. Selain itu, acara seperti ini menjadi daya tarik kunjungan wisata. Ia berharap untuk tahun depan perayaan Cap Go Meh semakin besar.
Sementara itu, Wali Kota Padang Hendri Septa mengatakan, ia menyambut baik dan mendukung kegiatan ini. Ia juga menegaskan bahwa Padang merupakan kota yang beragam dan toleran. Banyak etnis di Kota Padang, dari Minangkabau, Jawa, Batak, Tionghoa, India, dan sebagainya, yang telah ada sejak tahun 1800-an.
”Kota Padang terbentuk karena adanya perbedaan dan keberagaman ini. Dari dulu kita bersaudara baik itu Muslim maupun non-Muslim,” kata Hendri.
Hendri juga berharap kegiatan perayaan budaya seperti Cap Go Meh ini menjadi penggerak ekonomi masyarakat. ”Harapan kami bagaimana kita bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Mudah-mudahan hasilnya bisa dirasakan seluruh warga Padang,” ujarnya.
Penasihat Panitia Festival Cap Go Meh Albert Hendra Lukman mengatakan, dalam kirab kali ini, ada dua sipasan yang diarak bersama-sama, yaitu dari HTT dan HBT. Sebelumnya, tiap organisasi mengarak sipasan masing-masing secara terpisah.
Sipasan adalah semacam iringan berkepala naga dan berbadan papan berkursi yang diduduki anak-anak. Kali ini, setiap sipasan mengangkat sekitar 30 anak. Sipasan diangkat dan diarak oleh orang dewasa. Menurut Albert, sipasan hanya ada di Taiwan dan Padang.
”Sipasan ada dua, satu sipasan HTT, satu lagi sipasan HBT. Jadi, tema yang kami bawa itu adalah tema kebersamaan sehingga muncullah dua sipasan,” kata pria yang juga anggota DPRD Sumbar dari PDI-P ini.
Ditambahkannya, festival Cap Go Meh ini merupakan festival budaya, tidak ada unsur-unsur agama. Kegiatan ini salah satu cara komunitas Tionghoa di Kota Padang berkontribusi untuk pembangunan kota dengan menampilkan budaya yang dikolaborasikan dengan budaya Nusantara.
”Sehingga wisatawan datang ke Kota Padang. Harapannya terjadi geliat ekonomi di Kota Padang dan Sumbar,” ujarnya.