Harimau Sumatera yang Menyerang Warga di Aceh Selatan Akan Direlokasi
Harimau mengalami luka pada pipi kiri, leher, dan kaki. Pada pipi, luka menganga seperti terkena senjata tajam. Sementara dua petani mengalami luka pada kepala belakang, tangan, dan kaki.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
TAPAKTUAN, KOMPAS — Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang pada pekan lalu menyerang dua warga di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, telah ditangkap oleh petugas. Sebelum direlokasi, luka pada pipi, leher, dan kaki harus diobati.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto, dihubungi pada Minggu (5/2/2023), menuturkan, harimau sumatera tersebut berhasil ditangkap oleh petugas pada Sabtu dengan cara memasang perangkap jebak. Harimau itu terpaksa ditangkap lantaran mengalami luka usai menyerang dua warga pada Rabu lalu di kawasan hutan di Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.
”Saat diserang harimau, warga melakukan perlawanan, mereka mempertahankan diri. Warga dan harimau sama-sama mengalami luka,” kata Agus.
Harimau mengalami luka pada pipi kiri, leher, dan kaki. Pada pipi, luka menganga seperti terkena senjata tajam. Sementara dua petani mengalami luka pada kepala belakang, tangan, dan kaki.
Kedua warga yang terluka telah ditangani secara medis dan saat ini dalam proses pemulihan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Yuliddin Away, Tapaktuan, Aceh Selatan.
Agus mengatakan, lokasi warga diserang harimau berada dalam hutan lindung yang merupakan habitat raja hutan itu. Menurut Agus, seharusnya warga tidak beraktivitas di dalam kawasan hutan lindung karena merupakan habitat satwa.
Seusai mendapatkan informasi bahwa harimau juga mengalami luka, tim BKSDA Aceh memasang perangkap jebak. ”Harimau ini kami tangkap bukan karena interaksi negatif, tetapi karena dia mengalami luka,” kata Agus.
Saat ini satwa yang terancam punah itu ditempatkan di Kantor Taman Nasional Gunung Leuser Perwakilan Aceh Selatan. Tim medis BKSDA Aceh telah berada di sana untuk memeriksa kondisi kesehatan harimau. Setelah observasi dan perawatan, harimau tersebut akan dilepasliarkan ke lokasi yang lebih representatif.
Agus mengatakan, masifnya perburuan rusa dan babi hutan membuat ketersediaan makanan bagi harimau berkurang. Akibatnya, konflik harimau dengan lingkungannya juga meningkat
”Kami terus melakukan sosialisasi agar warga tidak berburu rusa karena dapat mengganggu keseimbangan ekosistem,” katanya.
Aceh Selatan sejak lama menjadi kawasan yang paling sering terjadi konflik harimau sumatera. Hutan di Aceh Selatan terhubung dengan TNGL sehingga daerah itu menjadi habitat harimau sumatera.
Perburuan
Namun, aktivitas ilegal di dalam kawasan hutan dan perburuan telah memicu konflik. Harimau kerap muncul ke kawasan permukiman untuk memangsa ternak warga. Beberapa harimau mati karena karena terkena jerat pemburu.
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkan harimau dalam kelompok satwa yang kritis atau selangkah lagi menuju kepunahan. Populasinya berkisar 500-600 ekor yang tersebar di hutan-hutan Pulau Sumatera.
Perburuan menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap keberlangsungan hidup harimau sumatera. Berdasarkan data dari Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK), lembaga konsentrasi pada penegakan hukum kasus lingkungan, sejak 2019 hingga 2022, sebanyak 19 harimau sumatera mati, sebagian besar karena perburuan.
Manajer Program LSGK Missi Muizzan mengatakan, sejak 2019 hingga 2022 ada kecenderungan kasus perburuan dan perdagangan naik. Pada 2019, misalnya, kasus yang ditangani sebanyak 10 kasus, kemudian naik menjadi 11 kasus pada 2020. Setahun kemudian, 2021, jumlahnya naik menjadi 15 kasus.
”Dari semua kasus perburuan, perkara perburuan dan perdagangan harimau paling banyak,” kata Missi.