Program Kemandirian Pangan di Sumsel Dinilai Belum Memiliki Indikator Jelas
Pemerintah Sumatera Selatan mengklaim Gerakan Sumsel Mandiri Pangan mampu menekan angka kemiskinan dan tengkes. Namun, klaim tersebut belum bisa dibuktikan. GSMP disebut tidak memiliki indikator kinerja yang jelas.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Klaim yang menyebutkan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan sukses menurunkan angka kemiskinan, tengkes, dan menjaga inflasi membutuhkan indikator kinerja yang jelas. Tujuannya agar program ini benar-benar memberi manfaat luas dan menjadi contoh bagi daerah lainnya.
Hal ini mengemuka dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Intern Keuangan dan Pembangunan Daerah Sumsel di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (1/2/2023). Gubernur Sumsel Herman Deru mengklaim, Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) terbukti berhasil. Data Badan Pusat Statistik Sumsel mencatat angka kemiskinan turun 0,84 persen, dari 12,79 persen menjadi 11,95 persen periode September 2021-September 2022. Angka tengkes di Sumsel juga disebut menurun, dari 24,8 persen di tahun 2021 menjadi 18,4 persen pada tahun 2022.
GSMP adalah gerakan yang mengajak masyarakat menjadi petani pemula dengan menanam sejumlah komoditas pangan di pekarangan rumah. Sejumlah bantuan pun diberikan, seperti bibit dan sarana tanam. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah daerah, program ini sudah tertuang dalam Peraturan Gubernur Sumsel Nomor 22 Tahun 2022.
Kepala Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Sumsel Ruzuan Efendi mengutarakan, pihaknya masih melakukan sosialisasi untuk mengajak masyarakat mulai menanam sejumlah komoditas pangan di pekarangan rumahnya. Sasarannya adalah rumah tangga miskin yang memang memiliki pendapatan terbatas. Hingga saat ini terdapat sekitar 81.000 rumah tangga miskin yang menjadi sasaran sampai tahun 2025 mendatang.
”Kami memanfaatkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) agar penerima manfaat bisa lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Ruzuan menegaskan, bantuan yang diberikan bukan berbentuk uang karena rentan diselewengkan, melainkan dalam bentuk barang berupa bibit tanaman atau ternak. Selain itu, agar program berjalan efektif, pemerintah juga menggandeng 2.000 tenaga penyuluh untuk memberikan pendampingan kepada penerima manfaat agar program ini bisa berdampak.
”Setidaknya ASN (aparatur sipil negara) bisa menjadi contoh untuk 10 keluarga yang tinggal di sekitar rumahnya agar manfaat dari program ini kian dirasakan,” ucapnya.
Akan tetapi, Kepala Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Sumsel Buyung Wiromo Samudro mengungkapkan, program ini belum memiliki indikator kinerja yang jelas. Padahal indikator itu menjadi instrumen untuk mengukur tingkat keberhasilan dari sebuah program. Kunci indikator kinerja perlu dibuat untuk mengukur apakah program ini layak untuk dilanjutkan atau harus ada yang perlu dibenahi.
”Nanti akan ada tim yang memantau dan mengevaluasi secara akademis, apakah program ini benar-benar berjalan atau tidak,” ucap Buyung.
Rektor Universitas Sriwijaya Anis Saggaff siap membantu pemerintah menyukseskan program ini. Dia menyebut memiliki banyak ahli yang fokus di bidang pangan. ”Mereka bisa dilibatkan dalam program ini untuk memberikan masukan kepada pemerintah. Selain itu, ada program kuliah kerja nyata tematik yang juga menyasar di bidang pangan,” ucapnya.