Tekan Potensi Banjir, Pemprov Kaltim Benahi Sungai dan Drainase
Selain menormalisasi sungai, Pemprov Kaltim meningkatkan kapasitas drainase untuk mengurangi potensi banjir di Kota Samarinda.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Guna menanggulangi banjir menahun di Kota Samarinda, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menormalisasi sejumlah aliran sungai sekaligus meningkatkan kapasitas drainase. Upaya itu diharapkan mengurangi dampak dan kerugian banjir di pusat pemerintahan provinsi ini.
Sebelumnya, Pemprov Kaltim menyatakan bakal menormalisasi Sungai Karang Mumus yang membelah Kota Samarinda untuk mengurangi potensi banjir. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, dan Penataan Ruang Kaltim Aji Muhammad Fitra Firnanda mengatakan, upaya lain yang bakal dilakukan tahun ini adalah menormalisasi Sungai Karang Asam Besar.
”Normalisasi Sungai Karang Asam Besar sudah dilakukan pada 2020 hingga 2022. Sampai akhir Desember 2022, normalisasi sudah sekitar 85 persen dari total 9 kilometer. Sisa pekerjaan 1,5 kilometer lagi tahun ini,” ujar Nanda, sapaan akrab Fitra Firanda, Senin (30/1/2023).
Ia mengklaim, manfaat normalisasi tersebut sudah terlihat. Misalnya, sejumlah wilayah di Kelurahan Lok Bahu sebelumnya menjadi langganan banjir akibat limpasan Sungai Karang Asam Besar saat intensitas hujan mencapai 80 milimeter. Pada September 2022, pantauan curah hujan 88 milimeter dan tak terdapat genangan banjir di wilayah itu.
Untuk itu, kata Nanda, Pemprov Kaltim bakal menyelesaikan normalisasi sungai tersebut tahun ini. Untuk menyelesaikan 1,5 kilometer daerah aliran sungai, pihaknya menyiapkan Rp 1,5 miliar dari APBD Provinsi Kaltim.
Nanda menyebutkan, selain pendangkalan sungai, drainase yang buruk juga turut memperparah banjir di Kota Samarinda. Untuk itu, sepanjang tahun 2023, Pemprov Kaltim juga akan meningkatkan kapasitas drainase di sejumlah titik penting.
Pertama, Nanda mengatakan, salah satu keluhan warga adalah banjir di Jalan DI Panjaitan. Jalan ini merupakan akses utama menuju Bandara APT Pranoto. Saat banjir terjadi di jalan ini, kendaraan jenis apa saja tak bisa melintas sehingga warga gagal bepergian menggunakan pesawat.
”Di sana, kami buat saluran drainase sepanjang 1,3 kilometer dengan dimensi lebar 4 meter dan kedalaman rata-rata 2 meter. Saat ini pembangunan drainase di Jalan DI Panjaitan telah terbangun 1,1 kilometer. Anggaran tahun ini sekitar Rp 4,5 miliar untuk proyek itu,” ujar Nanda.
Drainase juga dibangun di Jalan Pemuda III dan Jalan Pemuda IV. Kapasitas drainase di sini ditingkatkan agar air hujan tak meluber ke jalan atau permukiman warga. Harapannya, kata Nanda, air bisa langsung mengalir ke Sungai Karang Mumus.
Pusat pemerintahan Provinsi Kaltim ini merupakan salah satu kota yang rentan banjir. Pada Juni 2019, Kota Samarinda direndam banjir sekitar dua minggu. Selain pendangkalan sungai dan drainase yang buruk, banjir juga terjadi akibat tata kota dan hilangnya daerah resapan air di bagian hulu.
Daerah Aliran Sungai Karang Mumus yang membelah Kota Samarinda sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian kering dan permukiman lahan terbuka. Lantaran permukiman dibangun di daerah aliran sungai, banjir akan menggenangi rumah karena daerah tersebut menjadi area limpasan air sungai saat hujan. Hal itu pula yang membuat kualitas air Sungai Karang Mumus merosot.
”Restorasi diperlukan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan sehingga ketahanan airnya meningkat, dengan ditandai meningkatnya keseimbangan dan kualitas air serta menurunnya resiko bencana,” kata Ketua Formum Daerah Aliran Sungai Kaltim Mislan.
Sebelumnya, Pengajar Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Riyan B Sukmara mengatakan, penyebab banjir di Samarinda sangat banyak. Selain normalisasi sungai dan peningkatan drainase, perlu juga diikuti program lain di tingkat warga.
Pendekatan baru di hilir perlu diterapkan agar masyarakat semakin siap menghadapi banjir sehingga memperkecil kerugian yang diderita.
Data yang ia himpun, sejumlah wilayah Kota Samarinda posisinya lebih rendah dari sungai. Dengan kondisi seperti itu, saat air laut pasang, air Sungai Mahakam pun akan naik. Saat air Sungai Mahakam naik, air di anak sungainya pun ikut naik, termasuk Sungai Karang Mumus.
Di saat seperti itu, meskipun tak terjadi hujan, terdapat genangan air di jalan-jalan utama di Samarinda. Saat musim hujan tiba berbarengan dengan kondisi air laut pasang, genangan banjir di permukiman warga akan bertahan dalam jangka waktu lama.
Riyan mengatakan, pendekatan baru di hilir perlu diterapkan agar masyarakat semakin siap menghadapi banjir sehingga memperkecil kerugian yang diderita. Ia menyarankan pemerintah membentuk sistem peringatan dini dan memperkuat mitigasi bencana di tingkat warga.
Pada banjir 2019, dia menambahkan, tinggi curah hujan sekitar 120 milimeter. Sebelum mencapai angka itu, masyarakat seharusnya sudah dapat informasi melalui SMS, Whatsapp, atau media sosial lain yang bisa dijangkau. ”Dengan begitu, warga bisa bersiap menyelamatkan diri serta mengamankan barang berharga sehingga kerugian yang diderita tidak besar ketika banjir,” ujar Riyan.