Baru 33 persen puskesmas di Indonesia yang memiliki peralatan ultrasonografi atau USG. USG penting untuk memantau pertumbuhan janin dan sangat membantu memerangi tengkes sejak dini.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Semua fasilitas pusat kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2023 sudah harus memiliki peralatan ultrasonografi atau USG. Saat ini, baru 33 persen puskesmas di Indonesia yang memiliki peralatan tersebut.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat sidak tengkes dan mengecek penanganan program pengentasan kemiskinan di Desa Pucangsongo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (29/1/2023) sore.
”Sekarang, sesuai perintah dari Bapak Presiden semua puskesmas pada 2023 harus sudah ada alat USG, 100 persen. Di setiap posyandu harus punya antropometri yang terstandar. Itu sudah ada di e-katalog untuk belanja,” ujarnya.
Menurut Muhadjir, keberadaan USG penting untuk memonitor perkembangan otak janin selama dalam kandungan. Fungsi USG untuk mengukur lingkar kepala. Pertumbuhan kepala akan menggambarkan pertumbuhan otak janin sehingga dari situ bisa diketahui apakah seorang bayi nantinya memiliki kecenderungan tengkes atau tidak.
Perhatian terhadap stunting atau tengkes tak hanya pada tinggi dan berat badan anak, tetapi juga kesehatan otak.
Pada kasus-kasus tertentu, kata Muhadjir, perkembangan tinggi dan berat badan anak tengkes sering tidak relevan dengan pertumbuhan otak.”Perhatian terhadap stunting (tengkes) tak hanya pada tinggi dan berat badan anak, tetapi juga kesehatan otak,” katanya.
Saat ini, tingkat tengkes nasional 21,6 persen atau berkurang 2,8 persen dari sebelumnya. Angka ini masih di bawah target presiden sebesar 3 persen pada tahun ini. ”Masih kurang 0,2 persen. Makanya, kita kebut target yang belum terpenuhi di 2022. Tinggal dua tahun lagi, pada 2024 sekitar 14 persen,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo mengatakan, semua puskesmas di wilayahnya sudah memiliki USG. Pemerintah Kabupaten Malang sendiri memiliki beberapa program, termasuk memperluas dan memindahkan beberapa gedung puskesmas untuk memaksimalkan pelayanan.
Angka tengkes di Kabupaten Malang berdasarkan Survei Status Gisi Indonesia masih di angka 23 persen. Itu berdasarkan survei status gizi yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan dengan sistem sampling. Bulan Februari ini ada bulan timbang lagi di mana semua anak balita akan kembali ditimbang.
”Kalau yang kemarin (2022) berdasarkan status stunting kita 7,3 persen. Ini versi dinas kesehatan tetapi berdasarkan bulan timbang yang benar-benar riil. Nanti Februari ini akan dilakukan bulan timbang lagi,” kata Wiyono.
Pucangsongo merupakan salah satu desa yang memiliki warga miskin ekstrem, anak tengkes, dan ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis. Di tempat itu juga ada warga yang tergolong miskin ekstrem.
Selama di Pucangsongo, menurut Muhadjir, dirinya mendapati ada warga miskin ekstrem yang belum dapat Kartu Indonesia Sehat (KIS). Padahal, data mereka sudah diusulkan lebih dari dua kali sejak 2020, tetapi belum turun sampai sekarang.
”Tadi saya langsung telepon ke Bu Mensos (Menteri Sosial Tri Rismaharini) untuk segera ditindaklanjuti karena ini bukan hanya ada di sini, melainkan juga di semua tempat,” katanya.
Untuk itu, menurut Muhadjir, harus ada perubahan mekanisme percepatan bagaimana mereka yang membutuhkan KIS bisa segera terlayani. Kuncinya ada di data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
DTKS dipegang oleh Kementerian Sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial baru akan menurunkan KIS jika ada rekomendasi dari Kemensos.
”Saya kira mekanismenya kepanjangan. Saya minta dipotong saja. Misalnya dari desa tidak perlu ke kecamatan, tetapi langsung ke dinas sosial. Kecamatan cukup diberi tahu oleh desa saja bahwa sudah kirim data ke dinsos. Dinsos kirim ke Kemensos sehingga bisa segera,” ujarnya.