Ratusan Anak Menikah karena Hamil, Pemkab Indramayu Siapkan Pendampingan
Ratusan anak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menikah karena kehamilan tidak diinginkan. Pemerintah setempat pun menyiapkan pendampingan untuk mencegah dampak perkawinan anak.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Ratusan anak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menikah karena mengalami kehamilan tidak diinginkan. Pemerintah setempat pun menyiapkan pendampingan untuk mencegah dampak perkawinan anak, seperti persalinan prematur hingga stunting atau tengkes.
Berdasarkan Sistem Informasi Kontrol Tabayun dan Pengawasan Pengadilan Tinggi Agama Bandung yang diakses pada Jumat (27/1/2023), Pengadilan Agama Indramayu menerima 572 permohonan dispensasi kawin sepanjang tahun 2022. Sebanyak 564 di antaranya telah dikabulkan.
Dispensasi kawin adalah pemberian izin pernikahan oleh pengadilan kepada warga yang belum mencapai usia minimum perkawinan, yakni 19 tahun. Ketentuan itu sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Jumlah putusan dispensasi kawin tahun lalu di Indramayu menurun jika dibandingkan tahun 2021 dengan 625 perkara dan 761 perkara tahun 2020. Namun, jumlah dispensasi kawin tahun 2022 di Indramayu masih tergolong tinggi. Bahkan, permohonan dispensasi kawin di Indramayu tahun lalu tercatat tertinggi ketiga di Jabar.
Pada tahun lalu, pengajuan dispensasi nikah terbanyak pertama di Jabar adalah Kabupaten Tasikmalaya dengan 777 perkara dan disusul Garut sebanyak 583 permohonan. Sementara itu, selama Januari 2023, Pengadilan Agama Indramayu telah menerima 48 pengajuan dispensasi kawin.
“Sekitar 70-80 persen anak yang ingin dispensasi kawin itu sudah hamil. Hakim sulit menolaknya karena kalau anaknya hamil sebelum nikah itu jadi aib,” ujar Dindin Syarief Nurwahyudin dari bagian Humas Pengadilan Agama Indramayu.
Pergaulan berisiko di lingkungan anak, kata Dindin, turut menyebabkan kehamilan tidak diinginkan (KTD). Alasan lainnya, permohonan dispensasi kawin adalah kekhawatiran orangtua akan pergaulan anaknya. Sebagian anak yang ingin dinikahkan juga sudah putus sekolah.
Menurut Dindin, Pengadilan Agama Indramayu telah berupaya mendorong pemohon dispensasi agar menunda pernikahan di usia anak. Selain menasihati keluarga anak, hakim juga meminta dokumen, kehadiran dua saksi, hingga pemeriksaan kesehatan. ”Jadi, pengadilan tidak mudah mengabulkan dispensasi kawin,” katanya.
Pendampingan
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Indramayu juga terus berupaya mencegah perkawinan anak. Upaya pencegahan itu, antara lain, dilakukan dengan sosialisasi dan penyuluhan bahaya pernikahan usia dini di sekolah hingga desa.
”Kami kerja sama dengan IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Indramayu. Kami sudah sosialisasi ke sekitar 50 sekolah,” ujar Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP2KBP3A Indramayu Cicih Sukarsih.
Meski demikian, angka perkawinan anak di Indramayu ternyata masih tinggi. Padahal, perkawinan usia anak memiliki dampak mental dan kesehatan. ”Anak yang menikah karena KTD ini biasanya malu memeriksakan kehamilannya. Ini berisiko pada persalinanan dengan berat bayi rendah, prematur, dan stunting (tengkes),” ungkap Cicih.
Tengkes adalah kondisi kurang gizi kronis sejak bayi dalam kandungan yang berakibat terganggunya tumbuh kembang anak. Anak balita tengkes tak hanya pendek, tetapi juga mengalami defisit kognitif. Tahun 2021, prevalensi tengkes di Indramayu tercatat 14,4 persen.
Pelaksana Tugas Kepala DP2KBP3A Indramayu Heka Sugoro menyatakan, pihaknya berkomitmen mendampingi anak yang menikah dini karena KTD. DP2KBP3A Indramayu telah memiliki tim pendamping keluarga (TPK) untuk mencegah risiko tengkes pada anak tersebut.
Terdapat 1.413 TPK yang tersebar di berbagai desa di Indramayu. Satu tim terdiri dari tiga orang, yakni petugas dinas, tenaga kesehatan, dan aparat desa. Jadi, terdapat 4.239 orang yang akan memantau kondisi keluarga berisiko stunting, termasuk pemohon dispensasi nikah, di Indramayu.
Sekitar 70-80 persen anak yang ingin dispensasi kawin itu sudah hamil. (Dindin Syarief Nurwahyudin)
”Jumlah tim itu mencukupi untuk pemantauan. Kami akan dampingi sejak hamil sampai melahirkan dan usia anaknya di bawah dua tahun. Mereka yang dispensasi nikah diprioritaskan. Bahkan, kalau belum dapat bantuan sosial, kami akan teruskan ke dinas sosial,” ujar Heka.
DP2KBP3A Indramayu juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan pengadilan agama setempat terkait pencegahan perkawinan anak dan penurunan stunting pada Rabu (25/1/2023). ”Jadi, kalau ada yang dispensasi kawin, kami langsung komunikasi dan lakukan pendampingan,” ujarnya.
Sekretaris Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jabar Darwini mengatakan, butuh kebijakan pencegahan perkawinan dini untuk meminimalkan jumlah pernikahan anak di Indramayu. Salah satu caranya adalah mengoptimalkan Peraturan Daerah Indramayu Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak.
”Pemkab Indramayu seharusnya menindaklanjuti perda itu dengan peraturan bupati sehingga ada aturan lebih teknis dan jadi dasar pemerintah di desa membuat aturan serupa. Pencegahan perkawinan anak harus secara sistemik dan melibatkan banyak pihak,” ujarnya.