Jalan Tol Lingkar Timur-Selatan Surakarta Bakal Dibangun pada 2025
Studi kelayakan tentang pembangunan Jalan Tol Lingkar Timur-Selatan Surakarta sudah selesai dilakukan. Menurut rencana, proyek tersebut akan dikerjakan pada 2025.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Studi kelayakan tentang pembangunan Jalan Tol Lingkar Timur–Selatan Surakarta sudah selesai dilakukan. Menurut rencana, proyek tersebut akan dikerjakan pada 2025. Namun, hasil kajian dan mekanisme pelaksanaan belum dikomunikasikan dengan pemerintah daerah sekitar yang lahannya termakan proyek tersebut.
Jalan tol itu nantinya akan melintas di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Klaten. Panjangnya diperkirakan sekitar 35 Km. Keberadaan jalan itu dibutuhkan karena adanya ancaman kemacetan lalu lintas total di Kota Surakarta beberapa tahun mendatang. Penambahan infrastruktur berupa jalan lingkar merupakan solusi yang bisa ditempuh.
”Saya sudah sampaikan ke Bu Etik (Bupati Sukoharjo) dan Bu Sri Mulyani (Bupati Klaten). Kajiannya (pembangunan jalan tol) sudah ada. Nanti akan dibangun pada 2025,” kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, di sela-sela peresmian Solo Safari, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (27/3/2023).
Sewaktu rencana pembangunan itu mengemuka, para kepala daerah yang jalannya dilintasi sempat mengungkapkan keberatannya. Salah satu alasannya ialah ancaman kekurangan lahan sawah produktif yang akan terkena pembangunan proyek tersebut. Bupati Klaten Sri Mulyani termasuk salah seorang yang menyatakan keberatannya.
Menurut dia, terlalu banyak lahan sawah produktif yang bakal hilang jika proyek itu nantinya tetap dijalankan. Terlebih, banyak lahan sawah produktif di wilayahnya sudah lebih dahulu dibabat akibat proyek strategis nasional Jalan Tol Solo-Yogyakarta.
Pihaknya tak keberatan apabila jalan yang kelak dibangun berwujud jalan bukan tol. Model jalan semacam itu mampu menggerakkan perekonomian warga sekitarnya. (Etik Suryani)
Alasan serupa juga pernah disampaikan Bupati Sukoharjo Etik Suryani. Ia mengkhawatirkan produksi berasnya berkurang jika lahan sawahnya digunakan untuk pembangunan. Terlebih lagi, daerah itu tergolong sebagai penyangga pangan di wilayah Jawa Tengah. Akan tetapi, pihaknya tak keberatan apabila jalan yang kelak dibangun berwujud jalan bukan tol. Model jalan semacam itu mampu menggerakkan perekonomian warga sekitarnya.
”Belum (disetujui daerah sekitar). Ya, tinggal berunding lagi kalau beliau-beliau penginnya jalan non-tol. Ini, kan, hanya masalah pembiayaan,” kata Gibran.
Gibran menjelaskan, jalan non-tol nanti dibangun sepenuhnya menggunakan APBN, sedangkan jalan tol bisa dibangun lewat skema kerja sama dengan perusahaan swasta. Pihaknya meyakini, kelak infrastruktur tersebut punya manfaat besar, tidak hanya bagi kota yang dipimipinnya, tetapi juga wilayah sekitarnya.
”Tujuannya tidak hanya mengurai traffic (lalu lintas), tetapi juga distribusi barang-barang. Pokoknya ini berpengaruh besar,” kata Gibran.
Usulan pembangunan jalan tersebut diajukan Pemerintah Kota Surakarta kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak tahun 2015. Usulan itu semula berupa pembangunan jalan lingkar bukan tol. Namun, bertahun-tahun usulan yang diajukan tak mendapat kepastian.
Pada 2021, usulan tersebut baru ditindaklanjuti kembali oleh Kementerian PUPR. Namun, rencana proyek tersebut berubah menjadi pembangunan jalan tol. Momennya bertepatan dengan masa awal kepemimpinan Gibran sebagai wali kota.
Adapun dasar usulan pembangunan jalan berangkat dari studi kemacetan yang dilakukan Dinas Perhubungan Kota Surakarta. Tanpa adanya penambahan jalan, diperkirakan kondisi lalu lintas di kota tersebut bakal macet total. Penambahan jalan tol termasuk salah satu upaya yang mesti dilakukan. Sebab, setiap tahun juga terjadi pertumbuhan kendaraan sebesar 4 persen.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nur Basuki menyatakan, setelah proyek pembangunan selesai, nantinya semua kendaraan berukuran besar diwajibkan lewat jalan tol. Jalanan kota akan terlalu berat dan padat jika dilintasi juga kendaraan-kendaraan bermuatan berat. Diperkirakan pembangunan mampu rampung dikerjakan dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun.
”Ya, harus (lewat jalan tol) karena kalau kita lihat, jalanan kota yang selama ini dipakai kendaraan berat sudah cukup sulit jika dipaksakan masuk kota. Nanti ke depannya mereka harus masuk tol,” kata Basuki.