Daerah pesisir Teluk Kendari bersolek menjadi daerah yang nyaman dikunjungi Wilayah yang dulunya kumuh direvitalisasi sebagai kawasan baru tempat warga beraktivitas. Perlahan, wilayah teluk semakin ramah terhadap warga.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
Daerah pesisir Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, bersolek menjadi daerah yang nyaman. Sebagian wilayah yang dulunya kumuh kini direvitalisasi sebagai kawasan baru tempat warga beraktivitas. Perlahan, bentang alam yang menjadi ikon Kota Kendari itu berbenah, termasuk mengembalikan fungsinya sebagai ruang bersama, bukan milik segelintir orang.
Sore yang teduh, Selasa (24/1/2023), di Lapulu, Kecamatan Abeli, Kendari, saat Yusmin (30) dan Uci (27) asyik menikmati pemandangan yang tersaji. Mereka sibuk berfoto dengan berbagai latar dan pemandangan yang baru tuntas dibangun satu bulan terakhir ini.
Tak pernah terbayang di benak kedua ibu rumah tangga ini jika salah satu sisi Teluk Kendari bisa menjelma seperti sekarang. Setelah belasan tahun, mereka baru kembali menginjakkan kaki kembali di kawasan Lapulu ini.
”Dulu yang saya tahu ini tempat kita menyeberang ke Kota Lama pakai rakit. Namanya pappalimba. Itu waktu saya masih SD. Waktu itu tempat ini sama sekali berbeda dengan sekarang,” kata Yusmin. Uci pun menyambung, ”Dulu kumuh, kotor di sini. Makanya tidak pernah lagi ke sini.”
Keduanya sengaja menyempatkan datang ke kawasan yang saban sore ramai dikunjungi warga ini. Mereka melihat postingan rekan di media sosial. Mencari waktu, keduanya janjian dan berkendara dari kediaman mereka di Nambo, sekitar 3 kilometer dari Lapulu.
Kawasan ini adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pappalimba Puday-Lapulu yang baru tuntas dibangun pada akhir Desember 2022. Kawasan ini memiliki luas 15 hektar dengan berbagai fasilitas untuk berkegiatan. ”Penasaran dengan tempatnya. Ternyata memang bagus dan luas. Pemandangan juga lebih terbuka,” tutur Yusmin.
Berjarak beberapa langkah dari keduanya, air laut menyapa tepian pelataran kawasan. Beberapa anak bermain di tangga yang tertutup air laut. Air sedang pasang dan membuat gelombang berkecipak di tepian.
Perahu nelayan tertambat di dermaga yang disiapkan. Sejumlah nelayan tampak memperbaiki perahu atau sekadar merapikan peralatan untuk bersiap kembali melaut. Di tengah teluk, berbagai jenis kapal juga tengah berlabuh.
Melintasi Teluk Kendari, di bagian depan adalah kawasan Kota Lama, yang membentang dan berbukit. Deretan perumahan terlihat dengan aktivitas masyarakat yang lalu lalang di jalanan. Jembatan Teluk Kendari yang menjadi ikon baru Kendari membentang di sisi kanan. Pemandangan ibu kota Sultra dan aktivitasnya pun tersaji di depan mata.
Suasana RTH ini semakin ramai jelang petang. Masyarakat datang bersama keluarga, teman, atau pasangan. Ada yang datang hanya karena ingin menikmati kawasan baru ini, berolahraga, atau sekadar ingin berfoto. Suasana bertambah ramai karena puluhan ibu-ibu senam di salah satu sudut kawasan ini.
Bowo (45) duduk di tangga yang sengaja dibuat untuk turun ke laut. Sang anak, Bayu (3), bermain di tangga yang tertutup air laut tanpa celana. Bajunya juga telah basah setelah beberapa lama bermain air.
Kalau ingat dulu, itu seperti langit dan bumi. Kotor dan bau.
Warga Lapulu yang kediamannya persis berhadapan dengan kawasan ini merasa bersyukur lingkungannya bisa berubah drastis seperti ini. Ruang terbuka sangat luas yang menjadi tempat bermain baru untuk anak dan bersantai untuk para orang tua. ”Kalau ingat dulu, itu seperti langit dan bumi. Kotor dan bau. Apalagi kalau air pasang, sampah di mana-mana,” ujar Bowo.
Mantan nelayan ini menuturkan, selama puluhan tahun rumah dan lingkungannya dulu adalah kawasan kumuh. Ia juga mengaku biasa membuang sampah ke laut karena kadung kondisi yang kotor.
Menurut Bowo, bertahun-tahun lamanya, perairan Teluk Kendari serupa halaman belakang yang tidak tertata dan dibiarkan kotor. Kawasan laut tidak dijadikan sebagaimana mestinya. Kawasan Lapulu yang padat dengan pengolahan ikan, pasar, dan kampung nelayan justru memunggungi laut.
Hingga akhirnya kawasan ini mulai ditata oleh pemerintah. Tepian laut diuruk untuk dijadikan kawasan baru. Lingkungan Lapulu seperti disulap menjadi indah seperti saat ini. ”Makanya saya kadang marah kalau ada yang buang sampah, apalagi naik sepeda motor ke dalam sini. Itu tegelnya mulai ada yang pecah. Sudah bagus, malah mau dirusak,” tuturnya.
Berjarak lebih dari 1 kilometer dari kawawan ini, RTH Talia telah lebih dulu terbangun. Kawasan di Jembatan Kuning yang dulu juga terkenal kumuh ini pun perlahan bersolek. Ruang terbuka terbangun dan tepian teluk ditata.
Tidak hanya itu, di kawasan sisi teluk lainnya, tepatnya di daerah Tipulu dan sekitar Kota Lama, tepian teluk juga mulai direvitalisasi. Anjungan baru dibangun dengan sejumlah fasilitas, mulai dari fasilitas bermain anak hingga kincir.
Fira (25), warga Kendari yang menghabiskan sore di anjungan baru tersebut, merasa kawasan teluk mulai banyak perubahan. Kawasan ditata dengan beragam fasilitas dan ruang terbuka baru untuk masyarakat.
Hal ini berarti bertambahnya destinasi baru bagi masyarakat di tengah kota dengan harga terjangkau. ”Yang penting kebersihannya dijaga. Ini masih banyak sampah,” ujarnya.
Penjabat Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu mengungkapkan, konsep penataan Kota Kendari adalah memanfaatkan potensi teluk yang sangat berharga dan berbeda dari wilayah lain di Indonesia. Teluk harus dijadikan ruang bersama yang bermanfaat secara ekonomis, ekologis, wisata, dan berbagai manfaat lainnya.
Penataan tepian dengan membuka ruang terbuka baru berarti menghilangkan barrier (penghalang) antara perairan dan daratan.
”Teluk ini tepat berada di jantung kota dan harus dimaksimalkan. Arahnya adalah pemanfaatan teluk dengan beragam potensi yang dimiliki. Karena itu, kami terus bangun ruang-ruang baru, baik dengan anggaran daerah maupun pemerintah pusat,” tuturnya.
Annas Maruf, Kepala Laboratorium Perumahan dan Permukiman Wilayah Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo (UHO), mengungkapkan, munculnya kawasan baru di tepian teluk tidak hanya menciptakan ruang baru untuk masyarakat. Namun, ini juga mematahkan ”penghalang” yang selama ini terbangun antara perairan teluk dan daratan.
Selama bertahun-tahun, kawasan teluk seperti satu entitas sendiri yang berbeda dengan daratan yang dipenuhi permukiman. Akhirnya, perumahan warga memunggungi teluk sehingga perairan itu menjadi ”halaman belakang”. Akibatnya, tepian teluk menjadi kumuh, dipenuhi sampah, dan tidak tertata.
”Penataan tepian dengan membuka ruang terbuka baru berarti menghilangkan barrier (penghalang) antara perairan dan daratan. Orang kembali berhadapan dengan Teluk Kendari yang sarat potensi, baik wisata, edukasi, penelitian, dan ekonomi,” tutur Annas.
Meski demikian, masih banyak pekerjaan rumah untuk pemerintah. Ini mulai dari persoalan sampah, sedimentasi, dan penataan tata ruang. Daerah hijau yang harusnya milik negara malah menjadi kepemilikan pribadi yang akhirnya membatasi penataan wilayah.
”Sudah saatnya kembali mengedepankan Teluk Kendari sebagai halaman bersama dan bersama-sama membangunnya. Tidak bisa hanya pemkot, pemprov, atau instansi lainnya. Harus ada upaya bersama yang berkesinambugngan,” ujar Annas.