Lagi, Dana Desa Diusulkan untuk Mengatasi Rabies di Flores-Lembata
Dana Desa kembali diusulkan menangani virus rabies di Flores-Lembata. Bantuan vaksin dari pusat, yang hanya 15.000 dosis, tak cukup.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
DOKUMEN DRH MARGARETHA SIKO
Dokter hewan (drh) Maria Margaretha Siko sedang menyuntik anjing milik warga di Maumere, Nusa Tenggara Timur, 25 September 2020, bertepatan dengan Hari Rabies Sedunia. Tahun 2023, jumlah vaksin rabies yang tersedia hanya 15.000 dosis dari dana APBN sehingga diusulkan Dana Desa bisa dimanfaatkan untuk menangani rabies di Flores-Lembata.
MAUMERE, KOMPAS — Dana Desa kembali diusulkan sebagai solusi terbaik mengatasi kelangkaan vaksin rabies pada ribuan anjing di Flores-Lembata, Nusa Tenggara Timur. Setiap desa mengalokasikan Rp 15 juta untuk pengadaan vaksin dan dinilai sudah cukup. Ketersediaan vaksin rabies dari pusat tahun 2023 hanya 15.000 dosis. Itu sangat tidak cukup untuk menangani populasi sekitar 200.000 anjing di sembilan kabupaten itu.
Sekretaris Umum Forum Pencegahan dan Pemberantasan Rabies Flores-Lembata Asep Purnama di Maumere, Rabu (25/1/2023), mengatakan, butuh dukungan semua pihak untuk mengatasi rabies diKabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Kabupaten Lembata. Di sembilan kabupaten ini, situasi endemik rabies juga menimpa anjing peliharaan warga.
”Kami mengusulkan lagi, kalau boleh, Dana Desa bisa dimanfaatkan untuk menangani rabies di sembilan kabupaten di Flores-Lembata. Setiap desa mengalokasikan Rp 15 juta saja. Itu sudah cukup. Harga vaksin rabies hanya Rp 10.000-Rp 12.000 per dosis. Dengan anggaran Rp 15 juta, tiap desa bisa memiliki 1.500 atau 1.250 dosis vaksin rabies,” katanya.
Tetapi, untuk mengeluarkan anggaran pengadaan vaksi ini, perlu petunjuk dari bupati masing-masing sehingga pada kemudian hari kepala desa tidak dianggap melanggar peraturan. Selama ini tidak adapetunjuk dalam pengelolaan Dana Desa bagi penanggulangan rabies di desa. ”Saya kira, kalau ada kebijakan khusus soal ini, pasti bisa,” ujar Asep.
Ratusan warga mengiringi jenazah Euprasia L Glelo (5 tahun 5 bulan) ke pemakaman di Desa Baumekot, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, Senin (3/9/2018). Euprasia digigit anjing rabies pada Mei 2018. Karena terlambat ditangani, ia meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah TC Hillers, Maumere, Sabtu.
Vaksin rabies yang tersedia pada 2023 ini hanya 15.000 dosis dari dana APBN. Ini sangat memprihatinkan. Alokasi vaksin rabies dari provinsi dan kabupaten tidak ada karena keuangan daerah terbatas.
”Sementara populasi anjing di masyarakat sekitar 200.000 ekor. Setiap kabupaten memiliki sekitar 20.000 ekor anjing,” kata Asep.
Jika 15.000 dosis itu dibagi ke sembilan kabupaten yang ada, tiap-tiap kabupaten mendapatkan sekitar1.667 dosis vaksin. Jumlah ini sangat tidak seimbang dengan jumlah populasi ternak anjing yang ada. Ancaman paling serius adalah kelompok anak di bawah usia 15 tahun. Hampir 70 persen kasus gigitan anjing rabies selama ini pada anak-anak usia tersebut.
Digigit anjing
Setiap tahun selalu ada kasus gigitan anjing rabies pada manusia. Data yangterlapor selama tahun 2022 terdapat 31 kasus gigitan anjing rabies. Dari jumlah itu, 21 korban selamat setelah dibawa ke puskesmas dan rumah sakit terdekat oleh keluarga seusai digigit. Sebanyak10 orang meninggal.
Saat itu penanganan rabiesrelatif jauh lebih baik. Total vaksin di sembilan kabupaten sebanyak 154.000 dosis. Manggarai Barat sebanyak 18.000 dosis, Lembata 10.000 dosis, Manggarai 8.500 dosis,Manggarai Timur 8.000 dosis, Ngada 8.500 dosis,Ende 8.500 dosis, Sikka 8.000 dosis, Nagekeo 5.000 dosis, dan Flores Timur 3.000 dosis. Meski dosis vaksinmencukupi, toh masih ada gigitan anjing rabies.
Seorang petugas kesehatan hewan Dinas Pertanian Kabupaten Sikka (kanan) menyuntikkan vaksin antirabies pada anjing di Desa Watugong, Kecamatan Alok Timur, Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, Rabu (5/9/2018).
Direktur Yayasan Ilmu Lantang Muda Manggarai Barat Dony Pareira mengatakan, pemberantasan rabies ini ada kaitan dengan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang berkunjung ke Flores-Lembata.
Wisatawan biasanya lebih suka berjalan kaki ke desa-desa wisata dengan destinasi wisata unggulan di desa itu. Sementara di setiap rumah penduduk ada 1-10 ekor anjing yang dipelihara dengan cara lepas bebas di rumah.
Saya kira, kalau ada kebijakan khusus soal ini, pasti bisa. (Asep Purnama)
Bahkan, anjing-anjing ini berkeliaran bebas di jalan-jalan di Labuan Bajo. Mereka bergerombol mencari makan di hotel-hotel, restoran, dan warung makan.
”Tetapi, sampai saat ini, setahu saya, belum ada wisatawan yang digigit anjing rabies ini. Jikaada gigitan sampai menyebabkan kematian, preseden buruk bagi pariwisata Labuan Bajo dan Flores-Lembata umumnya,” katanya.
Di desa-desa wisata di Manggarai Barat anjing lebih bebas lagi. Mereka bepergian antardesa, kecamatan, dan antara kabupaten tetangga. Anjing tersebut sangat mudah terpapar virus rabies dari anjing lain, yang sudah terpapar virus itu.
Dosen Program Studi Kesehatan Hewan Politeknik Pertanian Kupang, Ewaldus Wera, mengatakan, selain rabies, NTT juga sedang dilanda demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
Kasus ini memang sempat hilang dari NTT, tetapi kemudian muncul lagi ketika peternak mulai lagi memelihara babi, medio 2021 sampai hari ini. Virus ASF pun muncul lagi awal Januari 2023.
”Virus itu muncul ketika daya tahan fisik babi melemah karena perubahan cuaca, kurang asupan gizi, dan kebersihan kandang tidak dijaga. Puncak kematian babi akibat ASF diprediksi Februari 2023 jika saat sekarang tidak ada upaya masif mencegah penyebaran ASF ini,” kata Wera.
Joni Tamael (41) sedang mencampur pakan untuk diberikan kepada babi-babi miliknya di dalam kandang. Dalam satu hari babi diberi makan tiga kali, selain kudapan pada pukul 10.00-11.00 Wita.