Pemeriksaan secara maraton terus dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengusutan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah APBD Jawa Timur. Setidaknya 30 orang dipanggil sebagai saksi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS-Pemeriksaan secara maraton terus dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengusutan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur. Setidaknya 30 orang dipanggil sebagai saksi dalam waktu dua hari terakhir.
Saksi yang dipanggil KPK tersebut berasal dari berbagai kalangan, meliputi legislatif, eksekutif, dan masyarakat umum. Adapun dari 30 saksi tersebut, sebanyak 17 saksi dipanggil pada Rabu (25/1/2023), sedangkan 13 saksi lainnya dipanggil pada Kamis (26/1/2023).
“Pemeriksaan saksi tersebut terkait tindak pidana suap dalam pengelolaan dana hibah Provinsi Jawa Timur untuk tersangka Sahat Tua Simanjuntak,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (26/1/2023).
Pemeriksaan dilakukan di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur. Sejumlah pejabat teras di Provinsi Jatim turut diperiksa hari ini, antara lain Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jatim Mohammad Yasin dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jatim Edy Tambeng Widjaja.
Penyidik KPK juga memanggil dan memeriksa Kepala Biro Kesejahteraan Jatim Rakyat Imam Hidayat, Kepala Bagian Bantuan Hukum dan HAM Setdaprov Jatim Adi Sarono, serta Sekretaris DPRD Jatim Andik Fadjar Tjahjono. Selain itu, dalam upaya melengkapi proses penyidikan, KPK memeriksa pihak swasta, ibu rumah tangga, hingga koordinator kelompok masyarakat (pokmas).
Sehari sebelumnya, Rabu (25/1/2023), penyidik dari lembaga antirasuah ini memanggil dan memeriksa 17 orang saksi termasuk Ketua DPRD Jatim Kusnadi, dan tiga Wakil Ketua DPRD Jatim. Mereka adalah Anwar Sadad, Anik Maslachah, dan Achmad Iskandar. Pemeriksaan berlangsung hingga malam hari.
Kusnadi mengatakan banyak pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, namun dia tidak hafal satu persatu. Dia juga tidak menyebutkan secara jelas apakah pertanyaan penyidik tersebut terkait erat dengan perkara suap dana hibah APBD Jatim.
“Ya, itu semua kewenangan KPK. Biarkan KPK yang menjawab,” kata Kusnadi.
Anwar Sadad mengaku menerima beberapa pertanyaan dari penyidik KPK. Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, pertanyaan yang diajukan terkait dengan penyusunan APBD Jatim terutama perihal mekanisme penentuan dana hibah.
Infografik Jajak Pendapat Kompas Membatasi Ruang Politik Mantan Terpidana Korupsi
Rangkaian pemeriksaan saksi-saksi yang dilakukan KPK di Jatim tersebut terkait erat dengan penangkapan dan penetapan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak sebagai tersangka suap dana hibah APBD Provinsi atim. Sahat diduga menerima suap senilai Rp 1 miliar dari Rp 2 miliar yang dijanjikan untuk pengurusan alokasi dana hibah.
Sahat ditangkap bersama tiga orang lainnya, yakni Abdul Hamid (Kepala Desa Jelgung, Kabupaten Sampang), Ilham Wahyudi alias Eeng (koordinator kelompok masyarakat), dan Rusdi (anggota staf ahli Sahat). Keempat orang itu ditangkap di Surabaya, Rabu (14/12/2022).
Saat ditangkap, Sahat menerima Rp 1 miliar dari yang dijanjikan Hamid sebesar Rp 2 miliar untuk pengurusan alokasi dana hibah dari APBD Jatim untuk tahun 2023. Uang itu diterima Sahat dalam bentuk mata uang asing, yakni dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat.
Penggeledahan
Sebelum memeriksa puluhan saksi secara maraton, penyidik KPK telah menggeledah sejumlah tempat di Surabaya. Lokasinya antara lain kompleks Kantor Gubernur Jawa Timur yang terdiri dari ruang kerja Gubernur Khofifah Indar Parawansa, ruang kerja Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, dan ruang kerja Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Adhy Karyono.
Penyidik juga memeriksa kantor Sekretariat Daerah Provinsi Jatim, BPKAD Jatim dan Bappeda Jatim. Dari kegiatan penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim.
Terkait dengan besaran nilai dana hibah Pemprov Jatim yang digulirkan setiap tahunnya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyatakan, yang mengetahui secara pasti adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jatim selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Selain itu, masalah dana hibah juga menjadi kewenangan Bappeda Provinsi Jatim sebagai institusi yang menangani secara detil.
Menurut Khofifah, dana hibah yang disalurkan Pemprov Jatim melalui DPRD Jatim merupakan program pokok pikiran (pokir). Artinya, permohonan dana hibah tersebut merupakan usulan atau pokok pikiran dewan yang didasarkan pada hasil penjaringan aspirasi masyarakat di daerah pemilihan masing-masing.
“Pokir ini lalu di breakdown. Ada 3 hal yang menjadi prasyarat cairnya anggaran,” ujar Khofifah, Kamis (23/12/2022) di Gedung Negara Grahadi.
Persyaratan pencairan dana hibah yang pertama adalah adanya surat keputusan atau SK gubernur. Seluruh pokir dalam bentuk hibah bisa dicairkan apabila ada SK gubernur. Adapun SK gubernur ini akan diterbitkan apabila sudah ada verifikasi dari inspektorat.
Verifikasi dilakukan setelah ada tim yang turun ke lapangan untuk memastikan lembaga atau institusi penerima dana hibah bukan lembaga fiktif. Lembaga penerima dana hibah harus punya legalitas dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terdekat yakni kecamatan.
“Setiap penerima dana hibah harus tanda tangan tiga hal (pakta integritas, surat pernyataan tanggungjawab, dan naskah perjanjian hibah daerah-NPHD),” tegas Khofifah.
Pakta integritas menyatakan, penerima dana hibah memiliki komitmen siap disanksi dan dipidana apabila tidak sesuai dengan program yang diusulkan. Adapun surat pernyataan berisi tentang tanggung jawab mutlak penerima dana hibah untuk melaksanakan sesuai pengajuan dan melakukan pelaporan.
“Syarat ketiga adalah menandatangi naskah perjanjian hibah daerah atau NPHD. Jadi ketiga hal ini adalah tanggung jawab penerima dana hibah. Saya membedakan antara penerima dengan aspirator karena itu sesuatu yang berbeda. (Sehingga) Tanggung jawab mutlak ada di penerima hibah,” ucap mantan Menteri Sosial RI tersebut.
Khofifah menambahkan, terkait dengan evaluasi dan monitoring pelaksanaan atau penyaluran dana hibah sejatinya sudah melalui tiga hal yang disyaratkan tersebut yakni pakta integritas, surat pernyataan dan NPDH. Selain itu, penerima dana hibah juga melaporkan pelaksanaannya.
Selain pihak penerima dana hibah, pihak aspirator juga memiliki peran penting sebagai penghubung antara pengambil keputusan anggaran dengan penerima aliran dana. Dia menambahkan tahun penyaluran anggaran dana hibah menjadi sebuah simpul yang memiliki konektivitas dengan aspirator.