Wisata Berburu Durian di Lombok
Durian Lombok tidak hanya bisa dinikmati di pasar durian, tetapi juga langsung di hutan. Salah satunya di kawasan Hutan Kekait, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Jika membeli langsung di pengecer terasa kurang memuaskan, berburu durian langsung ke hutan bisa jadi pilihan. Salah satunya ke kawasan Kekait, Gunungsari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Memasuki bulan November, musim durian di Lombok tiba. Hal itu ditandai dengan mulai bermunculannya penjual durian di berbagai titik. Jumlahnya akan semakin banyak saat memasuki bulan Desember hingga Januari.
Sebut saja kawasan Selagalas, di sisi timur Kota Mataram atau di kawasan Kota Tua Ampenan, Mataram. Di dua kawasan tersebut, para pedagang berjejer menjual berbagai jenis durian. Dari kualitas biasa hingga kelas super.
Jika mau lebih jauh, misalnya di Lombok Barat, pusat penjualan durian akan ditemukan wisatawan di Karang Bayan, Lingsar, Lombok Barat dan Pasar Sidemen Kekait, Lombok Barat. Sepanjang jalur menuju kawasan Hutan Pusuk, Lombok Utara pun, durian yang baru keluar dari hutan sangat mudah ditemui.
Baca juga: Agrowisata Pacu Semangat Petani Manfaatkan Lahan
Menikmati buah musiman itu di pinggir jalan, pasar, atau di rumah mungkin hal biasa. Tetapi, akan terasa berbeda jika menikmatinya langsung di hutan atau di bawah pohonnya.
Pada Minggu (22/1/2023) sekitar pukul 06.30 Wita, Yanuar Usman (34) bersama rekan-rekannya telah berkumpul di kawasan Kekait. Sekitar 11 kilometer utara Mataram, ibu Kota Nusa Tenggara Barat. Lokasi itu bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua atau roda empat.
Setelah semua menghabiskan sarapan nasi bungkus, mereka mengecek perlengkapan. Lalu sekitar pukul 07.00 Wita, mereka berangkat. Tujuannya adalah hutan durian Kekait, sekitar satu jam perjalanan.
”Kami terakhir kesini 2019 lalu. Lalu tahun berikutnya tidak bisa karena pandemi. Juga pohon durian banyak gagal berbuah. Syukurnya tahun ini bisa,” kata Yanuar.
Baca juga: Strategi Pengembangan Pariwisata Lombok
Perjalanan mereka dimulai dengan menyusuri gang-gang di antara rumah warga. Lalu mulai berjalan menanjak saat tiba di area perbukitan. Udara segar dari pepohonan hijau sepanjang jalan cukup membantu mengurangi rasa penat.
Sekitar 10 menit berjalan, mereka sampai di titik pemberhetian pertama. Di sana, mereka beristirahat sejenak untuk minum. Dari lokasi tersebut, mereka bisa melihat pemukiman warga yang diapit barisan perbukitan hijau.
”Itu Taman Langit,” kata Yanuar menunjuk bangunan di antara pohon-pohon. Taman Langit adalah salah satu destinasi wisata dengan pemandangan lanskap Lombok Barat dan Kota Mataram dari atas ketinggian.
Setelah beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan. Medannya berganti-ganti. Dari menanjak, kembali datar, kemudian menanjak lagi. Agar tidak capek, mereka mengobrol atau berhenti untuk berfoto.
Baca juga: Mandalika Bangun Peradaban
Sekitar 30 menit perjalanan, pohon-pohon durian di kiri dan kanan jalan mulai terlihat. Sesekali, aroma durian mulai tercium, baik dari durian yang sudah jatuh maupun dari warga yang baru turun membawa durian.
Setiap musim durian, warga setempat mengambil upah membawa durian dari hutan. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali turun naik hutan untuk mengangkut durian, baik laki-laki maupun perempuan.
Warga laki-laki biasanya membawa pikulan dengan karung berisi durian di depan dan belakang. Para perempuan menggunakan bakul yang diletakkan di kepala.
Tidak hanya orang tua, anak-anak muda juga ikut mengisi waktu untuk mengangkut durian. Mereka dibayar mulai dari Rp 50.000 sekali turun, tergantung banyak durian yang dibawa.
Baca juga: Geliat di Bandara Lombok Turut Bangun Optimisme Pariwisata di NTB
”Sekali turun, saya dapat Rp 50.000. Lumayan mengisi waktu. Kalau setiap musim, bisa dapat sekitar Rp 500.000,” kata Muhammad Rizki (18).
Sampai puas
Sekitar pukul 08.00 Wita, rombongan Yanuar tiba di lokasi yang dituju. Di sana, Munzir (42), pemilik kebun, telah menunggu. Di dekatnya terlihat beberapa tumpuk durian yang sejak pagi sudah ia kumpulkan.
”Ayo, ayo. Langsung saja (makan duriannya),” kata Munzir mempersilakan.
Munzir kemudian mengambil satu durian dan membelahnya. Ia lalu meletakkannya di atas tikar yang telah disiapkan.
Aroma durian yang khas langsung tercium dan membuat Yanuar dan rombongannya, yakni Ovi, Wawan, Irwan, Gede, Fuad, dan Alwi, bergegas menyantapnya. ”Lembut dan manis sekali ini. Rasa lelah mendaki satu jam rasanya terbayar,” kata Wawan.
Lihat juga: Pantai-pantai Menggoda di Kawasan Mandalika
Durian hutan Kekait dikenal sebagai salah satu durian dengan kualitas yang baik. Isinya yang kuning seperti mentega, selain tebal, juga lembut, dan rasanya manis. Tidak akan cukup jika hanya membelah satu durian.
Hal itu juga yang dilakukan Yanuar dan rekan-rekannya yang sama-sama alumnus salah satu perguruan tinggi di Mataram. Begitu satu durian habis, mereka membelah durian berikutnya dan menikmatinya sampai puas.
Saat mereka sedang menikmati durian terdengar suara durian jatuh. Munzir kemudian menghilang sebentar dan kembali muncul dengan satu durian di tangannya. Belum beberapa menit, durian berikutnya kembali jatuh dan Munzir melakukan hal serupa.
Menurut Munzir, ia mengelola lima kebun. Jika musim baik, dari satu kebun ia bisa mendapatkan Rp 15 juta hingga Rp 25 juta. Selain dijual ke pasar, juga untuk yang membeli dan makan langsung di kebunnya.
”Banyak yang datang langsung ke sini. Satu rombongan bisa sampai 15 orang,” kata Munzir.
Baca juga: Celah Kebermanfaatan MotoGP Mandalika
Sebagian besar yang datang ke sana, kata Munzir, adalah rombongan yang dibawa kenalannya. Namun, masyarakat umum tetap bisa datang ke Kekait dan bertanya kepada warga setempat tentang makan durian langsung di hutan.
Munzir mengatakan, wisatawan yang datang tidak hanya boleh makan di tempat, tetapi juga membawa pulang. Bisa dalam bentuk durian utuh atau hanya isinya saja asalkan mereka membawa sendiri wadahnya.
Tetapi, tentu bukan hanya soal makan langsung durian di hutan. Bisa berkumpul bersama teman-teman kuliah dulu, sekaligus berwisata juga tidak kalah menyenangkan.
Menurut Yanuar, ia mengumpulkan uang bersama rekan-rekannya masing-masing Rp 50.000. Lalu uang itu diserahkan ke Munzir. Setelah itu, Munzir menentukan jumlah durian yang mereka terima.
Dibandingkan membeli langsung secara eceran, durian yang didapat bisa jauh lebih banyak. Selisihnya bisa belasan sehingga mereka bisa berhemat hingga ratusan ribu rupiah. Munzir bahkan menyuguhkan kelapa muda untuk rombongan itu.
Baca juga: Wisatawan Domestik Mulai Masuk Lombok
”Tetapi, tentu bukan hanya soal makan langsung durian di hutan. Bisa berkumpul bersama teman-teman kuliah dulu, sekaligus berwisata, juga tidak kalah menyenangkan,” kata Yanuar.
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram, I Gede Widya Suputra, yang turut dalam rombongan itu mengatakan, durian memang tanaman musiman. Tetapi, hal itu bisa digarap oleh pemangku kepentingan sebagai salah satu destinasi agrowisata yang pasti akan menarik banyak peminat.
Jadi, jika ke Lombok, jangan hanya ke pantai dan berburu kuliner. Berburu durian langsung ke hutan juga bisa jadi pilihan menyenangkan.